Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Saat Ibu Berusaha Tegar di Depan si Kecil yang Sakit Serius

Amelia Sewaka   |   HaiBunda

Jumat, 20 Jul 2018 17:26 WIB

Tahu anak kena penyakit serius memang nggak mudah. Tapi demi si kecil, seorang ibu berusaha tegar di depan sang anak.
Saat Ibu Berusaha Tegar di Depan si Kecil yang Sakit Serius/ Foto: Thinkstock
Jakarta - Ibu mana sih yang sanggup menahan air mata ketika tahu anak dalam keadaan sakit serius. Inilah yang sedang Denada hadapi. Putrinya, Shakira, didiagnosis leukemia. Meski sedih Denada berusaha tetap tegar di depan Shakira.

Memang ya, Bun, sebagai ibu kita berusaha sekuat mungkin tetap tangguh di depan anak. Soalnya, nggak bisa terbayangkan gimana sedih dan pupusnya semangat si kecil ketika orang tuanya yang semestinya jadi sumber kekuatannya juga ikut-ikutan sedih. Hiks.

Menurut psikolog klinis, Christina Tedja menghadapi kondisi anak yang sedang sakit tentunya hal yang paling menyakitkan bagi semua ibu. Sehingga, menangis seringkali menjadi hal yang tak terelakkan. Bahkan, menjadi sesuatu yang sulit dikontrol.



"Bisa menahan air mata di depan anak dapat mengurangi kesedihan anak. Namun, ketika kita tak mampu menahan air mata di hadapan anak ini juga bukan hal yang buruk kok, sebab perlu mempertimbangkan kondisi psikologis ibu juga," kata psikolog yang akrab disapa Tina ini.

Menurut Tina, menangis adalah bentuk ekspresi kesedihan yang juga diperlukan bagi ibu asal tidak berlebihan dan berlarut-larut.

"Bukan berpura-pura kuat, tetapi selalu belajar menjadi kuat agar kekuatan tersebut dapat 'ditularkan' kepada anak sehingga turut menjadi kuat dalam menghadapi kondisinya," papar Tina saat ngobrol dengan HaiBunda.

Nggak hanya itu, Bun, saat anak sakit serius orang tua bisa mengalami secondary trauma stress. Apa itu?


"Secondary trauma stress adalah kondisi yang dialami oleh seseorang yang sedang mendampingi orang lain yang sedang mengalami stres, misal karena sakit kronis. Dan pada akhirnya kita ikut kena stres juga," kata Retno Dewanti Purba, psikolog edukasi mental.

Menurut psikolog yang akrab disapa Neno ini, kita sangat mungkin lho mengalami kondisi ini ketika dihadapkan dalam keadaan mengurus orang yang dicintai sakit, apalagi jika sakitnya yang langka atau kronis dan membutuhkan dana banyak. Ciri secondary trauma stress antara lain merasa gamang, mudah nangis, dikuasai oleh perasaan negatif, merasa lelah mental, lesu, lelah fisik dan merasa gagal. Produktivitas juga menurun dan merasa tidak punya harapan.

"Secondary trauma ini sebenarnya normal tapi ada beberapa orang yang justru menekan stres ini, 'Saya kuat' tapi dalam hati berantakan. Niatnya sih ingin kuat di depan orang yang dicintai. Boleh begini? Boleh, asal ada batasnya," kata Neno.

Karena itu menurut Retno penting untuk ibu berbagi peran pada pasangan ketika menghadapi masalah ini, sekalipun status kita dan pasangan sudah bukan suami istri. Jangan segan juga mencari support system karena dengan ngobrol bersama orang yang mengalami hal serupa, kita bisa sharing sehingga perasaan ini lebih plong.

(rdn)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda