Jakarta -
Kemarin, hari Senin (23/7) adalah Hari Anak Nasional nih, Bun. Ngomongin soal anak zaman now, kalau dibandingkan dengan zaman dulu jelas berbeda ya. Apalagi teknologi maju begitu pesat sehingga bukan nggak mungkin lagi mereka nggak paham tentang gadget dan media sosial. Baru-baru ini viral tentang bocah bernama Prabowo Mondardo alias Bowo Alpenliebe yang terkenal lewat aplikasi TikTok hingga mendapat julukan
Bowo 'Tik Tok'.
Ternyata selain digemari netizen yang masih muda, Bowo juga mendapat komentar negatif dari berbagai kalangan. Lantas, bagaimana ya cara Bowo yang masih berusia 13 tahun itu menanggapi komentar negatif?
"Saya menganggapnya sih biasa aja, saya anggap itu pendapat mereka. Saya nggak terlalu mikirin itu," kata Bowo di acara CNN Indonesia Good Morning.
Sang ayah, Nadih, mengaku meskipun Bowo sempat curhat sedih ketika mendapat komentar negatif namun hal itu berlalu begitu aja. Keluarga juga menghibur sekaligus menasihati Bowo. "Kalau Bowo main gadget, saya juga beritahu dia supaya selalu ingat waktu salat. Waktu bermain gadget pun saya batasi," kata Nadih.
Bowo cerita selain aplikasi
TikTok dan Instagram, ia hanya memiliki dua aplikasi tambahan saja yakni Musically dan Mobile Legend. Hmm berarti sebenarnya Bowo ini nggak terlalu memiliki banyak akun media sosial ya.
Nah soal pemakaian gadget pada anak, psikolog anak Lita Gading MSoc Mpsi, mengatakan jelas dampak negatifnya adalah merusak mata dan mengganggu aktivitas belajar. Akan tetapi bermain gadget juga bisa membuat anak mengalami perubahan mood dengan cepat, lho. Terlebih jika anak berusia sebelas sampai 14 tahun, kata Lita itu masa-masa emosi dan psikologis anak mudah bergejolak.
"Anak bisa ketawa sendiri, bisa sedih sendiri. Selain itu bullying yang dialami Bowo bisa saja membuat anak depresi, beberapa pasien saya ada yang nggak bisa menangani bullying dan akhirnya masuk rumah sakit jiwa akibat depresi berlebihan. Untungnya Bowo hanya menganggap komentar negatif seperti angin lewat," kata Lita di kesempatan yang sama.
Oleh karena itu, kata Lita perlu komunikasi dua arah antara anak dengan orang tua. Misalnya, orang tua bisa bertanya ke anak, 'Kamu maunya gimana? Sejauh apa yang kamu ingin mainkan? Saya kasih ya tapi kamu nggak boleh main ini.'
Lita bilang anak boleh dikasih batasan dan sebagai orang tua kita pun harus percaya juga sama anak. Jika saling percaya, anak akan patuh. Meskipun secara otomatis orang tua juga harus mengerti dengan gadget.
"Karena kita nggak mungkin menghindari paparan teknologi, lingkungan anak sudah pakai gadget pasti anak juga ingin tahu apa itu gadget, cara menggunakannya," tutup Lita.
(rdn)