Jakarta -
Saat bicara tentang
pekerjaan rumah tangga kayaknya nggak pernah ada habisnya ya, Bun. Satu selesai, yang lain ada lagi. Kadang tumpukan piring kotor yang menggunung bisa bikin stres juga, he-he-he.
Iya, bikin stres kalau masih ada kerjaan lain yang belum kepegang. Bikin stres kalau merasa kayaknya belum lama nyuci piring kok tumpukan piring kotor cepat banget muncul lagi.
Nah, ibu yang satu ini, Bun, Janelle Hanchett dari Renegade Mothering, memutuskan sesekali membiarkan piring kotor menumpuk. Iya, nggak usah buru-buru dicuci.
Kata Janelle, suatu malam dia mendapati piring kotor sudah menumpuk. Dia cuma melihat sekilas dan berjalan menjauh. Saat itu sebenarnya dirinya nggak sedang punya pekerjaan lain yang harus segera diselesaikan sehingga mengabaikan tumpukan piring kotor. Tapi dia memilih untuk nggak membereskannya.
"Dan kadang-kadang, untuk alasan apapun atau tanpa alasan sama sekali, kita harus pergi begitu saja," ujarnya di laman Facebooknya, Renegade Mothering.
Jannelle melakukannya juga bukan karena alasan nggak enak badan. Dia hanya ingin melakukan seperti itu saja. Nggak ada alasan spesifik. Hmm, kesannya cuek dan bebas banget ya, Bun?
"Saya meninggalkannya begitu saja karena saya manusia, dan saya bisa bertindak seperti itu. Saya bisa 'gagal' atau 'tidak melakukan' dan saya dapat melakukannya karena alasan apapun yang saya pilih, atau tidak ada alasannya, dan itu bisa menjadi masalah orang lain atau juga tidak, dan semua orang akan baik-baik saja," paparnya dikutip dari Babble.
Ya, nyatanya semua orang tetap akan baik-baik saja meski kita nggak mencuci piring. Dunia juga nggak akan runtuh. Tapi rupanya sikap Janelle yang terkesan cuek itu juga butuh proses lho.
"Bagi saya butuh beberapa tahun untuk tidak melihat-lihat kondisi rumah tanpa merasa berat, rasa bersalah, dan kelelahan yang luar biasa," sambung Jannelle.
Tapi bagaimana mungkin ia bisa tenang meninggalkan
pekerjaan rumah tangga yang menumpuk, toh di pagi harinya dia juga yang mencuci piring.
"Sesuatu yang membebaskan adalah melepaskan harapan pada diri saya, atau masyarakat kepada diri saya, atau apa pun. Itu membebaskan. Kekacauan datang dan pergi. Apa yang membebaskan diri tidak akan memengaruhi mental saya karena akan pergi begitu saja," tambah Jannelle.
Kata Janelle, meninggalkan pekerjaan yang menumpuk beberapa saat menunjukkan sisi yang nyata dari parenting, terutama sejak ada tekanan yang cukup banyak pada seorang ibu.
"Masyarakat mengharapkan kita untuk menjadi segalanya dan melakukan segalanya. Menjaga kebersihan rumah, karier, anak-anak, dan lain-lain sambil tersenyum dan berolahraga, melakukan yoga, memasak makanan organik. Ini omong kosong," ucap Jannelle.
Menurut dia, penting bagi semua anggota keluarga untuk mengingat bahwa ibu tidak seharusnya melakukan semuanya. Jadi tidak apa-apa jika kondisi rumah tidak sempurna.
"Jika kita membiarkan diri kita memiliki kesempatan untuk berhenti melakukan semua hal setiap detik setiap hari, tanpa rasa bersalah, itu mungkin hadiah terbesar yang bisa kita berikan untuk diri kita sendiri," lanjut Jannelle.
Saat seorang ibu memutuskan untuk tinggal di rumah dan menjadi ibu rumah tangga, terkadang muncul banyak pernyataan yang menyebalkan. Misalnya ada omongan orang yang bilang, "Enak ya di rumah bisa santai-santai'. Padahal ya gimana mungkin mau santai kalau semua diurus sendiri.
Leslie Morgan Steiner, penulis Mommy Wars: Stay-at-Home and Career Moms Face Off on Their Choices, Their Lives, Their Families, mengatakan pernyataan seperti ini biasanya datang dari orang-orang yang tak tahu gimana rasanya mengganti popok, membereskan mainan, dan melipat cucian berulang-ulang.
"Memang tergantung pada usia anak. Ada kalanya seorang ibu tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri karena (kalau ditinggal) anaknya bisa tersedak atau jatuh di toilet saat ia berpaling sejenak," tutur Steiner.
(Nurvita Indarini)