Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Bun, Hal Seperti Ini Bikin Anak Malas Ngobrol Sama Kita

Melly Febrida   |   HaiBunda

Senin, 19 Mar 2018 20:02 WIB

Bun, yuk kita berkontemplasi, apakah kita sudah benar-benar mendengar saat anak berbicara...
Bun, Hal Seperti Ini Bikin Anak Malas Ngobrol Sama Kita/ Foto: Thinkstock
Jakarta - Saya pernah mendengar ada orang tua yang jarang ngobrol sama anaknya. Orang tua ini lantas menyalahkan anaknya yang tidak bisa seperti anak lain yang dekat dan selalu ngobrol dengan orang tua tentang kesehariannya.

Tapi mungkin anak jadi malas ngobrol sama kita karena selama ini kita memberikan respons yang nggak sesuai dengan harapan dia. Yuk, simak bersama, Bun, beberapa bentuk percakapan yang bisa bikin anak enggan ngobrol masalahnya dengan kita.



Situasi 1: Ayah Sedang Sibuk dengan Ponselnya

Anak: Eric memukulku, apakah Ayah mendengarkanku?
Ayah: Ayah mendengarmu.
Anak: Jadi aku balas memukulnya dan dia memukulku lagi. Apa Ayah mendengar?
Ayah: Ayah mendengar setiap kata-katamu.
Anak: Tidak, Ayah nggak mendengarkannya.
Ayah: Ayah bisa mendengarmu sambil bermain game di waktu yang bersamaan.
Anak: Sudah lupakan saja.

Dalam situasi seperti itu, tentu saja anak akan kesal jika diabaikan. Menurut Adele Faber dan Elaine Mazlish dalam buku berjudul 'How to Talk So Kids Will Listen and Listen so Kids Will Talk' menanggapi seseorang hanya dengan menjawab dan mendengarkan tanpa memperhatikannya hanya akan menyakitinya, Bun.

Jadi, seharusnya ayah tersebut meninggalkan ponselnya dan beralih menghadap ke anak untuk mendengarkan apa yang anak sampaikan.

Situasi 2

Anak: Eric memukulku Ayah. Apakah ayah mendengarku?
Ayah: (Membalikkan badan dan memperhatikan anaknya)
Anak: Jadi, aku balas memukul dia dan dia memukulku lagi lebih keras.
Ayah: (Hanya berdiam mendengarkan cerita Andi)
Anak: Ayah tahu, aku akan bermain dengan Donny mulai sekarang. Dia tidak pernah memukul orang.

"Akan lebih mudah jika menceritakan masalah ke orang yang benar-benar mendengarkan. Terkadang simpati dengan berdiam itu adalah yang anak inginkan," ujar Adele.

Situasi 3

Anak: Seseorang mencuri tempat pensil merahku, Bun.
Bunda: Kamu yakin tidak menghilangkannya?
Anak: Tidak Bun. Itu ada di mejaku waktu aku ke toilet.
Bunda: Jadi, apa yang kamu harapkan kalau kamu meninggalkan barangmu begitu saja?
Kamu sudah melakukan ini sebelumnya kan. Ini bukan yang pertama kalinya. Bunda selalu mengingatkanmu, simpan barang berhargamu dalam meja. Masalahnya, kamu nggak pernah mendengarkan.
Anak: Oh. Tinggalkan aku sendiri

Kata Adele, anak sulit berpikir dengan jernih ketika seseorang bertanya, menyalahkan, ataupun malah menasihatinya Bun. Ketimbang menyalakan, lebih membantu dengan memberikannya jawaban sederhana, Bun, seperti, "Oh... Mmm... Atau oh begitu".

"Kata-kata seperti itu menunjukkan perhatian dan akan mengundang anak untuk mengeksplorasi pemikirannya dan perasaannya, serta mungkin saja ia memiliki solusi sendiri," sambung Adele.



Ada juga kondisi ketika orang tua malah menyuruh anak mengabaikan perasaannya yang sedih. Misalnya saja saat anak sedih kura-kuranya mati, kita malah memintanya untuk tidak sedih dan tidak menangis. Namun, kenyataannya sang anak malah makin sedih, Bun, bahkan menangis kencang.

"Orangtua biasanya tidak memberikan respons yang baik, karena mereka takut memberikan nama ke perasaan tersebut akan membuat makin buruk. Padahal sebaliknya. Anak-anak yang mendengarkan kata-kata sesuai dengan pengalamannya akan membuatnya sangat nyaman," terang Adele.

Bagaimana maksudnya memberikan nama ke perasaan? Contohnya saat anak kita bercerita tentang kura-kuranya yang mati padahal sebelumnya ia lihat masih hidup, kita bisa meresponsnya dengan mengatakan,"Oh tidak, pasti mengejutkan ya,".

Anak mungkin menanggapi dengan mengatakan bahwa kura-kura itu temannya. Kita bisa membalas dengan mengatakan, "Kehilangan teman itu memang menyedihkan,". Saat seperti itu, cerita anak akan mengalir dan kesedihan anak akan berkurang.

Nggak hanya itu Bun, kita sebagai orangtua juga terkadang suka lupa berhadapan dengan anak. Kata Adele dan Elaine, ketika anak menginginkan sesuatu yang dia nggak punya, kita sebagai orang dewasa selalu meresponsnya dengan penjelasan logika. Padahal, anak-anak belum paham. Alhasil semakin kita menjelaskan, anak-anak semakin protes.

Berbicara tentang mendengarkan anak, psikolog anak dan remaja dari RaQQi - Human Development & Learning Centre, Ratih Zulhaqqi mengatakan, orang tua perlu membiasakan diri 'mendengar suara' anak. Sehingga, anak bisa melakukan sesuatu tanpa dipaksa. Sebab, jika anak terus dipaksa saat melakukan sesuatu, dia akan merasa dirinya tidak penting dan harus terus mengikuti apa kata orang lain.

Kalau anak misalnya nggak mau belajar karena mengantuk, lihat aja benar atau tidak dia ngantuk. Kalau anak memang mengantuk, maka kita ajak tidur dulu. Jadi jangan sampai hanya anak beralasan menghindari waktu belajar karena ingin main-main atau karena malas.

"Sehingga, anak juga belajar bahwa segala sesuatu yang nggak mau dia lakukan itu ada reason-nya," ujar Ratih. (Nurvita Indarini)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda