Jakarta -
Si kecil tak bisa lepas dari selimut, boneka, atau
bantalnya yang sudah butut? Bunda nggak sendirian, karena banyak bayi dan anak-anak yang sangat terikat dengan objek tertentu.
Ada lho, Bun, seorang ibu yang sampai
bela-belain mengirimkan selimut menggunakan paket karena ketinggalan saat bepergian jauh. Hmm, normalkah ketika anak sangat terikat dengan benda bututnya? Dalam buku
Growing Up dari Parents Guide Usia 0-12 Bulan tertulis, ada beberapa sebutan untuk objek yang sangat disukai anak. Masyarakat barat menyebut dengan
loveys.
Menurut
Texas Child Care, surat kabar triwulan yang diterbitkan Texas Workforce Commision, bagi beberapa anak, loveys merupakan alat penting dalam perkembangan emosional dan intelektual. Pakar Psikologi Anak Klinis dan Psikologis Perkembangan, Profesor Richard H. Passman, pernah melakukan penelitian mengenai kecintaan terhadap selimut dan empeng. Ia memasukkannya ke dalam kelompok
security objects.
Dalam tulisan ilmiahnya di
The Gale Encyclipedia of Childhood and Adolescents, Passman mengatakan,
security objects itu biasanya lembut dan mudah dipegang atau dibawa, kemudian bisa memberi anak rasa nyaman.
Daripada menunggu orang dewasa menyodorkan sesuatu untuk menenangkan diri, bayi-bayi ini belajar menenangkan diri mereka sendiri. Jadi, bisa dibilang lovey mengisi ruang antara fungsi kenyamanan orang tua dan diri anak.
Lantas, perlukah anak-anak ini dipisahkan dari lovey-nya? Menurut penelitian Passman dan koleganya, kedekatan dengan
security object bisa mendatangkan manfaat, antara lain rasa aman, mengurangi tangis, mempermudah interaksi bayi dengan orang asing, menenangkan dan membantu mereka tertidur, meminimalkan risiko stres psikologis, serta mendukung proses belajar.
Ilustrasi anak dan selimut butut/ Foto: iStock |
"Beberapa pakar memang pernah mengatakan anak yang terikat obyek tertentu mempunyai masalah dalam hubungan dengan ibunya atau orang lain. Ada juga yang memberi stigma terikat dengan lovey tanda anak stres," kata Passman.
Pada 1970-an, berkembang anggapan anak yang lengket dengan selimutnya adalah anak yang kelewat
gelisah dan cemas. Sehingga, harus dipisahkan dengan selimutnya. Namun, anggapan itu sekarang sudah disingkirkan. Belum ada bukti yang mendukung dugaan penyakit psikologis pada anak, hanya karena dia menunjukkan keterikatan dengan
security objects.
"Singkatnya, menurut teori-teori terkini keterikatan dengan objek transisi itu normal, bahkan universal," tambahnya.
Tapi, Passman mengingatkan, obyek transisi punya keterbatasan. Jika situasinya sangat menakutkan, tidak ada yang bisa mengalahkan rasa aman pelukan ibu.
Semetara itu, psikolog anak dan remaja dari Klinik Kancil, Tia Rahmania, mengatakan saat anak masih kecil atau berusia kurang dari 5 tahun kebutuhan intinya adalah sandang, pangan, papan, dan kasih sayang. Kasih sayang juga meliputi rasa nyaman seorang
anak. Jika tidak mendapatkan rasa nyaman yang dibutuhkannya, anak akan mencari kompensasi lain berupa barang-barang tertentu.
"Jika dengan kepemilikan barang tersebut membuat anak bisa belajar menjaga suatu barang maka hal ini masih wajar. Tapi, kalau sudah berlebihan dalam arti tidak boleh dicuci, dijemur atau tidak bisa lepas dari barang tersebut, hal ini sudah tidak wajar lagi," ujar Tia, seperti dilansir
detikcom.[Gambas:Video 20detik]
(rdn/rdn)