Jakarta -
Ibu mana yang tidak sedih saat kehilangan anak untuk selamanya. Lebih sedih lagi jika kematian putranya menjadi sasaran berita hoax.
Inilah yang dialami seorang ibu asal Malaysia, bernama Dzurriana. Dilansir
mStar, anak sulungnya, Muhammad Yusuff Aymen meninggal lima hari setelah dilahirkan di sebuah rumah sakit swasta, di Johor Bahru pada Oktober lalu.
Berita kematian sang anak ramai dibicarakan karena kabarnya disebabkan suntikan vaksin, Bun. Padahal itu semua salah.
Dalam unggahan di
Facebook, sebuah perkumpulan anti-vaksin membagikan berita ini. Tujuannya untuk mendukung pernyataan mereka tentang bahaya vaksin.
"Awalnya tentu sedih, sebab anak meninggal tiba-tiba. Mulanya saya baca, saya tidak terima. Tapi ada teman yang menasihati supaya jangan baca hal yang tidak benar," kata wanita yang akrab disapa Yiyin ini.
Yiyin sempat tidak mengindahkan posting-an itu. Namun, dia akhirnya membuka tautan link dan membaca semua komentar. Ia merasa semua yang dikatakan orang-orang di sana tidak benar.
"Saya merasa kecewa dan juga menangis. Sebab, komentar-komentar mereka keterlaluan dan tidak menghormati perasaan saya," ujar Yiyin.
Twitter Yiyin/ Foto: Twitter |
Wanita 29 tahun itu tidak terima anaknya dibilang meninggal karena vaksin. Padahal, penyebabnya karena pendarahan di paru-paru.
"Anak saya meninggal karena pendarahan paru-paru (
pulmonary hemorrhage). Tapi, jika ada yang bilang itu karena vaksin, saya jadi sedih," tutur Yiyin.
"Setiap orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya. Tak ada yang ingin membunuh anaknya sendiri. Komentar-komentar itu sudah kelewatan," sambungnya.
Yiyin lalu meminta bantuan pada teman-temannya untuk melaporkan artikel palsu itu. Meski begitu, dia masih bisa menemukannya di laman
Facebook."Saya tahu dari tag unggahan di FB. Bila saya klik dan baca, rupanya itu di screenshot dan di bagikan untuk mengokohkan pendapat yang menolak vaksin," jelas Yiyin.
Perkembangan zaman memang tidak bisa dipungkiri menjadi cara untuk menyebarkan isu yang tidak benar. Menurut pengajar psikologi di University of Lincoln di Amerika Serikat, Nathan A Heflick Ph.D., berita palsu hanyalah informasi yang disebarkan oleh sumber yang belum tentu benar.
"Hasilnya sebenarnya tergantung dari penafsiran masing-masing, melihatnya sebagai berita nyata atau palsu," kata Heflick, dikutip dari
Psychology Today.
Sedangkan kata penulis buku
Think: Why You Should Question Everything Guy, P. Harrison, jangan pernah menerima klaim, cerita, atau artikel itu seratus persen benar.
"Keraguan itu baik, skeptisisme bukanlah sinisme. Berpikir kritis tidak berarti kamu berpikiran tertutup atau
negatif. Kita harus mendekati semua berita dengan cara ini, dari manapun sumbernya," ujar Harrison.
Simak juga tips mengatasi anak kejang karena demam di video berikut:
(ank/rap)