Jakarta -
Pusing gara-gara si kecil kecanduan nonton video di
YouTube? Bunda nggak sendiri, karena banyak orang tua mengeluh hal yang sama. Kemudahan mengakses YouTube membuat mereka mulai senang melihat film kartun, tutorial game, hingga video lainnya di platform satu itu.
Namun sayangnya, anak bisa menonton konten berbahaya, Bun, jika tidak diwasi. Meskipun rasanya sulit ya, jika harus mengontrol anak-anak melihat video di
YouTube setiap harinya. Apalagi, saat anak sudah beranjak besar, pasti mereka risih jika harus didampingi Bunda dan Ayah terus menerus.
Melansir
Yahoo, melihat video berlebihan dapat menyebabkan anak mengalami insomnia, gangguan konsetrasi, kegagalan berinteraksi sosial di dunia nyata, dan obesitas. Centers for Disease Control and Prevention menyebut, lebih dari sepertiga anak Amerika di bawah 19 tahun, mengalami kelebihan berat badan karena tidak melakukan cukup aktivitas fisik.
Tak hanya itu saja, dikutip dari
CNBC, para ahli kesehatan mental memperingatkan bahwa video yang memicu rasa takut akan memengaruhi perkembangan otak anak-anak. Donna Volpitta, Ed.D, pendiri Center for Resilient Leadership, mengungkap jika menonton video yang memicu rasa takut dapat menyebabkan otak menerima sedikit dopamin. Dopamin diproduksi di dalam tubuh untuk mendorong penguatan, dan menciptakan keinginan untuk melakukan sesuatu berulang-ulang.
"Anak-anak yang berulang kali mengalami emosi penuh tekanan atau ketakutan, mungkin kurang mengembangkan bagian korteks prefrontal otak dan lobus frontal mereka, bagian otak yang bertanggung jawab untuk fungsi eksekutif, seperti membuat pilihan sadar dan perencanaan ke depan," kata Donna.
Psikoterapis anak, Natasha Daniels, LCSW sekaligus pendiri AnxiousToddlers.com, situs pendidikan orang tua, setuju akan hal itu. Selama lima tahun terakhir, Daniels melihat peningkatan kasus anak-anak yang menderita kecemasan akibat menonton video YouTube. Daniels melihat kecenderungan anak-anak jadi kehilangan nafsu makan, sulit tidur, menangis dan ketakutan.
"Saya melihat anak-anak yang terkena dampak ini berusia antara 6 hingga 12 tahun, tapi yang lebih muda benar-benar memprihatinkan," lanjutnya.
Melihat dampak negatif tayangan di
YouTube, American Academy of Pediactrics menyarankan orang tua membatasi tontonan anak-anak. Untuk usia di bawah 18 bulan, harus menghindari media berbasis layar kecuali video-chatting. Sedangkan umur 18 hingga 24 bulan, harus menonton video dengan pendampingan orang tua. Sehingga mereka menonton konten berkualitas tinggi.
Anak berusia 2 - 5 tahun, diperbolehkan nonton video yang dipilihkan orang tuanya selama satu jam per hari. Sedangkan yang berusia 6 tahun ke atas, harus menerima batasan yang konsisten pada penggunaan media. Tetap prioritaskan tidur dan kegiatan fisik daripada menonton Youtube.
Jika Bunda dan Ayah tidak segera mengambil tindakan, dapat menyebabkan anak rentan mengalami perubahan suasana hati. Mereka akan lebih mudah menangis, bersedih, mengeluh, dan mengekspresikan ketakutan. Selain itu, si kecil juga cenderung menarik diri dari aktivitas sosial.
Jika anak susah dipisahkan dari
YouTube, sebaiknya segera buat perjanjian dengan mereka. Ajak anak bicara, dan buat panduan melihat YouTube. Tulis poin yang menjadi kesepakatan, sehingga anak tidak akan mendebat apa yang telah disetujui.
Taktik lain yang bisa Bunda dan Ayah terapkan adalah mengatur waktu dan ruang dalam menggunakan gadget. Misal, saat makan dilarang menyentuh ponsel. Atau, tidak boleh membawa masuk gadget ke dalam kamar tidur anak-anak.
Paling penting adalah mengontrol diri sendiri. Bunda dan Ayah jangan bermain gadget di depan anak, kalau ingin mereka sembuh dari kecanduan nonton
YouTube.
(rap/muf)