Jakarta -
Teman saya bilang semua
harta yang dimiliki dirinya dan suaminya diatasnamakan istri. Kata teman saya, itu suatu tanda juga kalau suami nggak kemaruk dan bukti cinta suami pada istrinya.
Hmm, sebenarnya sih atas nama siapa
harta tersebut, bukan perkara besar dan nggak menunjukkan apapun lho, Bun. Kata finansial planner yang bersertifikat, Ruisa Khoiriyah, bukanlah masalah atas nama siapa harta tersebut, karena harta tersebut sudah menjadi harta bersama.
"Kategori harta yang kita miliki sebelum nikah adalah harta bawaan. Setelah terjadi akad nikah (pernikahan), harta bawaan tersebut menjadi harta bersama tanpa mempermasalahkan atas nama siapa harta tersebut. Ini berdasarkan KHI pasal 1 huruf f UU No 1 Tahun 1974 pasal 35," jelas Ruisa dalam kuliah What's App-nya bersama Birthclub January 2016, beberapa waktu lalu.
Nah, terus kalau kita beli aset seperti rumah atau tanah, mendingan diatasnamakan istri atau suami? Menurut Ruisa, ada pendapat yang menyebut lebih tepat atas nama istri. Ini dengan asumsi ketika terjadi apa-apa pada suami sebagai pencari nafkah utama, aset atas nama istri lebih mudah dicairkan untuk keperluan anak-anak.
"Jadi tidak perlu repot balik nama. Jadi untuk alasan kepraktisan saja," terangnya.
Oh jadi lebih untuk alasan kepraktisan saja ya kalau harta diatasnamakan istri. Pun kalau kita punya harta bawaan sebelum menikah, ya akan menjadi harta bersama kalau nggak bikin perjanjian pranikah untuk pemisahan harta.
Nah, terus gimana ya kalau saat ini suami dan istri sama-sama bekerja dan punya tanggungan cicilan rumah atas nama istri, lalu istri ingin resign karena mau fokus urus anak? Atas nama siapapun rumah yang dicicil ini, tetap saja beban pembayarannya harus dipikirkan bersama oleh suami dan istri.
Kalau kita sebagai istri berniat resign, Ruisa menyarankan untuk mendiskusikannya secara terbuka pada suami. Mungkin selama kita bekerja, kitalah yang membayar cicilan rumah ini, tapi ketika kita resign, tentu nggak ada pemasukan yang sebesar saat masih bekerja kan, Bun? Kita perlu pikirkan jalan keluarnya bersama suami.
"Sebelum resign, perlu diperjelas dulu bagaimana kelak pembayaran cicilan bila tidak memiliki penghasilan lagi. Kesemuanya akan berhubungan dengan tujuan bersama sebagai keluarga, kepentingan anak, dan sebagainya," tutur Ruisa.
(Nurvita Indarini)