HaiBunda

KEHAMILAN

17 Jenis Komplikasi Persalinan, Bunda Perlu Tahu

Annisa Karnesyia   |   HaiBunda

Kamis, 12 Oct 2023 15:30 WIB
17 Jenis Komplikasi Persalinan, Bunda Perlu Tahu/ Foto: Getty Images/iStockphoto
Jakarta -

Komplikasi persalinan bisa menjadi penyebab kematian ibu dan janin. Ada banyak jenis komplikasi persalinan dengan penyebab yang berbeda-beda, Bunda.

Komplikasi persalinan merupakan kondisi yang terjadi selama persalinan yang dapat mengancam nyawa ibu dan bayinya. Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan Sub Endokrinologi & Menopouse Paruh Waktu di RS Hermina Jatinegara, Prof. Dr. dr. Andon Hestiantoro, Sp.OG-KFer, mengatakan bahwa beberapa komplikasi persalinan dapat diketahui sejak awal kehamilan atau terjadi selama masa kehamilan. Komplikasi dapat dipicu oleh kondisi yang dialami ibu dan janin.

"Persalinan itu tidak pernah terlepas dari kehamilan itu sendiri. Persalinan adalah proses lahirnya janin, tapi sebenarnya ada kaitan dengan ibu yang sedang hamil karena kehamilan itu sendiri buat perempuan tidak selalu baik," ungkap Andon.


Penyebab komplikasi persalinan tergantung dari apa yang dialami ibu dan bayi. Misalnya, terjadi perdarahan hebat saat persalinan dapat disebabkan karena robekan di rahim, kontraksi rahim tidak bagus, ada masalah pada plasenta, atau terjadi infeksi.

"Itu komplikasi persalinan bisa pada ibunya atau janin. Kalau fokus pada ibunya, itu bisa pada proses persalinan terjadi perdarahan pada jalan lahir akibat robekan, kontraksi rahim yang tidak bagus, adanya plasenta yang tidak menempel dengan baik, atau gangguan faktor pembekuan darah. Itu bisa menyebabkan perdarahan," kata Andon saat dihubungi HaiBunda, Selasa (10/10/23).

Jenis komplikasi persalinan

Ada beberapa jenis komplikasi persalinan yang perlu Bunda ketahui guna mencegahnya terjadi. Berikut 17 komplikasi persalinan beserta penjelasannya:

1. Perdarahan hebat

Perdarahan merupakan komplikasi persalinan yang paling banyak dialami selama proses melahirkan. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), perdarahan menjadi salah satu penyebab utama kematian ibu pada saat kehamilan atau persalinan.

Menurut penjelasan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), penyebab perdarahan saat persalinan dapat disebabkan karena rahim robek (ruptur uteri) dan retensio plasenta. Sementara pada kondisi perdarahan postpartum dapat disebabkan karena gangguan pembekuan darah dan sisa plasenta dan selaput ketuban.

Perdarahan yang terjadi saat persalinan juga dapat disebabkan karena kondisi ibu selama hamil, seperti preeklamsia, eklampsia, anemia, miom saat hamil, dan masalah pada plasenta.

2. Posisi bayi sungsang atau melintang

Sungsang adalah posisi bayi yang berubah dalam kandungan, misalnya posisi kepala di atas atau kaki di bawah. Posisi ini menyulitkan bayi keluar melalui jalan lahir pada persalinan normal.

Posisi bayi sungsang atau melintang dalam kandungan juga bisa menyulitkan persalinan. Salah satu risikonya dapat menyebabkan rupture uteri atau rahim robek, yang pada akhirnya memicu perdarahan.

"Iya (termasuk komplikasi persalinan). Kalau bayi melintang kan dia enggak bisa lahir, kalau enggak bisa lahir itu bisa robek rahim," kata Andon.

3. Preeklamsia dan eklamsia

Preeklamsia adalah kondisi meningkatnya tekanan darah ibu saat hamil, yang bisa mencapai 140/90 mmHg. Sedangkan eklamsia adalah kejang yang dialami ibu setelah melalui fase preeklamsia.

Menurut Andon, preeklamsia dan eklamsia masuk dalam tiga penyebab kematian tertinggi pada ibu hamil dan bersalin di Indonesia. Angka kejadiannya tercatat sekitar 3,8 sampai 8,5 persen, dan menjadi 24 persen penyebab kematian ibu secara keseluruhan di Indonesia.

"Preeklamsia dan eklamsia dapat dialami oleh ibu hamil karena tekanan darah tinggi. Saat preeklamsia mengalami komplikasi dapat berubah menjadi eklamsia, yaitu kejang pada ibu hamil, yang mengancam nyawa Bunda dan janin," ujar Andon.

4. Plasenta aktreta

Masalah yang terjadi pada plasenta perlu diwaspadai selama kehamilan karena bisa menyebabkan komplikasi persalinan, Bunda. Salah satunya adalah plasenta aktreta.

Kondisi plasenta akreta terjadi saat pembuluh darah plasenta tumbuh terlalu dalam di dinding rahim. Masalah pada plasenta ini dapat menyebabkan perdarahan di trimester akhir dan usai persalinan.

"Kalau bisa upayakan dicegah jangan terlampau cepat memutuskan melahirkan dengan cara caesar, karena kalau di-caesar bisa ada risiko cacat bekas jahitan itu, dam plasenta bisa melekat di bekas sayatan atau menjadi plasenta akreta," kata Andon.

5. Solusio plasenta

Solusio plasenta terjadi ketika sebagian atau seluruh plasenta terpisah dari dinding bagian dalam rahim sebelum melahirkan. Kondisi ini dapat menyebabkan perdarahan hingga kematian bayi, Bunda.

Solusio plasenta dapat terjadi secara tiba-tiba dan umumnya dialami ibu hamil di trimester ketiga. Dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dr.Ilham Utama Surya, Sp.OG, mengatakan bahwa solusio plasenta sering menyebabkan kematian janin.

"Kalau plasenta lepas dari rahim, bayi bisa meninggal di usia kehamilan berapa pun," ujarnya kepada HaiBunda, beberapa waktu lalu.

6. Plasenta previa

Plasenta previa juga merupakan salah satu risiko persalinan yang perlu diwaspadai. Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Dr. dr. Suskhan Djusad, Sp.OG (K), mengatakan bahwa plasenta previa dapat menyebabkan perdarahan hingga berujung pada kematian.

"Plasenta previa adalah kelainan letak plasenta pada kehamilan. Normalnya, plasenta berada di atas, di fundus, bukan di jalan lahir. Namun saat ibu hamil mengalami plasenta previa, posisi plasenta menutupi jalan lahir sehingga tidak bisa melahirkan normal," ujarnya.

Kebanyakan Ibu hamil yang mengalami plasenta previa harus melalui persalinan dengan operasi caesar. Hingga saat ini, angka ibu hamil yang mengalami plasenta previa cukup tinggi di Indonesia yakni sekitar 5 persen.

7. Rahim robek

Rahim robek atau rupture uteri dapat terjadi selama proses persalinan. Menurut Suskhan, ruptur uteri adalah kondisi di mana dinding rahim robek.

Rahim yang robek bisa terjadi karena distosia bahu selama persalinan. Bila dibiarkan, seorang perempuan bisa mengalami perdarahan hebat hingga menyebabkan bayinya meninggal.

"Dinding rahim yang robek terjadi karena adanya tindakan dalam usaha pervaginal untuk melahirkan janin pada uterus yang segmen bawahnya telah teregang karena adanya distosia," kata Suskhan kepada Haibunda, beberapa waktu lalu.

Rahim robek berisiko tinggi terjadi pada bayi dengan ukuran besar atau melahirkan normal setelah caesar. Rahim yang robek seringkali terjadi di sepanjang lokasi bekas operasi caesar karena tekanan saat bayi bergerak menuju jalan lahir.

Ilustrasi Melahirkan/ Foto: Getty Images/iStockphoto/globalmoments

8. Retensi Plasenta

Dilansir berbagai sumber, retensi plasenta merupakan kondisi di mana plasenta tidak keluar dalam kurun waktu 30 sampai 60 menit setelah melahirkan. Kondisi ini bisa terjadi karena plasenta terjebak di belakang serviks yang tertutup sebagian atau plasenta masih menempel di dinding rahim.

Retensi plasenta harus segera ditangani dengan tepat. Jika tidak diobati, masalah plasenta ini dapat menyebabkan infeksi atau perdarahan yang parah.

9. Infeksi terkait kehamilan

Infeksi juga bisa jadi komplikasi. Misalnya, selaput ketubannya pecah saat hamil, lalu kuman masuk dan menginfeksi ibu dan janin. Infeksi terkait kehamilan yang bisa menyebabkan komplikasi persalinan juga dapat disebabkan karena beberapa hal, seperti keputihan dan karies gigi.

"Kalau ada keputihan, dicari penyebabnya apa. Kalau dibiarkan bisa menjadi infeksi. Kalau ada karies di gigi itu juga bisa memicu infeksi," ujar Andon.

10. Distosia bahu

Distosia bahu kerap dikenal dengan istilah persalinan macet. Kondisi ini terjadi ketika kepala bayi sudah keluar saat persalinan, tapi bahunya tertahan atau macet.

Menurut Suskhan, kasus distosia bahu sering terjadi pada bayi berukuran besar atau makrosomia. Persentase terjadinya distosia bahu sekitar 3 sampai 5 persen pada kelahiran normal.

Pada kondisi yang parah, distosia bahu dapat menyebabkan kematian bayi baru lahir. Pada ibu yang baru melahirkan, distosia bahu dapat menyebabkan rupture uterus, robek di daerah perineum, dan perdarahan.

11. Gawat janin

Menurut Gawat janin atau fetal distress adalah kondisi di mana bayi mengalami kegawatan pada saat di dalam kandungan, yakni janin tidak mendapatkan oksigen yang cukup. Gawat janin biasanya disebabkan karena berbagai faktor.

Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi di Eka Hospital Cibubur, dr. Alexander Mukti, Sp.OG, mengatakan bahwa gawat janin atau fetal distress adalah kondisi di mana bayi mengalami kegawatan pada saat di dalam kandungan, yakni janin tidak mendapatkan oksigen yang cukup. Gawat janin dapat terdeteksi saat kehamilan, namun lebih banyak ditemukan saat persalinan.

"Pemicu gawat janin adalah kontraksi persalinan yang bisa menyebabkan stres pada janin. Ketika rahim kontraksi, pasokan oksigen akan berkurang sehingga memengaruhi janin. Ketika janin tidak bisa berkompensasi, biasanya pola detak jantung akan berubah," ujar Alex kepada HaiBunda.

Gawat janin dapat dipicu karena beberapa hal, yakni persalinan yang lama, perdarahan, infeksi, eklamsia, preeklamsia, kehamilan prematur, ketuban pecah, dan ketuban sedikit.

12. Bayi terlilit tali pusat

Kondisi bayi terlilit tali pusat perlu mendapatkan perhatian bila lilitan terjadi di leher bayi. Dokter biasanya akan menilai jumlah lilitan untuk menentukan indikasi gawat janin.

"Pada kebanyakan kasus, lilitan tali pusar tidak membahayakan janin karena ini adalah kondisi normal. Banyak bayi terlilit tali pusar lahir dengan kondisi normal," kata Alex.

"Tapi, lilitan tali pusar dapat membahayakan bila terjadi gawat janin. Bayi bisa meninggal karena kekurangan oksigen. Selain itu, perkembangan bayi juga menjadi tidak bagus atau terhambat," sambungnya.

13. Emboli air ketuban

Dikutip dari laman Kemenkes, emboli adalah penyumbatan pembuluh darah yang dapat menghasilkan kondisi yang sangat fatal. Sumbatan yang masuk ke aliran darah dapat menimbulkan kematian segera, bisa dalam hitungan menit.

Emboli pada kehamilan bisa disebabkan oleh air ketuban, udara, lemak, trombus (darah beku), rambut bayi, bahkan feses bayi, serta komponen lainnya. Sementara pada kasus ibu melahirkan, emboli biasanya disebabkan masuknya air ketuban ke dalam pembuluh darah.

