Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

kehamilan

Psikolog Ungkap 2 Pertanyaan Penting yang Harus Dijawab Sebelum Punya Anak

Melly Febrida   |   HaiBunda

Selasa, 23 Sep 2025 15:27 WIB

ilustrasi suami istri dan dokter
Psikolog Ungkap 2 Pertanyaan Penting yang Harus Dijawab Sebelum Punya Anak/Foto: Getty Images/chanakon laorob
Daftar Isi
Jakarta -

Pasangan suami istri (pasutri) baru umumnya bersemangat segera memiliki buah hati. Padahal, menurut psikolog ada dua pertanyaan penting yang pasutri harus jawab sebelum mempunya anak.

Ini penting karena kehadiran anak akan membawa perubahan besar, baik finansial, emosional, maupun hubungan dalam pernikahan.

Tuntutan orang tua atau memandang usia yang tak muda lagi terkadang membuat pasutri ingin segera memiliki anak. Namun, pasutri yang berencana memiliki anak, mengidentifikasi pemicu stres individu dan keluarga sebelum memulai keluarga dapat membantu.

Membesarkan anak adalah tanggung jawab besar yang berlangsung seumur hidup. Ayah dan Bunda penting untuk mempertimbangkan tanggung jawab mengasuh anak.

Mengapa perlu bertanya pada diri sendiri sebelum mempunyai anak?

Kesiapan emosional dan finansial orangtua sering dikaitkan dengan kualitas pengasuhan dan kesejahteraan anak. Pasutri yang  yang tidak menyiapkan diri sering kali berisiko lebih tinggi menghadapi konflik rumah tangga dan stres dalam pengasuhan.

Namun, Aliza Pressman, seorang psikolog perkembangan, salah satu pendiri Mount Sinai Parenting Center mengatakan bahwa calon orang tua yang siap secara finansial memiliki bayi bukan berarti siap secara emosional. 

Mengetahui apa yang akan menjadi masalah akan memungkinkan Ayah dan Bunda mengantisipasi pemicunya. Pengetahuan awal ini akan memungkinkan pasutri mempersiapkan strategi pencegahan dan melakukan pemeliharaan rutin sehingga dapat mengurangi risiko badai dan menutup rumah sebelum badai datang.

Sebenarnya, memiliki anak jarang menimbulkan masalah baru pada pasangan. Sebaliknya, gangguan kecil dari sebelumnya cenderung berkembang menjadi masalah yang lebih besar. Beberapa contoh pemicu umum meliputi keuangan dan stres lingkungan.

Stephanie Cox, MS, Konselor Kesehatan Mental Berlisensi di Florida, mengatakan bahwa seseorang tidak akan tahu pemicu stres baru yang akan muncul ketika memiliki anak. Tapi, orang akan tahu apa yang dihadapi sekarang sebagai orang dewasa dan dalam hubungannya. 

"Jika Anda tidak yakin apa saja, cari tahu sekarang, jauh sebelum Anda memiliki anak, karena Anda tidak akan memiliki lebih banyak energi emosional, energi fisik, atau energi mental setelah mereka lahir," jelas Cox dilansir PsychologyToday.

Pertanyaan pasangan sebelum memiliki anak

Pressman menekankan, ketika banyak orang sibuk memikirkan biaya melahirkan, cuti kerja, atau bantuan pengasuhan sebelum memiliki anak, ternyata hal itu belum cukup. Menurutnya, sebelum memutuskan punya anak, ada dua pertanyaan mendasar yang perlu dijawab pasangan:

1. Apa yang saya hargai (What do I value)?

Pertanyaan ini membantu calon orang tua mengenali nilai pribadi yang akan dibawa ke dalam pola asuh. Apakah itu kerja keras, kebaikan, kecerdasan, spiritualitas, atau hal lain?

2. Apa yang keluarga ini hargai (What does this family value)?

Pasutri penting untuk mendiskusikan pertanyaan ini agar memiliki kesepakatan. Misalnya, apakah memprioritaskan ingin membangun keluarga yang menekankan kebersamaan, kemandirian, atau pendidikan?

"Ketika kita tidak mendefinisikan nilai, kita dan anak-anak jauh lebih rentan terhadap tekanan teman sebaya, pengaruh media sosial, dan pola pikir kelompok,"jelas Pressman dilansir dari CNBC.  

Ia bilang, dengan nilai yang jelas, kita dapat membuat keputusan dengan lebih percaya diri dan jelas.

Dua pertanyaan soal nilai pribadi dan nilai keluarga sering terabaikan dalam persiapan sebelum mempunyai anak. Padahal, nilai-nilai ini yang akan menjadi fondasi dalam pengasuhan anak, lebih dari sekadar kesiapan finansial atau teknis.

Bagaimana menemukan nilai keluarga?

Jika Ayah dan Bunda bingung menentukan nilai-nilai yang diinginkan dalam kehidupan anak-anak, Pressman memberi cara praktis untuk menemukannya, antara lain:

1. Menuliskan prioritas

Ayah dan Bunda perlu meluangkan waktu beberapa hari untuk bertukar pikiran tentang apa yang menjadi prioritas dalam keluarga.  Pasutri bisa membuat daftar hal-hal yang dianggap penting.

"Kebaikan? Kecerdasan? Tidak ada jawaban yang salah di sini, dan itulah alasan mengapa tidak ada pola asuh yang cocok untuk semua orang," ujar Pressman. 

2. Menemukan tema

Banyak nilai dalam list  Ayah Bunda  mungkin berasal dari konsep yang sama.  Bunda dapat menyatukan nilai yang mirip ke dalam tema besar, misalnya 'petualangan dan kuliner' untuk mencoba pengalaman baru.

Namun, Ayah dan Bunda perlu mengingat bahwa nilai-nilai keluarga tidak bersifat kaku, tapi dapat berubah seiring pertumbuhan anak dan perkembangan zaman.

"Nilai-nilai keluarga dapat berkembang seiring waktu, jadi kita tidak berbicara tentang menetapkan sesuatu yang baku," kata Pressman.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(pri/pri)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda