Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Ini yang Terjadi pada Otak Anak saat Punya Rasa Empati

Asri Ediyati   |   HaiBunda

Senin, 30 Sep 2024 17:18 WIB

7 Tanda Bahwa Bunda Suka Mengontrol Anak dan Begini Efeknya pada Si Kecil
Ilustrasi Bunda dan Si Kecil/Foto: Getty Images/Erdark
Daftar Isi
Jakarta -

Tidak seperti kecerdasan dan penampakan fisik, yang sangat bergantung pada genetika, empati adalah keterampilan yang dipelajari anak-anak. Bunda pun perlu tahu bahwa nilai empati itu justru berlipat ganda.

Ya, faktanya anak-anak yang berempati cenderung berprestasi lebih baik di sekolah, dalam situasi sosial, dan dalam karier mereka saat dewasa.

Anak-anak dan remaja yang memiliki keterampilan empati paling tinggi dipandang sebagai pemimpin oleh teman-temannya. Guru terbaik untuk keterampilan tersebut adalah orang tua anak-anak.

Seorang Edukator Parenting Erin Walsh, M.A. dan Psikolog David Walsh, Ph.D. dalam tulisannya di Psychology Today, mengemukakan anak yang memiliki empati berarti:

  • Mengerti bahwa dia adalah orang yang berbeda dari orang-orang di sekitarnya dan bahwa orang lain mungkin memiliki perasaan dan perspektif yang berbeda dari dirinya sendiri.
  • Dapat mengenali perasaan dalam dirinya sendiri dan orang lain serta menyebutkannya.
  • Dapat mengatur respons emosionalnya sendiri.
  • Dapat menempatkan dirinya pada posisi orang lain dan membayangkan bagaimana perasaan seseorang.
  • Dapat membayangkan tindakan atau respons seperti apa yang dapat membantu seseorang merasa lebih baik.

Untuk mencapainya, butuh pengalaman dan pelajaran hidup yang banyak. Empati adalah pekerjaan yang terus berlanjut sepanjang masa kanak-kanak dan remaja dan dibentuk oleh berbagai faktor termasuk genetika, temperamen, konteks, dan lingkungan.

Namun, empati tidak begitu saja muncul secara otomatis pada anak-anak. Meskipun kita dilahirkan dengan bawaan kapasitas untuk berempati, pengembangannya memerlukan pengalaman dan latihan, Bunda.

Hal yang terjadi pada otak anak saat punya rasa empati

Anak mulai mengembangkan kemampuan berempati ketika mereka berusia 4 tahun. Mereka belajar bahwa orang lain dapat memiliki pikiran yang berbeda dari mereka.

Dilansir Greater Good Magazine dari UC Berkeley, Amerika Serikat, sebuah studi di tahun 2017 adalah yang pertama meneliti perubahan otak tertentu yang terkait perkembangan ini.

Studi tersebut secara khusus mengeksplorasi perubahan otak yang terjadi ketika seorang anak mampu mengenali bahwa orang lain mempercayai sesuatu yang menurut anak itu salah. Begitu anak-anak memperoleh kemampuan ini, mereka dapat memprediksi perilaku orang lain dengan lebih baik.

Si Kecil juga perlahan akan mengubah perilaku mereka sendiri. Misalnya seperti menyangkal kesalahan yang tidak dilihat Bunda atau membantu teman yang tidak mengetahui aturan sebuah permainan.

Untuk mencari perubahan otak yang mungkin mendasari perkembangan teori pikiran pada anak, para peneliti yakni Charlotte Grosse Wiesmann dan rekan-rekannya memindai otak 43 anak berusia tiga dan empat tahun menggunakan teknik yang disebut pencitraan resonansi magnetik tertimbang-difusi (dMRI). Hal ini dapat mendeteksi struktur dan organisasi materi putih di dalam otak.

Materi putih terdiri dari serabut saraf yang mengirimkan pesan ke seluruh otak. Materi putih berwarna putih karena mengandung zat lemak yang disebut mielin yang membungkus serabut saraf, bertindak sebagai isolator untuk mempercepat pesan neuronal.

Peningkatan mielinisasi berkorelasi erat dengan berbagai tonggak perkembangan. Namun, pertumbuhan jalur materi putih yang terlibat dalam teori pikiran belum dieksplorasi secara rinci sebelum penelitian ini.

Selain menjalani pemindaian MRI, anak-anak prasekolah juga melakukan dua tugas yang menguji kemampuan mereka untuk memiliki empati.

