KEHAMILAN
Mengenal 3 Tahap Proses Melahirkan Normal atau Pervaginam
Dwi Indah Nurcahyani | HaiBunda
Selasa, 13 Aug 2024 21:25 WIBBagi ibu yang baru akan melahirkan pertama kali, biasanya belum memiliki gambaran nyata seperti apa sih proses melahirkan secara pervaginam atau normal itu. Jadi, wajar saja kalau Bunda merasa dag dig dug.
Nah, sebenarnya proses melahirkan normal atau pervaginam seperti apa sih, Bunda? Cari tahu tahapannya, yuk.
Rasa mulas yang tak tertahankan banyak dicirikan sebagai tanda melahirkan. Sering kali, ibu yang baru pertama kali melahirkan hanya menjadikan sinyal tersebut menjadi pertanda waktu persalinan akan tiba.
Tanda-tanda akan melahirkan normal atau pervaginam
Beberapa tanda-tanda dan gejala persalinan normal atau pervaginam sebenarnya tidak saja perut mulas atau terjadinya kontraksi ya, Bunda. Di luar itu, bumil juga perlu tahu bahwa ada gejala lainnya yang muncul ketika waktu persalinan mendekat.
Tanda-tanda akan melahirkan normal atau pervaginam tersebut di antaranya kram seperti menstruasi, sakit punggung, diare, dan munculnya kontraksi yang intens seperti dikutip dari laman Better Health.
Jika Bunda tidak yakin apakah harus tinggal di rumah atau pergi ke rumah sakit, hubungi dan bicarakan dengan salah satu bidan. Kemudian, jika ketuban pecah atau Bunda mulai mengalami perdarahan dari vagina, segera pergi ke rumah sakit. Jangan lupa untuk mendapatkan pendampingan dari anggota keluarga yang dapat mendukung dan bisa sangat membantu selama persalinan.
Indikasi dan larangan melahirkan pervaginam
Beberapa kondisi memang tidak memungkinkan ibu hamil untuk melahirkan pervaginam. Sehingga, tindakan operasi caesar mungkin diperlukan secara medis dan tidak dapat dihindari.
Indikasi dan larangan melahirkan pervaginam bisa muncul ketika posisi ibu hamil lemah dengan panggul abnomal. Selain itu, posisi janin tidak baik untuk melakukan persalinan normal seperti sungsang, melintang, atau ibu mengalami infeksi urogenital seperti gonorrhea, syphilis, fibroid rahim, tumor prostat yang menghalangi jalan keluar anak, dan lainnya.
Kondisi seperti ibu yang sudah memasuki masa persalinan tetapi rahim tidak berkontraksi atau kekuatan dan frekuensi kontraksi terlalu lemak, yang tidak menjamin kelahiran lancar juga tidak direkomendasikan melakukan persalinan pervaginam.
Para ibu yang memiliki riwayat operasi caesar sebelumnya dan sayatan lama belum pulih sepenuhnya, janin terlalu besar, kasus gawat janin, dan kehamilan kembar, juga tidak direkomendasikan melewati persalinan pervaginam.
Tahapan dan proses melahirkan normal
Melewati persalinan normal, sebenarnya ada beberapa tahap yang akan dijalani ya, Bunda. Agar Bunda lebih paham dan beradaptasi dengan fase tersebut, yuk, ketahui apa saja tahapan proses melahirkan normal tersebut, Bunda.
1. Tahap pertama: Pembukaan leher rahim (serviks)
Tahap pertama persalinan melibatkan penipisan serviks dan pelebarannya hingga sekitar 10 cm. Tahap pertama ini terdiri dari tiga fase berbeda, Bunda, diantaranya sebagai berikut:
Fase laten
Umumnya tahap ini adalah bagian persalinan yang terpanjang dan paling tidak menyakitkan. Serviks menipis dan melebar nol hingga tiga sentimeter. Ini dapat terjadi selama beberapa minggu, hari, atau jam dan disertai dengan kontraksi ringan. Kontraksi dapat terjadi secara teratur atau tidak teratur, atau mungkin Bunda tidak merasakannya sama sekali.
Fase aktif
Fase berikutnya ditandai dengan kontraksi yang kuat dan menyakitkan yang cenderung terjadi dengan jarak tiga atau empat menit, dan berlangsung selama 30 hingga 60 detik. Serviks melebar dari 3 hingga 7–8 cm.
Fase transisi
Selama transisi, serviks melebar dari 8 hingga 10 sentimeter (yaitu, melebar sepenuhnya). Kontraksi ini dapat menjadi lebih intens, menyakitkan, dan sering. Bunda mungkin merasa seolah-olah kontraksi tidak lagi terpisah, tetapi saling bertabrakan. Tidaklah aneh jika Bunda merasa tidak terkendali dan bahkan ingin sekali pergi ke toilet saat kepala bayi bergerak ke bawah jalan lahir dan mendorong rektum.
Sepanjang tahap pertama persalinan, pemantauan dan pencatatan yang cermat terhadap kondisi Bunda dan bayi, serta kemajuan persalinan adalah penting. Ini untuk memastikan bahwa persalinan berlangsung normal dan bahwa setiap masalah dikenali sejak dini dan dikomunikasikan dengan baik.
2. Tahap kedua: Mengejan dan melahirkan bayi
Tahap kedua persalinan dimulai saat serviks telah melebar sepenuhnya hingga bayi lahir. Kontraksi selama tahap ini teratur dan berjarak. Saat setiap kontraksi mencapai puncaknya, Bunda mungkin merasakan dorongan untuk mengejan dan mengejan. Sensasi saat bayi bergerak melalui vagina digambarkan sebagai peregangan atau rasa terbakar, terutama saat kepala bayi muncul (di pintu masuk vagina).
Pada saat melahirkan, dokter atau bidan dapat memandu Bunda mengejan untuk memungkinkan kepala bayi Bunda lahir dengan lembut dan tidak tergesa-gesa. Terkadang tali pusar melilit leher bayi. Jika memungkinkan, dokter atau bidan akan melonggarkannya, melingkarkannya di atas kepala bayi, atau menjepit dan memotongnya agar bayi dapat lahir dengan aman.
Setelah kepala keluar, bidan atau dokter akan memandu tubuh bayi sehingga bahunya keluar sementara bagian tubuh bayi lainnya akan menyusul.
Oh iya, Bunda, jika ini adalah bayi pertama Bunda, tahap kedua persalinan dapat berlangsung hingga 1 hingga 2 jam, terutama jika Bunda telah menjalani epidural. Jika Bunda pernah melahirkan sebelumnya, tahap ini seringkali jauh lebih cepat.
Pemantauan kondisi Bunda dan bayi ditingkatkan selama tahap kedua persalinan. Tahap kedua persalinan yang lama dapat menimbulkan risiko bagi Bunda dan bayi. Jika persalinan Bunda tidak mengalami kemajuan, penting untuk mencari tahu penyebabnya dan mengambil langkah-langkah untuk membantu Bunda.
3. Tahap ketiga: Mengeluarkan plasenta
Setelah bayi lahir, rahim berkontraksi dengan lembut untuk melonggarkan dan mendorong plasenta keluar, meskipun Bunda mungkin tidak dapat merasakan kontraksi ini. Hal ini dapat terjadi 5 hingga 30 menit setelah bayi lahir.
Otot-otot rahim terus berkontraksi untuk menghentikan pendarahan. Proses ini selalu dikaitkan dengan kehilangan darah sedang hingga 500 ml.
Pada tahap persalinan ini, salah satu masalah potensial adalah perdarahan berlebihan (perdarahan pascapersalinan), yang dapat mengakibatkan anemia dan kelelahan. Inilah sebabnya mengapa tahap ketiga diawasi dengan saksama.
Berapa lama proses melahirkan?
Persalinan aktif sering kali berlangsung 4 hingga 8 jam atau lebih. Rata-rata, serviks terbuka sekitar 1 cm per jam. Namun, proses ini mungkin berlangsung lebih lama bagi orang yang belum pernah melahirkan sebelumnya.
Apa yang dapat Bunda lakukan: Mintalah dorongan dan dukungan dari pasangan persalinan dan tim medis di rumah sakit. Cobalah teknik pernapasan dan relaksasi untuk meredakan nyeri. Gunakan apa yang Bunda pelajari di kelas persalinan atau mintalah saran dari tim medis untuk memberikan kenyamanan.
Jika Bunda perlu berada dalam posisi tertentu karena Bunda dan bayi dipantau secara ketat, cobalah hal-hal berikut ini agar merasa lebih nyaman selama persalinan aktif seperti mengubah posisi, berguling di atas bola karet besar, mandi air hangat, dan berjalan-jalan sejenak, seperti dikutip dari laman Mayo Clinic.
Bolehkah melahirkan normal atau pervaginam setelah miomektomi?
Miomektomi merupakan prosedur untuk mengangkat fibroid uterus (juga dikenal sebagai leiomioma) dari uterus. Fibroid adalah pertumbuhan yang terdiri dari jaringan ikat dan sel otot.
Fibroid dapat muncul di dalam atau di luar uterus. Fibroid hampir selalu tidak bersifat kanker (jinak). Bunda dapat memiliki satu atau banyak fibroid, dan ukurannya dapat bervariasi. Selama miomektomi, dokter bedah mengangkat fibroid tetapi mempertahankan jaringan di uterus Bunda sehingga Bunda dapat hamil di masa mendatang.
Biasanya, miomektomi direkomendasikan pada perempuan yang memiliki fibroid uterus yang menyebabkan nyeri panggul, perdarahan tidak teratur, perdarahan menstruasi yang banyak, dan tidak dapat mengosongkan kandung kemih sepenuhnya.
Dan, operasi miomektomi adalah pilihan yang baik jika Bunda ingin hamil di masa mendatang dan ingin mempertahankan kesuburan Bunda seperti dikutip Cleveland Clinic.
Prevalensi mioma uteri yang dilaporkan selama kehamilan adalah antara 0,3, dan 2,6, dan hanya 10 persen dari mioma ini yang menyebabkan komplikasi kehamilan, seperti nyeri panggul, hambatan pertumbuhan intrauterin, plasenta previa atau akreta, solusio plasenta, distosia, dan perdarahan pasca persalinan.
Dokter bedah biasanya enggan melakukan miomektomi selama kehamilan karena peningkatan aliran dan volume darah uterus dapat menimbulkan risiko potensial komplikasi hemoragik, sementara manipulasi uterus dapat menyebabkan hasil kehamilan yang buruk.
Namun, dalam beberapa kasus yang jarang terjadi, pembedahan wajib dilakukan. Misalnya ketika nyeri perut parah terjadi, karena degenerasi atau torsi dan akhirnya nekrosis mioma bertangkai, atau dalam kasus ketidaknyamanan perut karena massa yang besar, yang dalam kedua kasus dapat menyebabkan perut akut, yang berpotensi berdampak negatif pada jalannya kehamilan seperti dikutip dari laman Ncbi.
Pada kasus miomektomi laparotomi yang berhasil dilakukan selama kehamilan yakni pada usia kehamilan 11 minggu ketika terjadi abdomen akut. Pembedahan diikuti oleh tindak lanjut obstetri rutin yang diakhiri dengan persalinan pervaginam spontan tanpa komplikasi kehamilan.
Meskipun sedikit laporan kasus yang dijelaskan dalam literatur, penulis telah melakukan miomektomi selama kehamilan, dan lebih sedikit kasus yang mengalami persalinan pervaginam berikutnya, sehingga saat ini tidak ada bukti klinis yang menjadi dasar praktik terbaik. Kasus ini menunjukkan bahwa persalinan pervaginam setelah miomektomi laparotomi yang dilakukan selama kehamilan, dalam kasus tertentu, dapat dianggap sebagai pilihan yang layak.
Normalkah buang air besar (BAB) saat melahirkan?
Meskipun terdengar tidak menyenangkan, buang air besar (BAB) saat melahirkan adalah hal yang sangat normal terjadi. Pada kenyataannya, sebagian besar perempuan mengalami hal tersebut ya, Bunda.
Kondisi BAB sebenarnya merupakan salah satu ketakutan terbesar yang dialami ibu hamil saat melahirkan. Sedikit BAB yang keluar mungkin terjadi lebih dari sekali tetapi semua orang di ruang bersalin siap menghadapinya karena itu terjadi setiap saat.
Staf rumah sakit dilatih untuk membersihkan kotoran dengan cepat dan efisien, jadi Bunda mungkin tidak menyadarinya. Dalam kondisi tersebut, salah satu perawat tim persalinan akan membersihkannya dengan sedikit kain kasa atau handuk bersih.
Perlu Bunda tahu, alasan mengapa para ibu hamil BAB saat persalinan karena sejumlah alasan normal seperti beberapa hal berikut ini:
1. Perubahan hormonal
Saat tubuh bersiap untuk persalinan, hormon berubah, menyebabkan otot-otot rahim, leher rahim, dan rektum Bunda mengendur. Diare sebelum persalinan dan BAB saat persalinan dapat terjadi.
2. Posisi bayi
Gerakan tertentu selama persalinan dapat menggeser bayi dan memberi tekanan ekstra pada rektum, terutama jika kepalanya menunduk tetapi menghadap ke depan (disebut posisi oksiput posterior) seperti dikutip dari laman Whattoexpect.
3. Mengejan
Mengejan bayi keluar terasa seperti buang air besar karena otot yang digunakan untuk keduanya sama persis. Dan, tentu saja, saat Bunda mengejan, apa pun di sekitar akan ikut keluar sehingga terjadi BAB selama persalinan.
Semoga informasinya membantu ya, Bunda.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!