Jakarta -
Kasih sayang dan cinta ibu kepada anak tidak akan bisa digantikan oleh apapun. Karena
anak adalah anugerah yang harus selalu dijaga sampai kapan pun ya, Bun.
Inilah yang diceritakan Fitri Yenti, ibu dari Umar Abdul Azis, anak pengidap penyakit langka
Mucopolysaccharidosis II (MPS II) yang kini berusia 7 tahun 3 bulan.
"Awal mula diagnosis Umar tegak saat usia 3 tahun 7 bulan. Sebenarnya saya dan suami sudah ada kecurigaan karena
perkembangan Umar berbeda dengan anak lainnya," ujar Fitri dalam Acara 'Rare Disease Day 2019' baru-baru ini di bilangan Jakarta Timur.
Saat berusia enam bulan, Umar mulai terlihat mengalami kemunduran motorik dan hidungnya
meler terus. Setelah dicek ke dokter, Umar dinyatakan terkena adenoid, seperti amandel di hidung. Untuk kemunduran motorik Umar, kata dokter disebabkan penumpukan cairan di luar otak (higroma subdural).
"Setelah itu mulai dari usia 6 bulan sampai 17 bulan, Umar menjalani fisioterapi rutin. Alhamdulillah dia sudah mulai jalan," kata Fitri.
Namun, setelah itu kondisi Umar tidak juga mengalami perbaikan. Karena kurangnya informasi dan pengetahuan, Fitri dan suami tidak banyak melakukan apapun kecuali menjalani fisioterapi untuk Umar.
 Kisah Ketegaran Bunda yang Anaknya Idap Penyakit Langka Foto: istock |
Bagi Fitri, salah satu kendala terbesar yang dihadapi adalah sulitnya mendiagnosis pasti penyakit Umar. Dari awal cek ke dokter, ia tidak pernah mendapatkan kepastian soal penyakit Umar.
Setelah menjalani berbagai pemeriksaan dan
pengobatan, Umar dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan bertemu Dr.dr.Damayanti Rusli Sjarif, SpA (K), ketua Divisi Nutrisi & Penyakit Metabolik Ilmu Kedokteran Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSCM.
"Waktu bertemu dr.Damayanti, dia langsung menduga Umar mengidap MPS II dari gejala dan tanda-tandanya. Tapi untuk lebih pasti diagnosisnya, sample Umar dikirim ke Taiwan," tutur Fitri.
Akhirnya, tepat di usia 3 tahun 7 Bulan, Umar dinyatakan mengidap MPS II. Dikutip dari Gaucher Disease, MSP II adalah penyakit yang disebabkan tidak adanya enzim iduronate sulfatase. Gejala umum yang terjadi pada bayi adalah kegagalan perkembangan beberapa organ tubuh, seperti bentuk wajah dan ketidaknormalan kerangka tubuh.
Pengobatan yang dijalaniUntuk pengobatan, Umar mendapat enzim replacement therapy, terapi wicara, terapi sensori integritas, dan pemberian obat semprot untuk mengatasi adenoidnya. Selain itu, untuk masalah di otak, Umar menjalani operasi pemasangan shunt seperti yang dijalani anak dengan hidrocepalus.
"Sebelum mendapatkan enzim replacement therapy, kondisi Umar semakin turun, seperti tangan bengkok, badannya enggak lurus, penebalan hati, dan pilek terus-menerus padahal dua minggu sebelumnya adenoid sudah diangkat," ujar Fitri.
Fitri menceritakan jika Umar yang merupakan anak ketiga dari lima bersaudara itu adalah anak yang lincah dan aktif. Hingga kini, Umar masih menjalani pendidikan di TK berkebutuhan khusus.
Salah satu yang disyukuri Fitri adalah dukungan keluarga besar dan anak-anaknya yang lain. Ia menjelaskan bila kakak dan adik Umar mulai mengerti kondisi saudaranya dan ikut membantu menjaga Umar. Namun, baginya dukungan terbesar berasal dari suami yang tidak pernah lelah menyemangati.
"Saya ingat waktu pertama kali Umar dinyatakan kemungkinan MPS II, saya hanya berdua bersama Umar pulang naik ojek. Saya nangis sepanjang jalan pulang. Untunglah saat sampai di rumah, suami menguatkan. Dia selalu bilang untuk menghadapinya bersama-sama dan jangan bedakan Umar dengan anak kita yang lain," kata Fitri.
Sebagai
seorang ibu, Fitri berharap agar kisahnya ini tidak dialami ibu lain. Dia juga menginginkan agar pemerintah bisa ikut ambil bagian membantu anak-anak pengidap
penyakit langka terutama dalam hal penegakan diagnosis. Menurut Fitri, makin cepat anak diagnosis ditegakkan, makin cepat penanganan yang didapat anak.
Tetap semangat ya Bunda Fitri!
[Gambas:Video 20detik]
(ank/rdn)