Jakarta -
#dearRiver #dearRainAyah mendengar pria itu menggerutu.
"Yang di tengah maju dong," katanya setengah berteriak. Tapi di dalam bus sudah penuh sesak. Orang-orang tidak bisa lagi beringsut. Pagi itu, seperti di pagi lainnya, bus TransJakarta rute Ciledug-Tosari memang selalu penuh. Ayah biasanya naik yang jurusan Tendean atau Blok M, kecuali buru-buru. Kalau naik jurusan Tosari, Ayah bisa transit di halte Tirtayasa.
Ayah menoleh ke pria yang berteriak tadi. Dia tidak bisa naik. Beberapa orang, termasuk Ayah, sudah sangat rapat dengan pintu, tak bisa lagi bergeser. Andaikata badannya tidak sebesar itu, dia mungkin masih bisa masuk. Antara kasihan dan
pengen ketawa, Ayah jadi ingat diri sendiri. Beberapa tahun lalu, Ayah pernah segendut dia, bahkan mungkin lebih gendut. Selama itu Ayah menganggap tidak ada yang salah dengan menjadi gemuk, sampai kemudian Ayah merasa ini sudah mulai serius. Ayah harus melakukan sesuatu yang sedikit lebih signifikan. Semua karena kalian, River dan Rain.
Ini tentang obesitas. Iya, Ayah adalah bagian dari hampir sepertiga penduduk dunia yang bermasalah dengan berat badan. Tahun 2015,
The New Journal of Medicine mempublikasikan hasil studinya. Sebanyak 2,2 miliar atau sekitar 30 persen penduduk dunia saat ini mengalami kelebihan berat badan. Itu dianggap sebagai krisis kesehatan publik di tingkat global yang mengkhawatirkan. Dan semua tahu, bukanlah hal menyenangkan ketika kita menjadi bagian dari sebuah krisis.
Tahun 2017 adalah tahun di mana Ayah mencapai rekor berat tertinggi. Tak usah Ayah kasih tahu berapa angkanya. Yang pasti, kalau Ayah kambing, Ayah pasti mahal harganya.
Sedikit banyak, itu memengaruhi Ayah. Ada semacam perasaan sedih dan malu. Bukan dalam artian malu fisik. Ayah tidak pernah malu karena kondisi fisik, karena itu kan pemberian Allah.
Ahsan taqwim, kondisi kita adalah sebaik-baiknya penciptaan. Tidak elok kita menggugatnya.
Malu yang Ayah maksud lebih karena, kok bisa-bisanya Ayah jadi gemuk di tengah-tengah banyak orang yang kesulitan untuk makan. Kalau mengadaptasi nasihat Sayyidina Ali soal keadilan, bila di satu tempat ada orang yang berlebihan lingkar perutnya, berarti di tempat lain ada orang yang tertahan haknya. Ekstremnya mungkin seperti itu.
Soal keadilan ini memang berat. Sulit untuk memahami bagaimana setiap tahun manusia di seluruh dunia membuang 1,3 miliar ton bahan pangan sebagai limbah. Itu data Food and Agriculture Organization (FAO), lembaga PBB yang mengurusi pangan dan pertanian. Bayangkan, Nak, 1,3 miliar makanan dibuang, sementara di tempat lain ada orang yang menjemur nasi basi agar jadi aking untuk dimakan lagi.
Bukan sekali dua kali Ayah mencoba untuk memperbaiki diri, tapi godaan untuk menghancurkannya juga selalu ada. Resolusi Ayah setiap tahun adalah ingin lebih ringan dan sehat, tapi berkali-kali itu juga gagal. Beberapa tahun lalu, malah Ayah janji kepada ibumu: sebelum umur 40 tahun akan menemani dia
full marathon. Ibumu sudah pernah
half marathon, dan punya cita-cita untuk
full marathon, mungkin setelah kalian agak besar nanti. Tapi ya gitu deh, tenggatnya sudah lewat, usaha masih jauh.
Ayah tidak mau akhirnya diperhadapkan pada pilihan berat yang tidak bisa lagi Ayah atasi. Maka suatu ketika, Ayah memutuskan untuk lebih keras pada diri sendiri. Banyak teman seumuran Ayah yang sudah tumbang kena diabetes, ginjal, atau stroke. Ayah rasa itu sudah cukup untuk jadi pengingat agar segera berbenah. Ayah menonton banyak film tentang obesitas. Di HBO ada seri
The Weight of The Nation. Salah satu serinya membahas obesitas yang mengintai anak-anak. Ya Tuhan, Ayah tidak ingin kalian mengalami itu. Cukup Ayah yang tahu bagaimana rasanya.
