HaiBunda

PARENTING

Waspada, Ternyata Kesehatan Mental Bisa 'Menular' di Komunitas Para Bunda

Nadhifa Fitrina   |   HaiBunda

Kamis, 28 Aug 2025 09:10 WIB
Komunitas ibu-ibu/ Foto: Getty Images/iStockphoto/maroke
Jakarta -

Menjadi orang tua baru memang penuh dengan cerita, mulai dari kebahagiaan menyambut Si Kecil hingga tantangan dalam beradaptasi. Namun, ada hal yang jarang dibicarakan, yaitu bagaimana kondisi mental para Bunda bisa saling memengaruhi dalam sebuah komunitas.

Di balik adanya obrolan ringan antar anggota, ternyata ada dinamika tersembunyi yang patut diperhatikan. Bunda mungkin tak menyangka, bahwa kebersamaan yang seharusnya menjadi sumber kekuatan juga bisa menghadirkan risiko tersendiri.

Dilansir dari PHYS ORG, di Denmark, setiap orang tua baru biasanya ditempatkan dalam kelompok kecil berisi 5-7 keluarga. Kelompok ini disusun oleh tenaga kesehatan berdasarkan lokasi dan faktor praktis lain, tanpa melihat bagaimana kondisi mental para anggotanya.


Sekilas, sistem ini terlihat sederhana, Bunda. Tapi, ternyata ada sisi lain yang menunjukkan, bahwa di balik sebuah kelompok bisa berpengaruh besar terhadap kesehatan mental tiap anggotanya.

Para peneliti pun mulai menaruh perhatian lebih pada fenomena ini. Mereka menggali data dan menemukan hal mengejutkan tentang interaksi antar Bunda dalam sebuah kelompok.

Efek komunitas pada kesehatan mental Bunda

Temuan menarik datang dari penelitian di Denmark yang menyoroti pentingnya lingkungan sosial. Mereka menemukan, bahwa Bunda yang berada di kelompok dengan Bunda lain yang memiliki risiko gangguan mental pasca persalinan berisiko lebih tinggi mengalami masalah serupa.

"Kami percaya bahwa efek ini terjadi karena penularan sosial, tetapi juga sebagian karena meningkatnya kesadaran tentang reaksi pasca persalinan. Kesadaran ini muncul dari kebersamaan dengan orang tua lain dan bisa mendorong seseorang untuk mencari bantuan ke sistem kesehatan," kata profesor madya di Departemen Ekonomi, Miriam Wust.

Fakta ini bukanlah hal sepele, Bunda. Karena sekitar 13 persen hingga 19 persen Bunda mengalami masalah kesehatan mental setelah melahirkan. Kondisi ini pun tercatat sebagai salah satu komplikasi paling umum pasca persalinan yang patut diwaspadai.

Dikutip dari PHYS ORG, Penelitian VIVE dan CEBI memanfaatkan data besar dari Statistik Denmark serta catatan tenaga kesehatan periode 2012-2017. Dari data itu, kondisi mental Bunda dianalisis lewat skrining EPDS yang umum digunakan di kota-kota Denmark.

Kesehatan mental para Bunda kian menurun di Amerika

Melansir dari The Washington Post, studi terbaru menunjukkan kesehatan mental para Bunda di Amerika menurun pada tahun 2023 dibandingkan dengan 2016. Meski begitu, cukup banyak Bunda yang masih merasa dalam kondisi baik, menilik data dari studi di JAMA Internal Medicine.

Data dari Survei Kesehatan Anak Nasional mencatat sekitar 198.000 responden Bunda dengan anak berusia di bawah 17 tahun. Pada 2023, hanya 26 persen yang melaporkan kondisi mental "sangat baik," turun dari 38 persen pada 2016.

Di sisi lain, jumlah Bunda yang menyebut kesehatan mental mereka "baik" naik dari 19 persen di 2016 menjadi 26 persen pada 2023. Namun, angka kesehatan mental yang "cukup" atau "buruk" juga ikut meningkat, dari 5,5 persen menjadi 8,5 persen.

Penurunan ini dirasakan di berbagai latar. Bahkan, kesehatan mental terendah tercatat pada Bunda yang lajang, berpendidikan rendah, serta mereka yang tidak memiliki asuransi atau hanya mendapat asuransi publik.

Kesehatan mental orang tua ternyata bisa berdampak pada lintas generasi

Kesehatan mental orang tua yang buruk dapat berdampak lintas generasi lho, Bunda. Termasuk juga peningkatan risiko hasil kelahiran yang buruk dan keterlambatan perkembangan pada anak, dikutip dari JAMA Internal Medicine.

Dari hasil penelitian, kondisi ini tidak hanya dirasakan oleh orang tua, tetapi juga bisa memengaruhi tumbuh kembang anak. Bunda tentu perlu lebih peka terhadap tanda-tanda gangguan mental pasca persalinan agar bisa segera ditangani.

"Gangguan suasana hati Bunda, khususnya, dapat berdampak jangka panjang pada anak, secara langsung dengan memengaruhi perkembangan, dan secara tidak langsung, dengan meningkatkan kemungkinan terpapar risiko yang terjadi bersamaan seperti penggunaan zat terlarang oleh orang tua dan sumber daya rumah tangga yang lebih rendah," ujar salah satu penulis penelitian dalam siaran pers, Jamie Daw, dalam The Washington Post.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(ndf/rap)

Simak video di bawah ini, Bun:

Kenali Tanda Sumeng pada Si Kecil & Cara Mengatasinya

TOPIK TERKAIT

ARTIKEL TERKAIT

TERPOPULER

Potret Alyssa Daguise di Resepsi Pernikahan Sang Kakak dengan Adat Koto Gadang

Mom's Life Nadhifa Fitrina

7 Barang yang Harus Dihindari di Dapur agar Energi Positif Mengalir Menurut Feng Shui

Mom's Life Amira Salsabila

10 Contoh Kalimat Asking for Attention dan Penggunaannya

Parenting Nadhifa Fitrina

5 Potret Alifiya Anak Dede Yusuf Dilamar, Intimate Usung Budaya Sunda dan Palembang

Mom's Life Amira Salsabila

Terungkap, Almarhum Mpok Alpa Ternyata Tunda Pengobatan Kanker Demi Melahirkan dan Menyusui Bayi Kembar

Kehamilan Annisa Aulia Rahim

REKOMENDASI
PRODUK

TERBARU DARI HAIBUNDA

7 Barang yang Harus Dihindari di Dapur agar Energi Positif Mengalir Menurut Feng Shui

10 Contoh Kalimat Asking for Attention dan Penggunaannya

Potret Alyssa Daguise di Resepsi Pernikahan Sang Kakak dengan Adat Koto Gadang

7 Resep Salad Sayur untuk Diet yang Sehat & Enak, Lengkap dengan Dressing

Gugatan Cerai Kembali Ditolak, Andre Taulany Masih Sah Jadi Suami Erin

FOTO

VIDEO

DETIK NETWORK