14. Asfiksia perinatal

Asfiksia perinatal atau asfiksia neonatorum merupakan keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia perinatal, Bunda.

"Gangguan ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan," demikian ulasan di laman Kemenkes.

Asfiksia terjadi karena kurangnya aliran darah atau pertukaran gas dari atau ke janin saat baru lahir. Jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka bayi dengan asfiksia dapat mengalami kerusakan organ vital.

15. Aspirasi mekonium

Aspirasi mekonium dapat terjadi ketika bayi yang belum atau sudah lahir secara tidak sengaja menghirup cairan ketuban yang mengandung mekonium, atau feses pertama yang dikeluarkan bayi. Ada beberapa penyebab aspirasi mekonium, seperti mekonium yang keluar sebelum waktunya, kehamilan sudah lebih dari 40 minggu, atau persalinan yang sulit dan lama.

Selain itu, kondisi ini juga dapat terjadi ketika ibu hamil mengalami hipertensi atau diabetes. Bila terlambat ditangani, kondisi ini dapat berakibat fatal, seperti menyebabkan kerusakan otak permanen.

16. Cephalopelvic Disproportion (CPD)

Menurut American Pregnancy Association (APA), Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah suatu kondisi di mana kepala atau badan bayi terlalu besar untuk masuk panggul atau melewati jalan lahir. CPD dapat disebabkan bayi terlalu besar, panggul ibu terlalu kecil, atau posisi bayi yang salah.

CPD dapat menyebabkan komplikasi persalinan, termasuk peningkatan risiko operasi caesar dan distosia bahu pada persalinan pervaginam. Selain itu, kondisi ini juga dapat meningkatkan risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan.

17. Kondisi dasar pada ibu yang dapat diperburuk oleh kehamilan

Beberapa kondisi yang dialami Bunda sebelum dan selama hamil dapat menyebabkan komplikasi persalinan. Beberapa kondisi bahkan dapat diperburuk oleh kehamilan.

Kondisi dasar ini termasuk kelainan jantung yang diidap oleh ibu, adanya kerusakan paru-paru, seperti TBC berat, penyakit autoimun, dan diabetes sebelum hamil. Selain itu, riwayat pernah mengalami komplikasi persalinan di kehamilan sebelumnya juga dapat meningkatkan risiko serupa di kehamilan selanjutnya.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(ank/rap)

Simak video di bawah ini, Bun:

Komplikasi Persalinan: Kenali Penyebab dan Jenis-jenisnya, Bun

TOPIK TERKAIT

ARTIKEL TERKAIT

TERPOPULER

Ibu dan Anak Ini Tinggal di Rumah Penuh Sampah Bertahun-tahun Meski Dapat Uang Sewa Rp43,8 Juta per Bulan

Mom's Life Amira Salsabila

9 Potret Artis Korea Terkaya 2025, Song Hye Kyo Peringkat Tiga

Mom's Life Amira Salsabila

20 Menu Diet Tanpa Minyak dan Tepung, Sehat Sekaligus Bantu Turunkan Berat Badan

Mom's Life Annisa Karnesyia

Terpopuler: Cerita Haru Marshanda yang Sudah Tinggal bersama Sang Putri

Mom's Life Amira Salsabila

Ketahui Efek Samping Kondom Bergerigi dan Cara Mencegahnya saat Berhubungan Intim

Kehamilan Dwi Indah Nurcahyani

REKOMENDASI
PRODUK

TERBARU DARI HAIBUNDA

Ibu dan Anak Ini Tinggal di Rumah Penuh Sampah Bertahun-tahun Meski Dapat Uang Sewa Rp43,8 Juta per Bulan

20 Menu Diet Tanpa Minyak dan Tepung, Sehat Sekaligus Bantu Turunkan Berat Badan

9 Potret Artis Korea Terkaya 2025, Song Hye Kyo Peringkat Tiga

Terpopuler: Cerita Haru Marshanda yang Sudah Tinggal bersama Sang Putri

Momen Keseruan Eks Member JKT48 Gen 1 Liburan Bareng di Bali, Tetep Kompak Bun

FOTO

VIDEO

DETIK NETWORK