 Ilustrasi obesitas/ Foto: thinkstock |
Ayah memulai dengan olahraga
low impact karena bobot masih tidak memungkinkan untuk
high impact. Sepeda statis Ayah
keluarin lagi dari gudang. Setiap hari Ayah targetkan minimal 10 kilometer. Belakangan, di sebuah film dokumenter BBC, Ayah dapat ilmu baru. Kalau mau lemak cepat terbakar, jangan langsung digenjot. Dokter di dokumenter itu menyarankan, genjot keras selama dua menit, lalu istirahat satu menit, kemudian lanjut lagi genjot dua menit, dan istirahat lagi. Begitu sampai 7 kali repetisi.
Ada juga satu hal yang sebelumnya belum pernah Ayah lakukan (dan itulah yang mungkin membuat usaha Ayah gagal melulu). Ayah mulai membaca nilai gizi di kemasan makanan atau mencari sendiri nilainya kalau bahannya mentah. Ternyata ini jauh lebih penting dari latihan yang paling berat sekalipun. Ada namanya TDEE (Total Daily Energy Expenditure) atau jumlah energi yang digunakan tubuh kita setiap hari dalam satuan kalori. Cara menghitungnya bisa di sini=> https://tdeecalculator.net/
TDEE setiap orang beda-beda, tapi rata-rata pria dewasa butuh sekitar 2500 kcal. Hitungan sederhananya, kalau mau beratnya stabil, makan jangan melebihi angka itu. Kalau mengikuti teladan Rasul, makan hanya ketika lapar, berhenti sebelum kenyang. (Sebagian pendapat menyebut: makan sebelum lapar, tapi konon itu hadits
dhaif.
Wallahu a'lam. Rasul juga menganjurkan kita untuk mengelola emosi, jangan mudah marah atau stres, karena stres membuat otak kita "merindukan" suplai gula -- yang kemudian akan jadi lemak kalau menumpuk di tubuh).
Betapa pentingnya soal mengelola makanan ini, sampai-sampai ada ungkapan bagus di dunia
fitness:
"Six Pack Abs Are Made in the Kitchen Not the Gym". Ayah menulis ini anggaplah sebagai upaya memicu bekerjanya
law of attraction. Hukum itu kira-kira berbunyi: kalau kita
pengen sesuatu, harus diverbalkan, ditegaskan. Dengan demikian, insya Allah, alam raya akan membantu mewujudkannya.
Setelah sebulan jaga makan, berolahraga dan berdoa,
alhamdulillah sudah turun satu kilogram. Berdoa juga penting lho, supaya dosanya berkurang. Kan katanya dosa juga bisa bikin berat. Mau usaha di dapur atau di gym, Ayah bukan
ngejar six pack-nya, Nak. Kalaupun nanti dapat, anggaplah itu bonus. Ayah cuma
pengen terus sehat, biar masih bisa main lebih lama sama kalian. Syukur-syukur kalau dikasih umur sama Allah, bisa menemani kalian sampai gede, menikah, punya anak... Kata orang, sebaik-baik ayah adalah ayah yang ada. Ada secara fisik dan mental.
Semoga setelah setahun, dua tahun atau tiga tahun lagi, ketika membaca kembali tulisan ini, Ayah tidak perlu merasa malu karena jadi orang gagal untuk kesekian kalinya. Kalaupun gagal lagi, setidaknya kalian tahu bahwa Ayah pernah berjuang.
Ayah juga pernah menceritakan ini, Nak. Ada seorang pria bernama Manuel Uribe, salah satu pria tergemuk di dunia yang tinggal di Mexico. Tahun 2006, ia sempat masuk
Guinness Book of Record sebagai manusia tergemuk di dunia dengan berat 560 kg.
Dalam sebuah wawancara TV, ia bilang, "Saya tidak takut mati, toh semua orang juga akan mati. Tapi saya tak ingin mati tanpa sempat berusaha menurunkan berat badan."
Manuel memang berusaha keras, meski ia tak bisa lagi berjalan atau turun dari ranjang. Bobot terakhirnya sekitar 394 kilogram. Tapi serangan jantung menghentikan usahanya. Tahun 2014, ia meninggal di usia 48 tahun. Ia dibawa ke krematorium bersama ranjangnya yang dikemas dalam kontainer, diangkat dengan forklift dan diangkut di truk bak terbuka.
Dengan segala hormat bagi mereka yang berjuang melawan obesitas; mungkin itulah sebabnya Rasul mengajarkan agar makan seperlunya saja, yang penting cukup untuk menopang tulang punggung. Dan juga untuk hal lain yang berurusan dengan perut dan keinginan. Karena sungguh tak menyenangkan, membayangkan seseorang hingga akhir hayatnya harus mati-matian menyingkirkan apa yang selama hidup ia timbun.
Fauzan MukrimAyah River dan Rain. Menulis seri buku #DearRiver dan Berjalan Jauh, juga sebuah novel Mencari Tepi Langit. Jurnalis di CNN Indonesia TV, dan sedang belajar membuat kue. IG: @mukrimfauzan (som/muf)