parenting
Ternyata "Orang Tua yang Sempurna" Justru Bisa Merusak Pola Makan Anak Tanpa Disadari
HaiBunda
Senin, 27 Oct 2025 09:00 WIB
Daftar Isi
Orang tua sering tanpa sadar menerapkan pola asuh yang serba sempurna saat ini. Tuntutan berat ini diam-diam juga bisa mengganggu kesejahteraan sosial anak, termasuk pola makannya.Â
Ya, tuntutan ini dalam jangka panjang dapat berdampak langsung pada cara anak melihat diri mereka sendiri.
Alasannya yakni karena standar yang terlalu tinggi dan rasa takut gagal, yang membuat bonding antara orang tua dan anak rentan bermasalah, Bunda.
Penelitian tentang dampak buruk pada pola makan anak
Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal BMC Psychiatry menemukan bahwa perfeksionisme pada orang tua berkaitan dengan meningkatnya gangguan pola makan pada anak, terutama di rentang usia 6 hingga 11 tahun.
Kesempurnaan ini termasuk dari penetapan standar pribadi yang tinggi, ekspektasi besar, atau sikap terlalu kritis. Orang tua rentan stres, yang kemudian bisa 'menular' pada anak.
Hal ini pun membuat anak tanpa sadar selalu berusaha menjadi sempurna, kemudian mengembangkan pola makan yang tidak sehat.
Sebuah tinjauan lainnya dalam Journal of Eating Disorders juga menemukan adanya hubungan kuat antara sifat perfeksionis dengan perilaku makan berlebihan (binge eating).
Penelitian dari National Library of Medicine juga mengaitkan perfeksionisme dengan orthorexia (obsesi makan sehat berlebihan), sementara studi di Science Direct menghubungkannya dengan bulimia dan anoreksia.
Mengapa bisa terjadi demikian?
Ketika orang tua berusaha untuk selalu menjadi sempurna, anak-anak pun sebenarnya turut merasakan dampaknya. Mereka terbebani dari ekspektasi tersebut, sehingga ikut membentuk cara mereka memandang diri sendiri.
"Orang tua yang berjuang dengan perfeksionisme sering kali memiliki keinginan kuat untuk melakukan semuanya dengan sempurna. Termasuk dalam membesarkan anak dan aspek lain dalam hidupnya," ujar Psikolog Klinis di Amerika Serikat, Erin Parks, PhD, seperti dikutip dari Parents.
Salah satu wujud perfeksionisme di rumah adalah dengan menetapkan aturan makan yang kaku, baik untuk diri sendiri maupun anak.
"Orang tua biasanya bermaksud baik, tetapi aturan ketat seperti 'tidak boleh makan makanan manis' atau 'harus menghabiskan semua makanan di piring' bisa menciptakan hubungan yang tidak sehat antara anak dengan makanan," ungkap Thea Runyan, peneliti di Centers for Disease Control and Prevention (CDC).
Menurut Runyan, anak-anak dengan aturan ketat demikian rentan merasa bersalah terhadap pilihan makanan mereka. Selain itu, anak juga berpotensi malah diam-diam memakan makanan yang dilarang tersebut nantinya.
Waspadai tanda-tanda awal gangguan makan pada anak
Sebenarnya tidak semua anak dari orang tua yang perfeksionis akan mengalami gangguan makan. Hal ini berarti ada masalah perilaku makan yang dapat berkembang menjadi gangguan makan secara medis.
Para ahli menyebut ada beberapa tanda yang perlu diperhatikan oleh orang tua. Runyan menjelaskan bahwa salah satunya adalah ketika anak mulai menghindari kegiatan sehari-hari karena kekhawatiran terhadap makanan.Â
Sebagai contoh, anak menolak menghadiri pesta ulang tahun atau acara menginap dengan alasan tidak cocok dengan makanannya. Perhatikan juga ketika anak mulai menghindari jenis makanan tertentu secara ekstrem.
"Jika anak berusia 8 tahun menyebut dirinya 'nakal' hanya karena makan sepotong kue, itu saat yang tepat bagi orang tua untuk mundur sejenak dan mengevaluasi kembali," kata Runyan.
Selain itu, perlu diketahui bahwa gangguan makan pada anak sering pun muncul dalam bentuk masalah emosional saat waktu makan. Ini bisa dimulai sejak usia sekitar 6 tahun.
