Jakarta -
Perilaku makan secara emosional atau yang kerap dikenal sebagai
emotional eating, pada dasarnya adalah makan bukan karena merasa lapar. Namun, secara psikologis keadaan kita tak seimbang dan mencari suatu pertahanan. Atau, defense mechanism untuk menyeimbangkan kembali kondisi tubuh, yaitu lewat makanan.
Jangan salah. Jika kebiasaan emotional eating ini dibiarkan bisa mengakibatkan gangguan yang parah lho seperti, binge eating, compulsive eating bahkan bulimia. Tak cuma orang normal, ibu hamil dan anak-anak juga rentan mengidap kebiasaan yang kurang baik ini. Menurut psikolog Tara de Thouars, BA, MPsi, bedanya untuk ibu hamil mungkin tidak terlalu terlihat karena mood ibu hamil kadang lebih kacau. Sehingga, ingin makan-makanan lain layaknya ngidam.
"Kita belum bisa bilang itu emotional eating, karena bisa aja itu ngidam. Bumil merasa mood lagi jelek, dan hamil ya sudah boleh dong makan yang ia inginkan. Namun tetap saja, bumil harus waspada akan perilaku emotional eating ini," papar Tara di sela acara 'Unilever Ajak Masyarakat Waspadai Kelebihan Asupan Gula Garam Lemak Akibat Emotional Eating' di Blue Jasmine Restaurant, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
 Foto: Istock |
Nah, anak-anak juga bisa terkena perilaku emotional eating. Karena, emotional eating sebenarnya adalah habit atau kebiasaan yang terbentuk sejak kecil.
"Biasanya ini adalah habit yang terbentuk dari kecil karena pola asuhnya dibiasakan. Sehingga, masuk ke dalam mindset anak bahwa, 'Oh berarti kalau saya lagi tidak nyaman atau stres, salah satu pelariannya adalah makanan'. Inilah yang akhirnya jadi habit hingga mereka tumbuh dewasa dan akhirnya berdampak nggak baik," ungkap Tara.
Tara menjelaskan, cara penanganannya emotional eating untuk bumil maupun anak-anak pada prinsipnya sama. Karena mereka harus belajar mengontrol emosinya. Misal kalau anak yaitu dengan mengajari mereka menyalurkan emosi dengan tepat seperti ke olahraga atau aktivitas outdoor.
"Selain itu kita juga ajari relaksasi yaitu makan harus benar-benar dirasain, dinikmati. Biasanya orang yang makan dengan emosi cenderung cepat sehingga saat dia makan malah nggak ngerasain nikmatnya. Pola asuh juga ngaruh ke emotional eating, karena makan itu kan perilaku dan perilaku adalah bentukan. Jadi, sama aja seperti orang obesitas, saat dari kecil dididik makan super banyak maka akan terbawa sampai dewasa," imbuh Tara.
Adapun 5 cara mengatasi
emotional eating yang bisa Bunda terapkan untuk Bunda sendiri maupun anggota keluarga lain. Seperti;
 Foto: Istock |
1. Makan tepat waktuJangan lewatkan sarapan, makan siang, dan makan malam untuk mencegah ngemil. Saat tubuh tidak diisi asupan, kita biasanya cenderung mencari yang manis-manis dan ini justru memberi lebih banyak di tubuh dibanding nasi.
2. Pilih alternatif makananPilih jenis makanan yang bersahabat bagi tubuh. Misal, biskuit gandum, buah atau jus tanpa gula.
3. Kesibukan yang positifUsahakan cari pelarian yang produktif. Bisa bermain alat musik, update blog, nonton DVD, atau olahraga. Intinya, apapun yang bisa Bunda nikmati hingga melupakan makanan.
4. CurahkanUngkapkan perasaan Bunda tentang masalah makanan atau
emotional eating ini ke buku misalnya. Mulai dari jenis makanan, jam makan, hingga biaya yang dihabiskan. Dengan begitu, Bunda jadi punya bayangan tentang pola makan sehari-hari dan mampu mengubahnya.
5. Kurangi rasa bersalahPerasaan ini akan membuat Bunda putus asa hingga akhirnya mencekoki diri dengan makanan tanpa henti. Kalau bablas, beri toleransi pada diri sendiri namun coba kurangi porsi untuk porsi makan berikutnya.
(aml/rdn)