Jakarta -
Ketika seorang ibu mengeluh nggak punya cukup waktu berkualitas untuk anaknya, beberapa orang yang nggak paham masalah langsung bilang, "Makanya jangan kerja melulu" atau "Siapa suruh jadi ibu
bekerja" atau "Makanya jangan mau ngurusin anak orang, anak sendiri jadi keteter". Hiks, kami butuh dipahami, bukan dinyinyiri.
Kadang orang lain yang nggak paham masalah langsung berucap tanpa mendengar dengan utuh keluhan ibu yang merasa nggak punya cukup waktu, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk anaknya. Memutuskan meninggalkan pekerjaan yang sekarang sedang dijalani mungkin bukan pilihan mudah. Atau ibu di rumah yang langsung menolak saat dititipi anak saudaranya juga mungkin nggak mudah. Please, stop memberi saran dengan nada nyinyir tanpa kepekaan. Lebih baik diam jika kata-katanya hanya menyudutkan dan menyakitkan orang lain.
Mungkin di luar sana ada ibu bekerja yang punya pilihan untuk mengatur waktu kerjanya sehingga punya waktu bersama anak yang berkualitas dan minim stres. Mungkin di luar sana ada ibu di rumah yang nggak perlu mikir dua kali saat harus mempekerjakan asisten rumah tangga untuk membantunya. Tapi tolong jangan samakan semua masalah dengan satu solusi.
Mungkin di luar sana ada ibu bekerja yang benar-benar hanya bekerja dari Senin sampai Jumat tanpa membawa pulang pekerjaan, yang waktu weekend-nya bebas dari urusan kerja sehingga bisa menjaga kewarasan. Sayangnya dunia nggak ideal bagi semua orang, sehingga beberapa ibu mencoba berdamai dengan kondisi yang sama sekali nggak dia sukai karena alasan tertentu.
Psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani, memahami bahwa setiap ibu punya tantangan masing-masing. Bahkan sesama ibu bekerja atau sesama ibu di rumah pasti ada saja tantangannya yang nggak bisa diselesaikan dengan satu formula yang sama.
Namun Nina, panggilan akrabnya, mencoba memberikan solusi dengan memanfaatkan teknologi. Meski teknologi tidak bisa menggantikan posisi ibu yang sebenarnya, tapi setidaknya bisa membantu ibu untuk bisa berkomunikasi dengan anak.
 Ketika Ibu Merasa Nggak Punya Cukup Waktu Bersama Anak/ Foto: Thinkstock |
"Jadi misalnya, orang rumah dibekali tentang pengetahuan soal teknologi kayak misal gimana sih cara pakai Skype atau video chat lainnya. Jangan sampai orang rumah gaptek atau nggak bisa pakai teknologinya juga," kata Nina di tengah acara konferensi pers kampanye Lotte Choco Pie #PremiumMomentstogether, di Tugu Kunstring, Menteng Jakarta beberapa waktu lalu.
Ibu bekerja, sambung Nina, memang banyak yang merasa bersalah karena meninggalkan anak dan keluarganya. Tapi ibu di rumah, meski kelihatannya memang punya banyak waktu di rumah, juga sering merasa bersalah pada anak juga karena kurang punya waktu berkualitas.
"Ibu rumah tangga bukan berarti punya banyak waktu untuk anak bisa aja kan karena dia terlihat sering di rumah, keluarga lain jadi minta diurusin ini itu dan lainnya. Itu berarti waktu dengan anak juga nggak banyak-banyak amat," papar Nina.
Nina juga menyarankan bikin jurnal tentang waktu dengan anak, gimana sih menciptakan waktu yang berkualitas, mengatur waktunya, serta apa aja yang ibu bekerja dan
ibu rumah tangga lakukan.
"Justru ya, ibu yang punya waktu sempit sering terpacu bikin momen berkualitas sama anak karena ia sadar nggak punya waktu banyak. Ini berlaku baik pada ibu bekerja maupun ibu rumah tangga," ungkap Nina.
Mungkin kita nyaris kehilangan kewarasan dengan semua hal yang kita lakukan, Bun. Jika memang sudah terlalu banyak yang dikorbankan, mungkin kita perlu merenung sesaat. Merenung untuk mempertimbangkan apakah semua ini lebih banyak membahagiakan kita dan keluarga atau sebaliknya. Jika kita masih punya pilihan, mungkin bisa mempertimbangkan pilihan lain yang lebih masuk akal dengan kehidupan kita.
Sabar ya, Bun, yuk tetap semangat menjalani kehidupan yang keras. Yuk, sama-sama kita niatkan untuk lebih bisa mengelola waktu sehingga waktu berkualitas bersama anak bisa sedikit lebih banyak. Selain itu, jangan lupa juga untuk menghargai hal-hal kecil yang anak lakukan ya, Bun.
(Nurvita Indarini)