
parenting
Ini yang Terjadi pada Otak Anak Jika Mengalami Trauma dan Stres
HaiBunda
Rabu, 09 Jul 2025 09:20 WIB

Daftar Isi
- Kenali ciri-ciri trauma yang sering tertukar dengan ADHD
- Begini trauma mengubah otak anak yang sedang berkembang
- Gejala trauma pada anak yang sering terlihat sepele
-
Cara mendampingi anak yang mengalami trauma
- 1. Ciptakan suasana aman dan tenang
- 2. Dengarkan tanpa menyela
- 3. Gunakan bahasa yang sederhana dan lembut
- 4. Gunakan alat bantu visual untuk rutinitas
- 5. Tunjukkan contoh nyata dalam mengatur emosi
- 6. Validasi emosi anak sebelum menegur perilakunya
- 7. Pahami bahwa perilaku buruk bisa jadi sinyal luka batin
- 8. Hindari hukuman keras sebagai respons pertama
- 9. Bangun kembali kepercayaan dan koneksi sosial
- 10. Berikan waktu dan kesabaran tanpa syarat
Tidak semua luka bisa dilihat mata. Luka di lutut atau tangan mungkin mudah dikenali, tetapi bagaimana dengan luka di hati dan pikirannya?
Anak-anak yang hidup dalam lingkungan tidak aman, bisa saja menyimpan trauma dalam hidupnya. Sayangnya, luka semacam ini sering kali tak terlihat.
Trauma bisa muncul dalam berbagai bentuk. Ada anak yang menjadi sangat tenang dan patuh. Namun, ada pula yang justru tak bisa diam, marah-marah, atau impulsif.
Si Kecil jarang sekali mengungkapkan isi hati karena terbiasa mengamati dan bertahan. Di sinilah dampak trauma bisa mulai menumpuk, tanpa kita sadari.
Maka, mengenali trauma sejak dini sangat penting. Jika tidak, luka itu bisa terbawa hingga remaja, bahkan dewasa.
Kenali ciri-ciri trauma yang sering tertukar dengan ADHD
Secara klinis, gejala seperti emosi labil dan prestasi menurun sering dikaitkan dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Namun, tahukah Bunda? Hal ini juga bisa jadi tanda trauma pada anak.
Trauma sering kali menyerupai gangguan lain seperti ADHD. Anak yang terlalu tenang atau sangat aktif bisa jadi sedang menyimpan luka emosional.Â
Menurut para ahli, kuncinya ada pada konteks. Apakah perilaku anak muncul karena otaknya berkembang berbeda sejak awal atau karena ia sedang beradaptasi dengan rasa takut yang belum selesai?
"Anak-anak ini tidak punya konteks untuk meminta bantuan," kata profesor psikiatri dari Harvard Medical School dikutip dari Child Mind Institute, dr. Rappaport, Senin (07/07/2025).
Banyak anak dengan trauma juga mengalami Adverse Childhood Experiences (ACEs), seperti kekerasan atau kehilangan. Oleh karena itu, penting memahami latar belakang mereka sebelum memberi label.
"Mereka tidak punya contoh bahwa orang dewasa bisa mengenali kebutuhan mereka dan memberikan apa yang mereka perlukan," ujarnya.
Begini trauma mengubah otak anak yang sedang berkembang
Secara sederhana, otak Si Kecil bisa diibaratkan seperti buah persik. Bagian tengahnya, yaitu sistem limbik, berperan dalam rasa takut dan reaksi bertahan hidup.
Sementara itu, bagian luarnya, korteks prefrontal, yakni mengatur kemampuan berpikir, merencanakan, dan mengendalikan emosi. Dalam kondisi normal, kedua bagian ini bekerja seimbang.
Namun, saat anak mengalami stres berkepanjangan, otak masuk ke mode darurat. Energi fokus ke sistem limbik, membuat bagian berpikir jadi kurang aktif dan anak sulit mengontrol perilaku.
Gejala trauma pada anak yang sering terlihat sepele
Trauma bisa membuat otak anak sulit berfungsi secara normal lho, Bunda. Akibatnya, anak menunjukkan berbagai gejala, seperti:
- Mudah marah dan tersinggung.
- Bertindak impulsif atau agresif.
- Sulit fokus dan memperhatikan.
- Sering lupa atau sulit mengingat informasi.
- Menarik diri dari lingkungan sosial.
- Sulit mengikuti instruksi.
- Prestasi akademik menurun.
Cara mendampingi anak yang mengalami trauma
Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mendampingi anak yang mengalami trauma seperti dikutip dari berbagai sumber:
1. Ciptakan suasana aman dan tenang
Anak perlu merasa lingkungan di sekitarnya bisa dipercaya. Jangan paksa anak untuk bercerita, cukup hadir dan tunjukkan bahwa Bunda peduli.
2. Dengarkan tanpa menyela
Biarkan anak mengekspresikan perasaannya dengan bebas. Tahan keinginan untuk langsung memberi nasihat atau menyalahkan.
3. Gunakan bahasa yang sederhana dan lembut
Pilih kata-kata yang mudah dimengerti. Nada suara yang tenang membuat Si Kecil lebih mudah merasa diterima.
4. Gunakan alat bantu visual untuk rutinitas
Jadwal bergambar atau instruksi visual membantu anak merasa lebih terarah dan tenang dalam keseharian.
5. Tunjukkan contoh nyata dalam mengatur emosi
Anak belajar dari melihat orang dewasa. Saat sedang kesal, tunjukkan bagaimana Bunda merespons dengan tenang dan tidak meledak.
6. Validasi emosi anak sebelum menegur perilakunya
Mengakui perasaan anak sebelum menegur perilakunya bisa membuat mereka merasa dimengerti. Hal ini membantu anak belajar menamai emosinya dan menyalurkan dengan cara yang lebih sehat.
"Saya bisa lihat kamu benar-benar marah karena Andrew mengambil spidol yang kamu inginkan," kata Rappaport.
7. Pahami bahwa perilaku buruk bisa jadi sinyal luka batin
Rappaport juga mengingatkan bahwa perilaku buruk anak sering kali berasal dari emosi yang belum tersampaikan dengan baik. Ia menekankan pentingnya melihat di balik perilaku anak, bukan hanya reaksi luarnya.
"Ketika seorang siswa berulah di kelas, guru sebaiknya mengenali bahwa perilaku itu adalah wujud dari perasaan yang kuat-meski disampaikan dengan cara yang salah," ujarnya.
8. Hindari hukuman keras sebagai respons pertama
Daripada langsung memberi skorsing, cari tahu akar dari perilakunya. Karena sering kali, perilaku buruk adalah cara anak menyampaikan rasa sakit yang tak terucap.
"Kalau kamu salah menebak, anak biasanya akan memperbaikinya," tambah dr. Rappaport.
9. Bangun kembali kepercayaan dan koneksi sosial
Dorong anak untuk menjalin kembali hubungan dengan teman dan aktivitas yang disukai. Koneksi sosial dapat membantu proses pemulihan dan membangun kembali rasa percaya diri anak.
10. Berikan waktu dan kesabaran tanpa syarat
Pemulihan dari trauma tidak instan. Anak butuh orang dewasa yang sabar dan tidak menyerah saat mereka berperilaku sulit. Dukungan yang konsisten dapat membuat anak merasa aman untuk mulai pulih perlahan.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ndf/fir)TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT

Parenting
Viral Kisah Pilu Bunda Ungkap Sang Putra Jadi Korban Pelecehan oleh Anak Usia SD

Parenting
10 Cara Menyembuhkan Trauma pada Anak Menurut Psikolog, Ajarkan Kelola Stres Bun

Parenting
7 Ciri-Ciri Trauma pada Anak, Penyebab, dan Cara Menyembuhkannya

Parenting
Trauma setelah Sang Ayah Tiada, Anak Juliana Moechtar Jadi Hobi Koleksi Sampah

Parenting
Trauma Masa Kecil Aktor Kim Seon Ho karena Lihat Ibunda Ditusuk Perampok


7 Foto
Parenting
7 Potret Mima Shafa, Anak Mona Ratuliu yang Jadi Penggiat Isu Kesehatan Mental
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda