Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Anak Sering Gigit Kuku Tanda Alami Kecemasan? Ini Penjelasan Psikolog

Nadhifa Fitrina   |   HaiBunda

Jumat, 25 Jul 2025 22:30 WIB

Anak Sering Gigit Kuku Tanda Alami Kecemasan?
Ilustrasi anak gigit kuku/Foto: Getty Images/towfiqu ahamed
Daftar Isi
Jakarta -

Bunda, pernahkah memperhatikan Si Kecil menggigit kukunya saat sedang gelisah? Ternyata, itu bukan sekadar kebiasaan sepele, tapi bisa jadi sinyal bahwa anak sedang mengalami kecemasan.

Menurut Psikolog Klinis Anak RS Siloam Sriwijaya, Devi Delia, M.Psi., Psikolog dalam sesi live Instagram bersama Haibunda, perilaku seperti menggigit kuku bisa muncul saat anak belum bisa mengungkapkan emosinya. Si Kecil pun mencari kenyamanan lewat cara yang mudah bagi mereka.

Ketika anak menggigit kuku, menggigit kulit, atau bahkan menarik rambutnya, bisa jadi itu cara mereka mengelola rasa takut atau tegang. Hal-hal kecil ini patut Bunda waspadai sebagai bentuk komunikasi nonverbal dari anak.

"Sekilas bisa ketahuan anak itu mengalami kecemasan. Suka gigit-gigit kerudung, gigit kuku, gigit kulit," ujar Devi dalam sesi live Instagram bersama Haibunda.

Gigit kuku bisa jadi sinyal emosionalnya

Perilaku seperti menggigit kuku mungkin terlihat sepele, tapi bisa jadi tanda bahwa Si Kecil tengah mengalami tekanan emosional. Hal ini penting untuk dikenali sejak dini agar tidak berkembang menjadi masalah yang lebih besar.

Anak belum memiliki kemampuan penuh untuk mengungkapkan rasa cemas seperti orang dewasa. Oleh krena itu, mereka menyalurkan perasaannya lewat kebiasaan fisik yang sering kali tidak disadari.

Coba amati perubahan kecil pada kebiasaan anak, terutama saat menghadapi situasi baru atau tekanan di sekolah. Hal-hal sederhana ini bisa menjadi bentuk komunikasi diam dari anak.

Jika dibiarkan, perilaku tersebut bisa menjadi kebiasaan jangka panjang yang mengganggu. Maka dari itu, penting bagi Bunda untuk peka dan mulai membangun komunikasi yang hangat dengan anak.

Mengapa anak bisa mengalami kecemasan?

Anak-anak yang selalu dimudahkan dalam segala hal bisa saja kehilangan kesempatannya dalam belajar menghadapi tantangan. Jika semua masalah langsung diselesaikan orang tua, anak jadi tidak terbiasa menyelesaikannya sendiri.

Kebiasaan ini membuat daya tahan mental anak tidak terlatih sejak dini. Akibatnya, mereka lebih mudah cemas saat berhadapan dengan tekanan di luar rumah.

Kondisi bisa semakin memburuk jika anak tidak diberi ruang untuk menyuarakan perasaannya. Mereka akhirnya menyimpan emosi sendiri tanpa tahu cara mengelolanya.

Cara membantu anak mengenali dan mengelola emosi

Menurut Psikolog Devi Delia, anak perlu dibantu orang tua untuk mengenali dan mengelola emosinya. Jika tidak, emosi yang terpendam bisa muncul lewat perilaku fisik seperti menggigit kuku.

Berikut cara membantu anak mengenali dan mengelola emosinya:

1. Jangan langsung dimarahi

Jika Bunda melihat anak menggigit kuku, menarik kerudung, atau melakukan kebiasaan serupa, jangan langsung memarahinya. Respons keras justru bisa membuat anak merasa disalahkan dan semakin tertekan.

Anak yang ditegur tanpa pemahaman akan cenderung menutup diri. Hal ini dapat membuat Bunda kehilangan kesempatan untuk mengetahui apa yang sebenarnya sedang dirasakan oleh anak.

Cobalah dekati anak dengan tenang dan penuh empati. Pelukan hangat bisa menjadi sinyal bahwa Bunda hadir, siap mendengarkan, dan anak tidak sendiri.

2. Validasi emosi anak

Langkah awal yang penting adalah memvalidasi perasaan anak, bukan langsung fokus pada perilakunya. Anak perlu tahu bahwa apa yang ia rasakan itu wajar dan boleh dirasakan.

Jika perasaannya diterima, anak akan lebih terbuka dan tidak merasa dihakimi. Hal ini membantunya merasa aman untuk berbagi apa yang sedang dialaminya.

Bunda bisa mengucapkan kalimat sederhana seperti, "Bunda ngerti kamu lagi enggak nyaman, ya?" sambil menatap matanya dengan lembut. Sentuhan empati seperti ini bisa membuat anak merasa dimengerti dan lebih tenang.

3. Ajak anak mengenali emosinya

Setelah anak terlihat lebih tenang, Bunda bisa mulai mengajaknya mengenali apa yang sebenarnya ia rasakan. Jangan memaksa, tapi bantu anak menyadari bahwa tindakannya muncul karena ada emosi tertentu di baliknya.

Dengan pendekatan yang lembut, anak akan lebih mudah membuka diri. Ini juga menjadi kesempatan bagi Bunda untuk membimbing anak mengenal dunia emosinya sendiri.

Gunakan kata-kata sederhana seperti, "Kamu sedih, ya?" atau "Kamu takut?" agar anak terbiasa menyebutkan emosinya. Langkah ini penting untuk membangun kesadaran emosional sejak dini.

4. Ajarkan cara tenang yang positif

Bunda bisa mulai mengajarkan cara-cara sederhana untuk menenangkan diri saat anak merasa cemas. Ajak anak menggambar, membaca buku bersama, atau melakukan latihan napas dalam secara perlahan.

Aktivitas-aktivitas ini membantu anak mengalihkan emosinya ke hal yang lebih positif. Selain itu, anak jadi belajar bahwa ada banyak cara sehat untuk mengelola perasaan tidak nyaman.

Teknik pernapasan, pelukan hangat, atau rutinitas doa sebelum tidur juga bisa jadi pilihan. Selain menenangkan, kebiasaan ini bisa mempererat ikatan emosional antara Bunda dan anak.

Nah, kecemasan pada anak memang sering kali muncul lewat berbagai kebiasaan kecil yang tidak disadari. Dengan kepekaan dan pendekatan yang penuh empati, Bunda bisa membantu anak mengenali emosinya dan tumbuh lebih kuat secara mental.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(ndf/fir)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda