HaiBunda

MENYUSUI

Cuitan soal Kerugian Menyusui Bikin Heboh, Apa Kata dr.Ryu Hasan?

Radian Nyi Sukmasari   |   HaiBunda

Kamis, 02 Jan 2020 12:20 WIB
dr.Ryu Hasan/ Foto: Instagram
Jakarta - Baru-baru ini, seorang dokter bernama Ryu Hasan yang merupakan dokter spesialis bedah saraf mencuit soal ibu menyusui. Apa yang disampaikan Ryu lantas menuai pro kontra.

Baru-baru ini, jagat Twitter dihebohkan dengan unggahan akun bernama @MerryMP. Di cuitannya, akun tersebut menuliskan, 'WHO rekomen ASI eksklusif cuma 6 bulan. Tapi di Indonesia misleading jadi 2 tahun. Sak karepmu lah.'




Rupanya, cuitan MerryMP mentrigger dr. Roslan Yusni Al Imam Hasan, Sp.BS yang biasa dipanggil Ryu terkait ibu menyusui. Ryu bilang siapa bilang ibu menyusui jadi lebih sehat?

"Salah satu yang merugikan perempuan yang menyusui adalah kemampuan otaknya, fokus mental turun, ibu menjadi loyo dan tidak fokus dalam berfikir. Otak yang blur banyak ditemui pada ibu-ibu pascapersalinan, penyusuan bisa memperparah dan memperlama keadaan loyo dan sedikit tidak fokus ini," cuit Ryu.

Bagian otak perempuan yang bertanggung jawab atas fokus dan konsentrasi disibukkan tugas melindungi dan melacak bayi selama 6 bulan pertama. Selain karena kurang tidur, otak perempuan setelah melahirkan memang sedikit bengkak, kembali ke ukuran normal di bulan ke-6 pasca persalinan.

"Riset yang dilakukan mendapati penurunan ketrampilan verbal perempuan-perempuan yang menyusui, penurunan ini hilang setelah mereka tidak menyusui lagi. Pada mayoritas perempuan, kondisi yg sedikit gampang bingung ini dianggap sebagai 'harga yang murah' demi mendapatkan keuntungan penyusuan," lanjut Ryu.

Makin lama dan sering bayi ngisep puting, makin terpicu respon prolactin-oksitosin di otak ibu. Menurut Ryu, hal ini tidak selalu menguntungkan bagi si ibu.

Saat dihubungi HaiBunda, terkait cuitannya Ryu bilang dia cuma ngomong soal zero sum game dan enggak membahas kebaikan ASI. Kalau soal pentingnya ya sudah jelas penting.

"Makanya saya enggak membahas. Lagian kan ketrigger tuitnya @MerryMP aja itu," ujar Ryu."

Dia menambahkan, kehidupan di dunia ini ya memang 'zero-sum game' alias permainan impas-impasan. Untuk bertahan hidup seekor beruang kutub harus membunuh singa laut. Hanya sapiens yang bisa mengarang 'zero-sum game' ini jadi non zero-sum game, everybody happy, dengan cara glorifikasi dan sakralisasi contohnya.

Apa sih istilah zero sum game? Kata Ryu itu merupakan keuntungan fisik yang didapat bayi harus dibayar kerugian fisik si ibu. Kata Ryu, kan sudah jelas namanya juga sudah jelas pengorbanan. Kata Ryu, berkorban itu kan memberi.

Makin lama dan sering bayi ngisep puting, makin terpicu respons prolactin-oksitosin di otak ibu. Hal ini tidak selalu menguntungkan bagi si ibu, demikian kata Ryu.

ilustrasi menyusui/ Foto: iStock
Ryu bilang, koalisi ibu dan bayi adalah persekutuan penting dalam aksi neurologis persusuan. Tentu si bayi yang dapat keuntungan dari persekutuan ini. Keuntungan langsung bagi bayi adalah makanan dan kenyamanan

"Oksitosin melebarkan pembuluh darah di dada ibu memberi kehangatan bagi anaknya. Ketenangan bayi saat disusui bukan hanya karena ada makanan tapi juga gelombang hormon oksitosin di otaknya yang menyebabkan rasa nyaman itu," ujar Ryu.

Meski begitu, Ryu menekankan ketenangan bayi tidak bisa selalu bisa didapatkan dengan ngASI alias menyusu. Bayi yang sakit misalnya, meskipun disusu tetap saja gelisah.

Ryu menambahkan, sebenarnya banyak ibu yang mengalami gejala 'sakaw' kalau secara fisik terpisah dari bayinya. Mereka merasa takut, cemas bahkan panik. Sakaw atau withdrawal syndrome pada perempuan menyusui ini, sekarang sudah diketahui sebagai kondisi yang dikarenakan keadaan neurokimiawi di otak.

