Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

cerita-bunda

Siang Itu Aku Bertengkar dengan Ayah, Malamnya Beliau Berpulang ke Rahmatullah

Sahabat HaiBunda   |   HaiBunda

Jumat, 09 Jul 2021 17:14 WIB

Father and daughter relaxing on a rocky beach by the sea and having time together
Ilustrasi Ayah dan anak/Foto: iStock

Penyesalan memang disebut demikian karena datang belakangan. Ini yang aku rasakan ketika bertengkar dengan Ayah di tahun 2010 silam.

Ternyata itu jadi obrolan panjangku terakhirku dengannya. Penuh dengan bentakan, penolakan, dan yang paling sakit aku ingat adalah kebencianku saat itu.

Kejadian ini berlangsung di saat aku baru lulus SMU, Bun. Ayah dari awal sebelum kelulusan sudah minta aku nerusin ke bangku kuliah. Tapi karena kami tinggal di kampung, aku pikir buat apa aku sekolah tinggi-tinggi?

Banner panduan merawat anak terpapar covid-19Foto: HaiBunda/ Mia Kurnia Sari

Semua temanku hampir ngga ada yang kuliah karena biaya. Kalau pun ada, mereka ujung-ujungnya hanya mau jadi PNS yang gayanya petantang-petenteng di kampung.

Aku udah niat mau berdagang. Karena nyaris semua anggota keluargaku yang sukses itu jadi pedagang. Paling ngga punya warung kopi yang bisa menafkahi anak-anakku kelak.

Setiap Ayah bilang masalah kuliah, aku hanya diam. Atau paling lihat-lihatan sama Mamak. Mamak tahu aku ngga mau kuliah, tapi Ayah berkeras karena mau lihat anak sulungnya jadi Sarjana.

Kebetulan di bulan Mei 2010 itu ada kakak sepupu Ayahku yang meninggal. Almarhum itu lama merantau ke Jakarta sehingga membesarkan anak-anaknya pun di sana.

Saat meninggal dunia, Beliau dipulangkan ke kampung untuk dimakamkan. Jadilah kami keluarga besar mengadakan pengajian besar-besaran untuk almarhum.

Aku girang karena bakal ketemu kakak-kakak sepupu dari Jakarta. Namun rupanya kegiranganku itu malah berujung pertengkaran hebat dengan Ayah.

Menyesal banget habis itu, Bun. Lihat apa yang terjadi di HALAMAN SELANJUTNYA.

[Gambas:Video Haibunda]



Kata Terakhir Kami Penuh Kebencian

Silhouette of a happy father holding his little child's arms and spinning him in circles on a summer day.

Ilustrasi/Foto: Istock

Seusai pengajian, aku nimbrung kenalan sama kakak-kakak itu. Aku kagum karena mereka 'tuh bicara kayak bintang sinetron di TV dengan gaya baju yang keren. Ngga pernah ada di kampungku gaya seperti mereka.

Ayah ternyata melihat kesempatan itu untuk membuka mataku soal pendidikan. Beliau mulai perbincangan dengan para kakak itu soal di mana mereka berkuliah.

“Kak, tolong bilang sama anak Om nih. Dia ngga mau kuliah, padahal Om ada uang,” Ayahku mulai mengarah.

Mumpung Om masih ada uang, masih ada umur. Kapan lagi coba? Coba Kak tolong bilang sama dia,” Ayah masih berusaha.

Kakak-kakak sepupu yang baik itu hanya diam dan senyum. Kakak tertua cuma bilang,”Oke Om, nanti aku tunjukkin ya kuliah yang bagus di Jakarta apa aja.”

Aku hanya diam tapi kesal setengah mati. Menurutku Ayah mempermalukanku. Jadilah aku pulang ngambek. Sampe rumah, aku masuk kamar, banting pintu.

Ngga lama Ayah menyusul. Begitu masuk rumah, Beliau langsung marah dengan reaksiku yang dia anggap ngga sopan. Ayah marah-marah depan kamarku, bilang aku begini-begitu.

Aku ngga kalah marah dengan ikutan membentak dari balik pintu. Mamak dan adikku memisahkan, tapi kayaknya Ayah marah banget. Begitu pun aku. Huhu, sedih lagi ingatnya.

Setelah itu Ayah pergi ngga tau ke mana. Aku ngambek kayak bocah di kamar. Ayah baru pulang sore harinya dan kata Mamak dia kelelahan mau langsung tidur.

Aku ngga ketemu lagi sama Beliau habis itu, huhu! Menurut Mamak, saat mau magrib Ayah ngga bisa dibangunin. Saat digoayang-goyang, badan Ayah sudah dingin, Bun.

Mamak menjerit dan langsung membuat kami panik. Adikku lari menuju rumah bidan Puskesmas lalu membawanya ke rumah. Dari pemeriksaan medis, Ayahku dinyatakan meninggal dunia karena serangan jantung.

Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un…

Itulah hari terakhir aku bicara sama Ayah. Nyesalnya ampun-ampun, Bun. Selesai penguburan, aku langsung nyari universitas swasta dengan jurusan Ekonomi.

Aku memang ngga bisa menyenangkan Ayah saat masih hidup. Tapi aku akan berusaha meluluskan keinginannya agar Beliau bahagia di sana. Maafkan aku, Ayah.

(Cerita Bunda M)

Mau berbagi cerita, Bunda? Share yuk ke kami dengan mengirimkan Cerita Bunda ke [email protected] yang ceritanya terpilih untuk ditayangkan, akan mendapat hadiah menarik dari kami.


(ziz/ziz)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda