Jakarta -
Widi Mulia dan Dwi Sasono menjadi pasangan yang banyak difavoritkan banyak orang. Terutama mengenai gaya parenting keduanya dalam mendidik ketiga anaknya yaitu Dru Prawiro Sasono, Widuri Putri Sasono dan Den Bagus Satrio Sasono.
Keharmonisan keluarga mereka dianggap sebagai
family goals, yang bikin kita senang melihatnya ya, Bun. Tapi ternyata, di balik itu mereka juga pernah mengalami konflik, bertengkar dan menangis juga lho.
Diungkap
Widi Mulia, sebagai keluarga modern, mereka nggak bisa lepas begitu saja dari masalah. Keterbatasan waktu karena kesibukan sebagai artis, kadang membuat mereka jadi tidak bisa memenuhi keinginan satu sama lain dalam waktu bersamaan.
"Terimakasih kalau banyak yang bilang kami keluarga harmonis, tapi sesungguhnya kami mirip seperti keluarga lain yang pinginnya punya waktu banyak bersama keluarga. Saya sama Mas Dwi keinginannya banyak. Waktu terbatas, energi terbatas, emosi juga terbatas. Sering cekcok, sering beradu pendapat dan ekspresinya macem-macem," ungkap Widi, saat berbincang eksklusif bersama HaiBunda, belum lama ini.
Bahkan, ibu tiga anak ini mengaku juga menangis ketika bertengkar dengan suami, Bun. Namun, seiring berjalannya waktu, Widi semakin memahami perannya sebagai orang tua. Sehingga, dia memilih untuk lebih bijaksana menyikapi masalah di dalam keluarganya.
Personel trio B3 ini mencoba memberi pengertian pada anak-anaknya bahwa setiap orang memiliki fase emosi dan marah. Bahkan, Widi dan Dwi mencoba untuk terbuka pada anak-anak, sehingga mereka memahami masalah orang tuanya.
 Foto: Didik Dwi Haryanto |
"Sama seperti layaknya orang berantem, saya sampai nangis dan kami membiasakan anak-anak mengerti sebagai manusia ada fase emosinya. Kita jarang memendam ya, kita jarang menutup-nutupi dan tidak berpura-pura. Ini yang membuat kami satu sama lain menjadi dekat," imbuhnya.
Mereka menerapkan konsep demokratis dalam mendidik anak. Ketiganya diberi kebebasan untuk mengutarakan keingian mereka di dalam keluarga. Meski kadang-kadang Widi menghadapi reaksi tak terduga dari anak-anaknya, namun sejauh ini masih bisa diatasi lho, Bun.
Teori parenting nggak berlaku?Dalam mendidik ketiga anaknya, ada kalanya Widi harus menghela napas ketika semua teori parenting nggak mudah dipraktikkan. Ya, diakui Widi kalau kadang-kadang segala teori yang dibaca di buku dan hasil seminar tidak efektif diterapkan pada Dru, Widuri dan Den Bagus.
"Itu tantangan terbesar ketika apa yang saya baca di buku, di share di seminar, di diskusi, nggak ada gunanya kalau kita nggak ngasih contoh dari yang kita pelajari itu. Bukan berarti stop, tapi berarti untuk menjadi orang tua yang baik harus jadi orang baik dulu nih. Karena mereka mencontoh apa yang kita lakukan," tegas Widi.
Sebagai contoh, Widi melihat anak-anaknya tidak akan mau bersikap manis ketika melihat ibunya sering marah-marah, Bun. Jadi, hal itu membuat
Widi dan Dwi berpikir dua kali sebelum bertindak, emosional dan meledakannya di depan anak-anak.
"Jadi sekarang kalau aku mau marah, oke disaring dulu. Kalau mau marah layak nggak nih, mau ngobrol baik-baik, mau emosional atau mau nangis dulu, ada pilihannya dan biasanya proses itu kita lalui bersama-sama, jadi orang tua dan anak sama-sama belajar," lanjutnya.
Nah, ternyata hal itu efektif diterapkan di keluarga mereka lho, Bun. Sebagai anak, Widuri pun akhirnya mengerti kesibukan orang tuanya. Sehingga, mereka melihat kondisi ibu dan bapaknya sebelum meminta sesuatu.
"Kalau pingin ngomong sesuatu aku pikir-pikir dulu kalau ibu sibuk. Aku pingin ngajak berenang tapi ibu sibuk," ungkap Widuri menimpali obrolan ibunya bersama HaiBunda.
Dalam kondisi seperti ini, Widi memilih berbagi peran bersama suaminya. Menurutnya, pembagian tugas dalam rumah tangga mereka sudah cukup jelas. Saat Widi sedang menghadapi banyak pekerjaan, otomatis Dwi yang akan menghandle dan mengajak main ketiga anak-anaknya.
Namun Widi kerap sebal nih, Bun, kalau anak-anak sudah main sama bapaknya. Sebab, Bapak Dwi sering memberi kelonggaran pada Dru, Widuri dan Den Bagus dalam memberikan sesuatu. Sehingga anak-anak kerap 'mengakali' si bapak saat meminta mainan. He-he-he.
"Kalau di rumah yang available diajak main tuh bapaknya, yang paling mengerti bisa memecah suasana. Tapi, kalau urusan main bapak suka lupa, suka ngasih sesuatu tanpa syarat. Beli mainan tanpa syarat, jadi anak-anak suka menyiasati. Apa yang nggak boleh sama ibu, bisa sama bapak," ungkapnya sambil tersenyum.
Namun,
Widi tetap menekankan agar setiap orang tua dapat menjadi contoh bagi anak-anaknya. Sebab, mereka akan lebih mudah mencontoh segala tingkah laku orang tuanya. Jadi intinya, kita dituntut untuk jadi orang tua yang baik dulu agar anak bisa mengikutinya.
"Aku
highlight lagi, kalau mau jadi orang tua yang baik harus jadi orang baik dulu. Manusia yang baik itu kan harus bisa bertanggung jawab sama dirinya sendiri, merepresentasikan dirinya sendiri."
Pendapat serupa dikatakan Deny Hen MM CLC, founder Pembelajar Hidup yang juga life-marriage coach. Menurut penulis buku
The Great Marriage ini, pola asuh yang baik berasal dari pernikahan yang baik pula.
"Begini, ketika mau mendidik anak dengan baik, otomatis anak pasti melihat contoh nyatanya dong, alias orang tuanya sendiri. Anak itu jarang mengingat apa yang kita omongin, tapi jangan lupa anak itu peniru ulung dan pengingat yang baik. Gimana mau menerapkan pola asuh anak yang baik kalau ortunya sendiri sering ribut di rumah?" ungkap Deny Hen.
(rap)