
kehamilan
5 Jenis Hipertensi yang Perlu Diwaspadai Ibu Hamil
HaiBunda
Senin, 13 Jul 2020 05:40 WIB

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi yang umumnya dialami orang dewasa. Kondisi ini juga kerap dialami ibu hamil lho, Bunda.
Menurut perawat Donna Murray, RN, BSN, memiliki hipertensi saat hamil bisa berisiko pada ibu dan bayinya. Hipertensi diketahui melalui angka tekanan darah, dengan nilai di atas 140/90 mmHg.
"Hingga 20 persen wanita memiliki tekanan darah tinggi selama kehamilan. Wanita bisa mengalaminya sebelum hamil, namun dapat juga terjadi pertama kali saat hamil," kata Murray, dikutip dari Very Well Family.
Dokter tidak tahu pasti alasannya, namun wanita bisa mengalami hipertensi, kapanpun selama kehamilan. Hipertensi seringkali menjadi kondisi kesehatan yang tidak diketahui ibu hamil. Kebanyakan orang tidak tahu tekanan darahnya tinggi sampai mereka melakukan pemeriksaan kesehatan.
"Jadi, cara terbaik untuk mengetahui hipertensi adalah memeriksakan ke dokter," ujar Murray.
Ada lima jenis hipertensi yang perlu diwaspadai ibu selama hamil. Mengutip berbagai sumber, berikut penjelasannya:
Hipertensi kronis
Hipertensi kronis adalah tekanan darah tinggi yang tipenya bertahan lama dan bukan suatu kondisi disebabkan kehamilan. Bisanya sudah terjadi sebelum hamil.
Namun, kondisi ini biasanya tidak memiliki gejala dan sulit diketahui kapan terjadinya. Wanita dengan hipertensi kronis memiliki jumlah protein dan urine yang tidak normal atau dikenal dengan proteinuria.
Bunda dapat mengalami hipertensi kronis bila:
- Sudah memiliki hipertensi sebelum hamil.
- Mengalami hipertensi sebelum minggu ke-20 kehamilan.
- Terus mengalami hipertensi 12 minggu setelah kelahiran bayi.
![]() |
Hipertensi gestasional
Tekanan darah tinggi yang dapat dikaitkan dengan kehamilan disebut hipertensi gestasional. Kondisi ini terjadi selama kehamilan tanpa ada protein dalam urine atau perubahan fungsi hati.
Hipertensi gestasional biasanya bersifat sementara dan cenderung hilang pada 12 minggu setelah bayi lahir. Namun, ini dapat meningkatkan risiko terkena lagi di kemudian hari.
Hipertensi gestasional bisa terjadi jika Bunda:
- Tidak memiliki masalah tekanan darah tinggi sebelum kehamilan.
- Mengalami tekanan darah tinggi selama kehamilan, biasanya setelah minggu ke-20.
- Tidak memiliki masalah kesehatan lain yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.
- Tidak memiliki tanda-tanda preeklampsia seperti protein dan urine.
Preeklampsia
Preeklampsia adalah masalah tekanan darah tinggi yang spesifik saat hamil. Ini memengaruhi banyak sistem organ dalam tubuh, termasuk jantung, ginjal, hati, otak, dan plasenta.
Preeklampsia ringan didiagnosis dengan tekanan darah 140/90 mmHg setelah 20 minggu kehamilan, dengan protein di urine atau gejala preeklampsia lainnya. Kondisi ini bisa menjadi parah jika:
- Tekanan darah sangat tinggi lebih dari 160/110 mmHG dalam dua kali pemeriksaan setidaknya dengan jarak waktu 4 jam.
- Protein dalam urine.
- Pembengkakan (edema) terutama di tangan dan wajah.
- Gangguan penglihatan.
- Sakit perut atau sakit kepala.
- Mual dan muntah.
- Sensitif terhadap cahaya.
- Berat badan bertambah karena retensi cairan.
Dokter bisanya mendiagnosis preeklampsia setelah melakukan pengukuran tekanan darah dan menguji sampel darah dan urin. Wanita yang mengalami bentuk preeklampsia ringan mungkin tidak mengalami gejala apa pun.
Pada kasus tertentu, preeklampsia terjadi usai melahirkan. Ini adalah kondisi medis serius yang dikenal sebagai preeklampsia postpartum. Preeklampsia postpartum biasanya didiagnosis dalam waktu 48 jam setelah melahirkan, tetapi dapat terjadi hingga 6 minggu kemudian.
![]() |
Hipertensi kronis dengan superimposed preeklampsia
Kondisi ini terjadi ketika ibu hamil sudah memiliki hipertensi dan kehamilan membuat kondisinya semakin buruk. Gejala ini umumnya muncul setelah minggu ke-20.
Pada kondisi ini, tekanan darah sulit dikendalikan. Selain itu, protein dalam urine memburuk atau terjadi komplikasi terkait tekanan darah lain selama kehamilan.
Eklampsia
Eklampsia adalah bentuk komplikasi preeklampsia yang sudah parah. Kondisi ini jarang terjadi, namun bisa menjadi serius dan menyebabkan ibu kejang selama hamil.
Eklampsia menyerang sekitar 1 dari 200 wanita dengan preeklampsia. Bunda dapat berisiko eklampsia bahkan jika tak memiliki riwayat kejang.
Jika preeklampsia memburuk bisa memengaruhi otak sehingga timbul kejang. Kondisi eklampsia umumnya terjadi karena ibu mengalami hipertensi gestasional atau kronis, usia lebih dari 35 tahun atau di bawah 20 tahun, hamil anak kembar atau mengidap diabetes dan kondisi lain yang memengaruhi pembuluh darah.
Baca Juga : 6 Cara Mengurangi Risiko Tanda Bahaya Kehamilan |
Simak juga ciri hamil dari perubahan kulit, di video berikut:
(ank/jue)TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT

Kehamilan
Panas yang Ekstrem Bisa Bahayakan Ibu Hamil? Ini Penjelasan Pakar Bun

Kehamilan
7 Makanan Pemicu Darah Tinggi pada Ibu Hamil, Makanan Kaleng hingga Kafein

Kehamilan
5 Cara Mudah Menurunkan Darah Tinggi untuk Ibu Hamil

Kehamilan
5 Jenis Makanan untuk Atasi Hipertensi Selama Kehamilan

Kehamilan
7 Cara Mengurangi Risiko Darah Tinggi pada Ibu Hamil


5 Foto
Kehamilan
5 Potret Kebahagiaan Anggika Bolsterli Jalani Kehamilan Pertama
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda