Jakarta -
Pernikahanku sudah berjalan 4 tahun. Seperti rumah tangga lain, cekcok sering terjadi antara aku dan suamiku. Awalnya masih biasa saja, hingga perlahan ada yang ku rasa tak beres.
Suamiku, yang usianya berjarak 5 tahun denganku sehari-harinya bekerja sebagai sopir angkutan umum. Seperti biasa, tiap hari dia berangkat jam 06.00 WIB dan pulang di siang hari, lalu makan siang, istirahat sejenak, dan kembali kerja. Habis Maghrib, dia biasanya baru pulang dengan sesuatu yang bikin bibir ini tersungging. Ya, apalagi kalau bukan uang.
Meski tak tentu, kadang banyak, pas-pasan, bahkan sedikit, aku tetap bersyukur. Namun, perlahan ada yang berubah dari kesehatianku. Suami yang biasa berangkat kerja jam 06.00 jadi lebih rajin, habis bedug Subuh saja langsung pergi. Saat kutanya enggak salat dulu? "Nanti aja di jalan," jawabnya.
Siang hari dia makin jarang pulang. Alasannya, penumpang sedang ramai. Pulangnya pun kian malam, sampai tengah malam. Paling cepat jam 22.00 WIB. Berdalih penumpang banyak, aku justru curiga karena uang yang diberi malah berkurang dari biasanya.
Makin hari aku makin curiga. Kebetulan, aku cukup dekat dengan iparku. Suatu hari, dia bercerita melihat suamiku sedang berduaan dengan pramusaji di sebuah rumah makan daerah rumahnya, yang masih satu wilayah dengan tempat tinggalku. Pertama tak percaya, tapi setelah kukaitkan kejadian yang kualamu, timbullah curiga.
Dibantu saudara ipar, aku diam-diam membuntuti suamiku. Pernah suatu ketika aku pergoki suamiku menyewakan kendaraannya pada temannya, sedangkan dia masuk ke sebuah rumah makan pinggir jalan yang bentuknya sederhana.
Aku menunggu beberapa lama, suamiku keluar bersama seorang wanita yang kukisar umurnya 18 tahunan. Mereka berpelukan mesra seiring lututku yang makin lemas.
Untuk cerita selanjutnya, cek halaman berikutnya, Bunda.
(rdn/rdn)