Pada tugas pertama, anak dan boneka tikus diperlihatkan kotak kosong dan tas kecil berisi sepotong permen. Setelah tikus meninggalkan ruangan, peneliti memindahkan permen dari tas ke kotak.

Ketika tikus kembali memasuki ruangan, anak tersebut ditanyai tentang apa yang akan dipikirkan tikus tentang lokasi permen. Sebagian besar anak berusia tiga tahun mengatakan bahwa tikus mengira permen ada di dalam kotak, sedangkan anak berusia empat tahun lebih mungkin menyadari bahwa tikus akan mengira permen masih ada di dalam tas.

Untuk tugas lainnya, anak tersebut diperlihatkan kotak cokelat yang berisi pensil. Ketika boneka tikus (yang berada di luar) memasuki ruangan dan menemukan kotak tertutup, anak tersebut ditanya tentang apa yang menurut tikus berisi kotak tersebut.

Sekali lagi, sebagian besar anak berusia tiga tahun berasumsi bahwa tikus tahu apa yang mereka ketahui. Mereka mengatakan bahwa tikus percaya bahwa kotak itu berisi pensil. Namun, anak berusia empat tahun lebih mungkin menyadari bahwa tikus akan percaya bahwa kotak cokelat itu berisi cokelat.

Jadi, apa yang berbeda dalam otak anak berusia empat tahun yang memungkinkan mereka menempatkan diri pada posisi tikus?

Alasan anak usia 4 tahun sudah memiliki rasa empati berdasarkan studi

7 Cara Tingkatkan Kecerdasan Emosional Anak, Tunjukkan Empati Salah SatunyaIlustrasi anak/Foto: Getty Images/iStockphoto/interstid

Para peneliti menemukan bahwa pematangan serat materi putih dalam struktur otak yang disebut fasikel arkuata secara khusus dikaitkan dengan kemampuan anak-anak untuk berempati dan mengenali pikiran orang lain, dalam penelitian ini digambarkan seekor tikus.

Serat-serat itu menghubungkan bagian-bagian lobus temporal, yang terlibat dalam pemrosesan kondisi mental orang lain pada orang dewasa, dengan korteks prefrontal medial, bagian dari lobus frontal yang memproses pemikiran abstrak dan hierarkis.

"Temuan kami menunjukkan bahwa munculnya (teori pikiran) terkait dengan pematangan wilayah pemrosesan keyakinan inti dan hubungannya dengan korteks prefrontal," tulis para penulis.

Sementara para peneliti berhipotesis bahwa menghubungkan kedua area ini memungkinkan seorang anak untuk membangun representasi mental dari keyakinan orang lain. Penelitian selanjutnya perlu memeriksa sejauh mana hubungan ini bersifat kausal.

Mengajarkan empati pada anak

Dikutip dari laman Psych Central, meskipun pelatihan terbaik untuk empati dimulai sejak bayi, tidak ada kata terlambat untuk memulainya. Bayi dan balita belajar paling banyak dari cara orang tua memperlakukan mereka saat mereka rewel, takut, atau kesal.

Saat anak masuk usia prasekolah, orang tua dapat mulai berbicara tentang perasaan orang lain. Namun, cara Bunda menunjukkan empati diri sendiri mungkin lebih penting daripada apa pun yang dikatakan.

Misalnya, jika anak yang berusia 3 tahun berteriak, "Lihat anak itu gemuk!" dan Bunda membentak anak di depan umum serta mengatakan bahwa ia tidak boleh mempermalukan orang lain, maka sebenarnya itu kurang tepat.

Sebaliknya, jelaskan dengan tenang dan lembut mengapa mengatakan hal itu dapat membuat anak yang disebut gemuk itu merasa tidak enak. Tanyakan kepadanya apakah ia pernah merasa tidak enak karena sesuatu yang dikatakan seseorang. Meskipun demikian, beberapa anak berusia 3 tahun mungkin terlalu muda untuk memahami apa yang kita katakan.

Saat anak berusia sekitar 4-5 tahun, ia dapat belajar tentang empati dengan berbicara tentang masalah hipotetis. Bagaimana perasaannya jika seseorang mengambil mainan darinya? Bagaimana perasaan temannya jika ada yang mengambil mainannya dan lain sebagainya.

Saat anak berusia 8 tahun, anak dapat bergulat dengan keputusan moral yang lebih rumit, yang mana ia harus menyadari bahwa perasaan orang lain mungkin berbeda dari perasaannya sendiri.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(fir/fir)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda