Jakarta -
Bunda, pernahkah saat merasa stres, nafsu makan semakin bertambah? Bisa jadi Bunda sedang mengalami
emotional eating. Tapi kenali dulu, emotional eating bukan hanya sekadar pelampiasan emosi pada makanan, Bun. Kondisi ini bisa terjadi saat kita sedang santai atau tidak emosi sama sekali.
Stres memang faktor yang kerap terjadi dalam kebiasaan emotional eating, terutama dalam kota-kota besar. Survey yang dilakukan oleh Zipjet pada 2017, Jakarta berada di peringkat 18 teratas kota paling stres dengan total 7,84 persen. Oleh karena itu, tak heran berbagai macam cara pun dilakukan untuk mengatasi stres, salah satunya mengonsumsi makanan atau minuman yang dianggap comfort food.
"Faktor psikologis dan fisiologis memengaruhi apa yang kita konsumsi dan menentukan hubungan yang dimiliki makanan dan emosi. Kita butuh makan untuk bertahan hidup, tapi ada makanan tertentu yang kita konsumsi dalam kondisi spesifik," kata psikolog Tara de Thouars, BA, MPsi, dalam acara 'Unilever Ajak Masyarakat Waspadai Kelebihan Asupan Gula Garam Lemak Akibat Emotional Eating' di di Blue Jasmine Restaurant, Jakarta Selatan, Selasa (18/12/2018).
Tara melanjutkan, dalam kondisi ini, seseorang biasanya menginginkan makanan berkalori tinggi dengan nilai gizi yang minim. Jenis makanan inilah yang disebut comfort food seperti, es krim, kue, coklat, kentang goreng, dan pizza.
Kenali Bahaya Emotional Eating yang Perlu Bunda Tahu/ Foto: iStock |
Berdasarkan data American Psychological Association, 38 persen orang dewasa mengaku ketika mereka mengonsumsi makanan tidak sehat secara berlebihan itu karena munculnya stres, setelah itu timbul rasa penyesalan. Emotional eating memiliki tanda yang bisa kita kenali, seperti secara tiba-tiba muncul keinginan makan makanan yang spesifik, atau cenderung makan lebih dari biasanya, tapi setelahnya merasa bersalah.
Tanpa disadari, kebiasaan
emotional eating juga dapat meningkatkan asupan GGL (gula, garam, lemak) yang mampu memicu PTM (penyakit tidak menular). Dalam kesempatan yang sama, Kepala Subdit Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan RI, dr Prima Yosephine MKM mengatakan, untuk mengatasi emotional eating perlu melibatkan edukasi pada individu terkait cara pandang yang sehat akan makanan, membangun pola makan lebih baik, mengenali pemicunya dan membangun langkah untuk menghadapi stres.
"Salah satunya adalah membangun pengertian kalau comfort food bukan berarti makanan yang tidak sehat. Ini juga sejalan dengan kampanye 'Isi piringku', di mana porsi ideal untuk orang dewasa normal dalam satu piring adalah lauk pauk dengan porsi 1/3 dari 1/2 piring, sayuran dengan porsi 2/3 dari 1/2 piring, dan buah dengan porsi 1/3 dari 1/2 piring," kata dr Prima.
Sedangkan konsumsi GGL yang disarankan adalah empat sendok makan (sdm) atau 50 gr gula per hari, satu sendok teh (sdt) garam per hari, dan lima sdm lemak per hari setara dengan 67 gram. Untuk mengetahui lebih lanjut, apakah Bunda atau si kecil punya kebiasaan
emotional eating atau tidak ketika pola makan terasa aneh, cek ke ahli terkait ya Bunda.
(aml/muf)