Psikiater anak dan remaja, Asha Patton-Smith, menekankan pentingnya orang tua memperhatikan dampak emosional terhadap anak.
"Stres akibat perfeksionisme orang tua dan keinginan untuk menjadi sempurna, baik bagi anak maupun orang tua, bisa sangat. Hal ini dapat menimbulkan perasaan tidak berdaya di dalam diri anak," imbuhnya.
Bagaimana cara membantu anak agar punya pola makan sehat?
Ilustrasi/Foto: Getty Images/M-image |
Tidak perlu selalu sempurna, alihkan fokus Bunda dari 'kontrol' menjadi 'komunikasi'. Berikut beberapa langkah yang bisa diterapkan:
1. Jadilah teladan yang baik
Penting bagi orang tua untuk menjadi panutan bagi anak. Apa yang diucapkan memang penting, tetapi tidak sepenting apa yang anak lihat dari tindakan dan perbuatan secara langsung.Â
Artinya, makanlah berbagai jenis makanan dan jangan menunjukkan rasa bersalah ketika sesekali menikmati camilan manis.
Waktu makan sebaiknya dijadikan momen untuk mempererat hubungan, bukan untuk menghakimi. Pastikan untuk menyimpan perangkat elektronik dan jangan lupa berbagi cerita tentang aktivitas harian Bunda, lalu biarkan anak juga melakukannya.Â
"Ketika anak tumbuh dengan mendengar kritik terus-menerus, mereka cenderung menumbuhkan suara batin yang kritis terhadap dirinya sendiri," pesan Patton-Smith.
"Mengatakan 'tidak boleh' pada makanan tertentu justru dapat membuat anak semakin menginginkannya. Sebaliknya, berikan jadwal makan teratur dan pilihan sehat, sambil tetap memberi anak kebebasan memilih," imbuhnya.
2. Hindari kritik berlebihan
Hindari penggunaan kata yang mengarah pada ledekan fisik. Orang tua juga sebaiknya tidak mendorong anak untuk menurunkan berat badan.
"Komunikasi yang demikian terbukti meningkatkan risiko ketidakpuasan terhadap tubuh, perilaku pengendalian berat badan yang tidak sehat, serta menurunnya kesejahteraan psikologis anak dan remaja," tambah Patton-Smith.
3. Libatkan anak dalam proses makan
Pastikan orang tua membuat kebiasaan makan sehat yang bersifat kolaboratif, bukan mengontrol.
Berikan kesempatan bagi anak untuk membantu merencanakan menu, berbelanja, atau menyiapkan camilan. Ketika anak ikut terlibat, mereka cenderung lebih bersemangat untuk memakan makanan yang sudah disiapkan.
4. Jangan ragu untuk evaluasi
Jika Bunda merasa sudah terlanjur terlalu ketat dalam aturan makan, maka tak perlu khawatir. Hal ini masih bisa diperbaiki dan ditinjau kembali.
Menunjukkan fleksibilitas akan mengajarkan anak bahwa belajar dan beradaptasi itu hal yang baik.
Itulah ulasan dampak tuntutan pola asuh yang sempurna terhadap pola makan anak, serta tips yang bisa diterapkan oleh orang tua.Â
Ingat, Bunda tidak perlu menunggu sampai gangguan makan berkembang menjadi lebih parah. Segera konsultasi dengan dokter anak atau konselor untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(fir/fir)TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT
Parenting
Kapan Sebaiknya Anak Mulai Minum Vitamin?
Parenting
Bunda, Rajin Minum Jus Buah Sejak Kecil Pengaruhi Pola Makan Anak saat Remaja
Parenting
4 Tips Menjadi Orang Tua Baru, Begini Persiapannya Bunda
Parenting
Bunda Perlu Tahu, Pentingnya Mengajarkan Kejujuran pada Anak Sejak Dini
Parenting
Tips Agar Anak Tak Jadi Pelampiasan Emosi Bunda
7 Foto
Parenting
Potret 7 Anak Artis saat Menikmati MPASI, Ekpresinya Cute dan Gemas
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda
Ilustrasi/Foto: Getty Images/M-image
Hidden Hunger, Kelaparan Tersembunyi yang Perlu Diwaspadai pada Anak
Apa Itu 'Bayi Karnivora'? Tren Baru yang Dipertanyakan Ahli Gizi
Anak dari Ibu dengan Diabetes Cenderung Punya Skor IQ Lebih Rendah, Ini Penjelasannya