"Otak adalah instrumen yang selaras, perpisahan dengan bayinya yang masih disusui bisa mengacaukan otak emosi (suasana perasaan) perempuan. Perasaan enggak karuan ini karena turunnya oksitosin yang berfungsi menghambat stres di otak," papar Ryu.

"Banyak ibu menyusui merasakan gejala 'sakaw' saat-saat selepas masa cuti lahiran, karena menyapih sering terjadi bersamaan dengan habis masa cuti kerja. Perempuan-perempuan yang menyapih bayinya sangat mungkin jatuh dalam keguncangan dan kecemasan, akibat turunnya kadar oksitosin secara drastis di otaknya," tambah Ryu.

ilustrasi menyusui/ Foto: iStock

Ryu mengatakan, saat masa cuti, perempuan mendapat serbuan oksitosin yang membanjiri otak setiap beberapa jam akibat menyusui. Ini membuat mereka nyaman. Saat mulai kerja, pasokan oksitosin terputus, karena hormon ini hanya bertahan 1-3 jam dalam aliran darah dan otak. Sehingga, wajar kalau ibu menyusui jadi cemas.

Ryu bilang, banyak juga perempuan yang bisa meredakan gejala kecemasan ini dengan memompa ASI-nya di tempat kerja dan pelan-pelan mengurangi aktivitas menyusui.

Meskipun cara ini tidak selalu bisa meredakan 'sakaw', bahkan bisa memicu kondisi baby blues, depresi yang muncul pascapersalinan. Jadi, kenyataannya adalah, proses menyusui bayi tidak hanya bisa memberi rasa nyaman pada si ibu, tapi juga memberi peluang kepanikan.

"Dengan mengetahui proses neurokimiawi yang terjadi di otak perempuan yang menyusui, kita bisa menyiasati supaya peluang kecemasan ini diminimalkan," kata Ryu.

HaiBunda lantas bertanya apa siasat yang bisa dilakukan supaya peluang kecemasan yang dialami diminimalkan?

"Ya harus didukung semua pihak. Memahami kondisi neurologis yang terjadi. Ya suami, lingkungan kerja dan lain-lain. Poinnya lagi ASI sangat penting sebagai nutrisi, tapi bukan obat. Jadi kalau sakit ya harus diobati. Tetap perlu imunisasi dan vaksinasi," papar Ryu.

Sedangkan, dr.Wiyarni Pambudi, Sp.A, IBCLC mengatakan perubahan struktur otak terjadi waktu hamil, bersalin, dan menyusui, Bunda.



"Justru saat ibu menyusui terjadi 'reset' lebih cepat kembali ke kondisi metabolik sebelum hamil," ujar wanita yang akrab disapa Wi ini.

Dia juga menanggapi soal pernyataan Ryu yang menyebut proses menyusui bayi tidak hanya bisa memberi rasa nyaman pada si ibu, tapi juga memberi peluang kepanikan. Kata Wi, ini dikenal dengan istilah D-MER (dysphoric milk ejection refrex.

"Definisinya adalah an unpleasant or uncomfortable mood, such as sadness, depressed mood, anxiety, irritability, or restlessness. Bukan gangguan mental atau emosi, tapi kondisi medis yang lazim pada ibu menyusui dan bisa diatasi," jelas Wi.

Simak senam lidah untuk bayi dengan tongue tie di sini:

(rdn/som)

TOPIK TERKAIT

ARTIKEL TERKAIT

TERPOPULER

5 Potret Avi Basalamah Jadi Ibu PKK, Dampingi Suami yang Jabat Wakil Bupati Cianjur

Mom's Life Annisa Karnesyia

Dalam Bayang-bayang Putri Diana, Kisah Perjuangan Kanker Payudara Sarah Ferguson

Menyusui Annisa Karnesyia

Lama Tak Terlihat, Ini Penampilan Terbaru Mira Asmara 'Jin dan Jun' Bersama Keluarga

Mom's Life Annisa Karnesyia

Ini yang Terjadi pada Otak Anak Jika Mengalami Trauma dan Stres

Parenting Nadhifa Fitrina

Tak Disangka, 9 Makanan Ini Ternyata Ampuh Redakan Rasa Mual saat Hamil

Kehamilan Melly Febrida

REKOMENDASI
PRODUK

TERBARU DARI HAIBUNDA

5 Potret Avi Basalamah Jadi Ibu PKK, Dampingi Suami yang Jabat Wakil Bupati Cianjur

Ini yang Terjadi pada Otak Anak Jika Mengalami Trauma dan Stres

Dalam Bayang-bayang Putri Diana, Kisah Perjuangan Kanker Payudara Sarah Ferguson

Tak Disangka, 9 Makanan Ini Ternyata Ampuh Redakan Rasa Mual saat Hamil

Lama Tak Terlihat, Ini Penampilan Terbaru Mira Asmara 'Jin dan Jun' Bersama Keluarga

FOTO

VIDEO

DETIK NETWORK