Jakarta -
Perkembangan teknologi secara langsung dapat mengubah perilaku dan cara berpikir anak dan remaja, Bun. Sayangnya, kadang perubahan ini tidak disikapi dengan baik oleh para
orang tua.
"Sekarang ini kita sedang dalam masa transisi, namanya post industrial. Artinya yang penting itu informasi dan secara langsung mengubah perilaku dan cara berpikir. Tapi banyak dari kita kurang sigap dengan perubahan ini," kata Daisy Indira Yasmine, M.Si, dosen sosiologi Universitas Indonesia, dalam Diskusi Bersama Ngobras, di Nutrifood Inspiring Center, Matraman, Jakarta Pusat, baru-baru ini.
Interaksi dunia digital sebagai sumber informasi semakin sulit dikontrol. Menurut Daisy, banyak anak dan remaja menjadi network individualism, yaitu memfokuskan semuanya hanya pada diri sendiri.
"Contoh network individualism adalah sosial media. Anak banyak mendapatkan jejaring tapi fokusnya lebih ke dirinya sendiri, ingin menonjolkan dan memamerkan apa yang dia miliki. Ini indikasi yang harus diwaspadai," ujar Daisy.
Menurut dia, masyarakat sangat berperan untuk membangun nilai-nilai dasar pada anak dan remaja yang semakin hilang. Jangan anggap remeh nilai dasar seperti toleransi, gotong royong, dan kepedulian.
Daisy berpendapat, ada 3 institusi yang berperan untuk mengatasi masalah network individualism pada anak dan remaja.
1. KeluargaDaisy berharap para orang tua tidak hanya pasrah dengan perkembangan teknologi. Sebagai orang tua, kita setidaknya harus mengimbangi
kemampuan anak.
"Tidak perlu melebihi kemampuan anak untuk menguasai teknologi, cukup mengimbanginya saja. Orang tua juga jangan malu untuk mulai belajar, agar tahu cara mengontrol anak," tutur Daisy.
 Ilustrasi keluarga/ Foto: istock |
2. Komunitas dan masyarakatPenting juga kontrol sosial, Bun. Misalnya tetangga, komunitas terkait, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan pemerintah. Tujuannya untuk memberikan nilai yang cocok untuk masyarakat dan anak itu sendiri. Pemerintah juga punya tanggung jawab untuk menciptakan karakter bangsa.
3. Institusi pendidikan"Guru sebaiknya memiliki kemampuan untuk menciptakan karakter yang sesuai basic value. Pendidikan kita sangat tekstual sehingga sulit membentuk karakter anak," kata Daisy.
Sejak kecil, anak harus bisa diajari mandiri, kreatif, dan bisa memecahkan masalah. Harusnya pendidikan dan keluarga bisa seimbang. Jangan sampai nilai yang ditanamkan di rumah dan di sekolah berbeda ya.
"Budaya yang ditanamkan di sekolah bisa membentukÂ
karakter anak agar tidak ada lagi budaya superioritas atau dominan di sekolah. Kalau sudah tertanam, tidak ada lagiÂ
bullying di sekolah," tutup Daisy
[Gambas:Video 20detik]
(ank/rdn)