Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Legenda Selat Bali, Cerita Rakyat Sarat Makna untuk Si Kecil

Nanie Wardhani   |   HaiBunda

Kamis, 23 Dec 2021 19:55 WIB

Ilustrasi ibu dan anak membaca buku
Ilustrasi membaca cerita rakyat bersama Si Kecil/ Foto: Getty Images/iStockphoto/zhanghaoran521

Mendongeng untuk Si Kecil memang memiliki banyak manfaat. Salah satunya sebagai sarana penyampai pesan dari Bunda kepada Si Kecil tersayang. Menurut Raising Children, berdongeng memiliki manfaat membangun imajinasi, mengembangkan cara berbahasa, dan membangun rasa emosional.

Beruntung kita tinggal di Indonesia yang memiliki banyak cerita rakyat dan legenda dari setiap daerahnya. Seperti legenda Selat Bali yang sangat cocok Bunda ceritakan kepada Si Kecil berikut ini.

Pada suatu waktu, hiduplah seorang brahmana di Kerajaan Daha, Kediri. Brahmana atau pemuka agama itu bernama Empu Sidi Mantra. Ia sangat dihormati oleh masyarakat karena sakti mandraguna. Hidupnya tenang, damai, dan kaya raya. Ia memiliki seorang istri yang cantik jelita, dan seorang putra yang tampan dan gagah bernama Manik Angkeran.

Tapi, ketenangan dan kedamaian Empu Sidi Mantra terusik. Hal itu disebabkan karena anak semata wayangnya memiliki sifat yang sangat tidak terpuji dan bertolak belakang darinya, yaitu berjudi.

Empu Sidi Mantra dan sang istri sangat merasa resah. Sebab, Manik Angkeran selalu berjudi dengan harta kedua orang tuanya, kalah, dan terlilit utang oleh banyak orang.

Manik Angkeran tidak berhenti berjudi dengan harta orang tuanya. Ia tidak mendengar nasihat kedua orang tuanya untuk berhenti melakukan tindakannya yang tidak terpuji itu. Hingga harta orang tuanya habis.

Suatu hari, Manik Angkeran datang dengan tersengal-sengal ke rumah. Ditemui olehnya Empu Sidi Mantra.

“Bapak! Ibu! Tolong aku!” kata Manik Angkeran.

“Kenapa anakku?” kata ibunya.

“Aku dikejar sekelompok orang, mereka ingin membunuhku.”

“Pasti kamu kalah berjudi lagi, ya?!” kata bapaknya.

“Iya! Saya kalah berjudi dan tidak mampu membayar taruhan. Tolonglah, Bapakku. Mereka ingin membunuhku.” 

Tidak lama kemudian, datang sekelompok pemuda dengan golok di tangannya. Mereka seakan-akan ingin menyerbu rumah Empu Sidi Mantra, lalu berteriak memanggil nama Manik Angkeran. Ia semakin panik karena namanya dipanggil-panggil dari luar rumah.

Lalu dengan tenang Empu Sidi Mantra menemui sekelompok pemuda itu. “Tenang! Saya akan membayar utang putraku. Tapi saya mohon, beri waktu saya tiga hari.” Permintaan itu dikabulkan, lalu kelompok pemuda itu segera pergi.

Pada malam harinya, Empu Sidi Mantra meminta petunjuk dari Tuhan Yang Maha Kuasa agar ia bisa melunasi utang anaknya. Saat tengah malam, ia mendengar suara yang sangat jelas. Ia diminta pergi ke kawah Gunung Agung dan menemui Naga Besukih, karena ada harta karun di sana.

Keesokan paginya, Empu Sidi Mantra pergi ke kawah Gunung Agung dan bertemu dengan Naga Besukih.

“Ada apa gerangan yang membuatmu datang kemari dan memanggilku?” kata Naga Besukih.

“Saya Empu Sidi Mantra dari Tanah Jambudwipa. Saya datang untuk meminta bantuanmu,” lalu Empu Sidi Mantra menjelaskan maksud kedatangannya. Naga Besukih pun mengerti. Lalu ia menggeliat, bersamaan dengan itu, emas dan berlian keluar dari sisiknya.

“Silahkan bawa ini semua, Empu! Semoga cukup untuk membayar semua utang putramu. Ingat! Sampaikan pada putramu, ia harus berhenti berjudi!” pesan Naga Besukih.

Empu berterima kasih kepada Naga Besukih, lalu kembali ke kediamannya. Sesampainya ia di sana, ia memanggil Manik Angkeran.

“Manik! Kemarilah, nak.” Lalu ia memberi emas dan berlian yang dibawanya dari Naga Besukih. “Ini, bayarlah semua utangmu. Tapi ingat, setelah ini kamu tidak boleh berjudi lagi!”

Manik Angkeran lalu pergi menjual semua perhiasan itu dan melunasi utang-utangnya. Namun melihat sisa uang yang banyak, ia justru kembali berjudi lalu kembali kalah, bahkan hingga terlilit utang lagi.

Ia kembali pulang dan menemui bapaknya, melapor bahwa ia telah melunasi utang-utangnya. Namun, bapaknya bertanya.

“Kenapa wajahmu begitu sedih, anakku?”

“Iya, Bapak. Saya kembali berjudi dan kalah lagi. Tolonglah kali ini saja, Bapak! Lunasi utang-utangku!”

“Tidak! Bayar sendiri utangmu!”

Habis akal, Maning Angkeran mencuri lonceng Empu Sidi Mantra dan pergi ke kawah Gunung Agung. Ia bertemu dengan Naga Besukih dengan ketakutan yang luar biasa. Ia memohon untuk dilunasi semua utangnya.

“Aku bisa mengabulkan permintaanmu, tapi kamu harus berjanji berhenti berjudi!”

Namun saat berbalik, Manik Angkeran justru memotong ekor Naga Besukih yang penuh dengan emas dan berlian. Naga Besukih lalu membakar tapak kaki Manik Angkeran, yang berarti membunuhnya.

Sementara itu, Empu Sidi Mantra mencari anaknya. Lalu ia ingat di mana ia mendapatkan emas dan berlian, kemudian pergi ke Gunung Agung. Ia bertanya kepada Naga Besukih tentang anaknya, yang ternyata sudah terbunuh dan menjadi abu. Ia memohon kepada Naga Besukih agar menghidupkan kembali anaknya.

“Baik, aku kabulkan permintaanmu, Empu. Tapi anakmu harus tinggal di sini.”

Manik Angkeran kembali hidup, lalu Empu mengembalikan ekor dari Naga Besukih. Ia harus berpisah dari anak semata wayangnya dan pulang ke Daha seorang diri. 

Di tengah perjalanan, Empu menorehkan tongkat saktinya di tanah. Namun, goresan tongkatnya justru bertambah lebar hingga membuat tanah terbelah dan diisi air laut. Hingga akhirnya menjadi selat yang disebut Selat Bali.

Demikian cerita rakyat legenda Selat Bali yang bisa Bunda ceritakan kepada Si Kecil. Semoga pesan moral yang terdapat pada cerita tersebut dapat tersampaikan dengan baik kepada Si Kecil ya, Bunda. 

[Gambas:Video Haibunda]



(som/som)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda