Jakarta -
Belakangan ini rasanya khawatir banget deh sama yang namanya difteri. Soalnya di beberapa daerah di Indonesia, ada yang sudah berstatus kejadian luar biasa (KLB) difteri. Bahkan Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Koesmedi Priharto, menyebut DKI Jakarta telah berstatus KLB difteri.
Sebenarnya difteri itu penyakit yang zaman dulu bahaya banget, tapi berhasil dikendalikan. Tapi beberapa tahun terakhir, difteri menjadi ancaman lagi.
Difteri disebabkan kuman Corynebacterium diphtheriae yang sangat mudah menular lho Bun, yakni melalui droplet (partikel air kecil yang dihasilkan ketika orang batuk atau bersin). Penularan nggak hanya dari si pasien saja, namun juga dari karier (pembawa) baik anak maupun dewasa yang tampak sehat kepada orang-orang di sekitarnya.
Pada tahun 1920, sebelum vaksin tersedia, hingga 15.000 orang setiap tahunnya di Amerika Serikat meninggal karena difteri. Dan 100.000 sampai 200.000 orang sakit akibat penyakit ini. Tapi setelah ada vaksin, kurang dari 5 orang terkena difteri setiap tahunnya.
Difteri adalah salah satu penyakit yang bandel. Jika pasien difteri tidak diobati, mereka bisa menyebarkan penyakit ini hingga 4 minggu. Difteri juga bisa bertahan di beberapa permukaan seperti tisu yang ada bekas lendir pasien atau pada mainan dari mulut orang yang terinfeksi.
Kuman penyebab difteri meluncurkan sebagian besar serangannya di musim dingin dan musim semi, namun serangan bisa terjadi kapan saja, terutama di iklim yang lebih hangat.
Difteri merupakan penyakit serius yang menyebabkan lapisan tebal di bagian belakang hidung atau tenggorokan sehingga membuat yang bersangkutan sulit bernapas atau menelan. Ini bisa mematikan, Bun, akibat obstruksi larings atau miokarditis akibat aktivasi eksotoksin.
Gejala DifteriDifteri umumnya muncul dengan gejala sakit tenggorokan, demam ringan (38 derajat Celcius atau kurang), dan menggigil. Saat difteri menyerang, bakteri-bakterinya berkerumun dan berkembang biak di hidung dan tenggorokan orang yang diserang. Bakteri melepaskan racun yang bisa membuat lapisan tebal di bagian belakang hidung atau tenggorokan, sehingga mungkin terlihat warna putih atau keabu-abuan di tenggorokan. Lapisan ini membuat sulit bernapas atau menelan.
Difteri juga dapat menyerang bagian tubuh yang lain, Bun, karena racunnya sering menyebabkan masalah jantung dan saraf.
Toksin difteri dapat menyebabkan irama jantung abnormal dan bahkan gagal jantung. Hal ini juga dapat mempengaruhi saraf dan menyebabkan kelumpuhan (tidak dapat menggerakkan bagian tubuh).
Sekitar 1 dari 10 orang yang terkena difteri meninggal dunia. Pada anak di bawah 5 tahun, sebanyak 1 dari 5 anak yang terkena difteri meninggal dunia.
Mencegah dengan Vaksin DPTPenyakit ini hampir selalu digagalkan oleh vaksin yang melawannya. Sebanyak 95 persen orang yang mendapat vaksin difteri terlindungi dari kuman jahat ini.
Untuk membuat vaksin tersebut, ilmuwan menggunakan bahan kimia untuk menonaktifkan racun difteri. Racun mati ini disebut toksoid. Nah, toksoid mengajarkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan difteri, tapi tidak membuat sakit.
Vaksin difteri selalu dikombinasikan dengan vaksin penyakit lain. Seringkali, vaksin ini diberikan kepada anak-anak sebagai bagian dari vaksin kombinasi yang kuat yang disebut DPT karena melindungi dari difteri, pertusis (batuk rejan), dan tetanus.
Ilustrasi anak divaksin/ Foto: thinkstock |
Dengan imunisasi DPT maka, selain melindungi anak dari difteri, tetanus, dan pertusis, juga mencegah anak mengembangkan lapisan tebal di bagian belakang hidung atau tenggorokan akibat difteri.
Kita perlu tahu, Bun, difteri itu nggak cuma menyerang anak-anak tapi juga orang dewasa. Untuk vaksinasi sendiri perlu diulang beberapa kali.
Orang yang divaksinasi masih bisa menyebarkan bakteri penyebab difteri ke orang lain. Untuk mencegahnya, pastikan imunisasi selalu up to date. Selain itu, cuci tangan dengan sabun dan tutupi mulut saat batuk dan bersin.
(Nurvita Indarini)