Jakarta -
Pemeriksaan telinga-hidung-tenggorokan (THT) anak biasanya diabaikan kecuali ada keluhan. Padahal, penting lho cek rutin THT anak sedini mungkin. Tujuannya, agar total deafness atau
gangguan pendengaran pada anak bisa dihindari.
Menurut dr Hazrul Lutfi Hamid SpTHT-KL dari RS YPK Mandiri, pemeriksaan awal THT anak dan rutin membantu orang tua tahu apakah terjadi gangguan pendengaran pada anak yang bisa berdampak pada gangguan komunikasi si kecil.
"Paling sering penyebab gangguan pendengaran pada anak adalah saat hamil si ibu mendapat serangan virus misal campak, cacar, rubella, cacar air atau varicella dan virus-virus lain termasuk infeksi gondong. Jika salah satu atau beberapa virus ini menyerang ibu hamil, anak berisiko terkena total deafness atau gangguan pendengaran," papar dr Hazrul yang ditemui pada sesi media visit di RS YPK Mandiri, Jakarta Pusat baru-baru ini.
Dijelaskan dr Hazrul,
gangguan pendengaran pada anak bisa terdeteksi dari awal. Misal bayi 3 bulan tak ada reaksi saat mendengar apapun kemudian dicek kembali saat usia 6 bulan. Bila masih tak ada reaksi dr Hazrul menyarankan agar ortu segera konsultasikan ke dokter tumbuh kembang anak atau dokter THT.
"Nanti biasanya kami lakukan pemeriksaan BERA (Brainstem Evoked Response Audiometri). Kalau orang dewasa kan pakai audiogram, kalau bayi dan anak-anak pakai BERA. Dipasang alatnya seperti rekam jantung tapi yang ini di kepala karena hubungannya berkaitan pendengaran. Nah dari situ nanti ketahuan apakah anak ini ada masalah dengan pendengarannya atau tidak," ungkap dr Hazrul.
Dikatakan dr Hazrul, untuk mengatasi gangguan pendengaran pada anak bisa digunakan cochlear implant yaitu alat bantu dengar yang dipasang didalam rumah siput (Cochlear). Jadi, rumah siput yang bermasalah diganti dan ditanam yang baru. Nah, di Jakarta pengobatan ini sudah banyak dilakukan.
Dijelaskan dr Harim Priyono, SpTHT-KL dari Departemen Telinga, Hidung, Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher, RS Cipto Mangunkusumo - FK Universitas Indonesia, teknologi implan koklea bisa membantu pasien gangguan pendengaran bawaan lahir.
"Dengan catatan, gangguan pendengaran merupakan gangguan sensorineural atau saraf, sudah dalam kondisi sangat berat dan tidak lagi bisa dibantu dengan alat bantu dengar konvensional atau biasa," tutur dr Harim seperti dilansir
detikcom.
Operasi koklea merupakan tindakan memasang elektrode yang membantu saraf pendengaran di bagian telinga dalam. Elektroda inilah yang menggantikan fungsi koklea sebagai organ pendengaran.
"Operasinya pun cukup singkat, kurang lebih dua jam. Risikonya pun kecil. Perdarahannya bahkan lebih sedikit daripada operasi amandel. Bekas lukanya cuma 3,5 sampai 4 cm," tambah dr Harim.
(aml/rdn)