Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Perasaan Tak Biasa Putra Mbah Moen Saat Lepas Sang Ayah Berhaji

Maya Sofia   |   HaiBunda

Selasa, 06 Aug 2019 11:58 WIB

Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen mengaku sempat berat melepas sang ayah, KH. Maimun Zubair, saat berangkat haji ke Mekah.
KH. Maimun Zubair dan putranya, Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen/ Foto: Facebook
Jakarta - Indonesia baru saja kehilangan salah satu ulama kharismatik Jawa Tengah KH. Maimun Zubair. Pria yang akrab disapa Mbah Moen tersebut meninggal di Mekah saat menjalankan ibadah haji di usia 90 tahun.

Sebelum keberangkatan Mbah Moen ke Mekah, sang putra yang juga Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen sempat melihat ada yang berbeda dari wajah sang ayah.

Ketika itu, pria yang akrab disapa Gus Yasin ini sudah memiliki perasaan kehilangan ayahanda. Tak seperti biasanya, Gus Yasin juga mengaku berat melepas keberangkatan Mbah Moen ke Mekah kali ini.

"Lorong garbarata 28 juli 2019. Berbeda sekali tatapan raut wajahmu tatkala aku bersimpuh sungkem dan menatap wajah mu ada yang engkau tahan dari guratan wajahmu di balik senyum terindah yang belum pernah aku lihat sebelumnya, ada air mata aku rasakan dalam pandanganmu, seketika aku tundukkan wajahmu sambil menitik air mataku. Bah sejak saat itu sebenarnya ada rasa kehilangan yang teramat dalam seumur hidupku melepas keberangkatanmu menunaikan ibadah, berbeda sekali dengan biasanya," tulis Gus Yasin dalam akun Instagram @tajyasinmz.

KH. Maimun Zubair dan putranya, Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen/ Foto: Facebook

Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan ya. Perlu diketahui Bun, reaksi orang dewasa seperti Gus Yasin saat orang tua meninggal berbeda jika dibandingkan dengan anak-anak.

Pada orang dewasa, mereka sudah paham mengenai konsep kematian itu sendiri. Sementara itu, anak-anak memiliki reaksi yang berbeda soal kematian.

Bahkan reaksi terhadap kematian juga berbeda berdasarkan kelompok umur anak, seperti pra-sekolah dan usia TK. Mengutip Psychology Today, anak-anak pra-sekolah atau berusia di bawah tiga tahun cenderung memiliki ketergantungan terhadap orang lain.

Ketika bunda atau ayahnya meninggal, anak-anak di usia ini perlu diberi tahu bahwa penyebab ketidakhadiran atau kepergian bunda dan ayah tak ada hubungannya dengan mereka. Biasanya saat membicarakan mendiang orang tua, anak-anak pra-sekolah pun lebih fokus mengingat apa yang telah dilakukan oleh orang tua selama ini untuk mereka.

Namun, seiring waktu mereka mulai menyadari bahwa bunda atau ayahnya tak akan pernah kembali dan menerima untuk dirawat oleh orang tua pengganti. Itulah sebabnya, mereka tidak boleh ditinggal sendirian karena ada rasa kebutuhan untuk dirawat orang lain.

Sementara pada anak-anak di usia TK atau umur empat hingga enam tahun, lebih memahami dengan jelas siapa yang meninggal dan cenderung memiliki rasa kehilangan.

Meski anak-anak di usia ini tak terlalu memahami konsep kematian, mereka lebih paham tentang peran orang tua dalam hidup mereka selama ini. Mereka juga memahami bahwa kepergian disertai dengan kesedihan. Hal tersebut mereka pelajari ketika melihat orang lain. Anak-anak di usia empat hingga enam tahun juga akan mulai bertanya apa yang telah terjadi pada bunda atau ayah dan keberadaan orang tua mereka.

Terkadang kita sebagai orang dewasa mengira bahwa anak-anak ini tidak merasakan duka, padahal mereka memiliki caranya sendiri, Bun. Yang bisa kita lakukan adalah meyakinkan anak-anak tersebut bahwa hidup mereka akan tetap berlanjut dan selalu ada orang yang peduli pada mereka.

Bunda juga bisa simak curhat Juliana Moechtar, istri dari almarhum Herman Sikumbang, tentang reaksi anak-anaknya ketika mengetahui ayah mereka telah meninggal dalam video berikut:

[Gambas:Video Haibunda]

(som/rdn)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda