Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Kisah Wanita Tak Bisa Berhubungan Seks, Suami Setia 12 Tahun Tapi...

Yuni Ayu Amida   |   HaiBunda

Minggu, 20 Sep 2020 08:37 WIB

Sad lonely woman lying in the bed in fetal position
Kisah wanita tak bisa berhubungan seks/Foto: iStock
Jakarta -

Berhubungan seks dalam pernikahan menjadi suatu hal yang wajar, Bunda. Namun bagaimana dengan sebuah pernikahan yang sama sekali tanpa seks?

Pernikahan tanpa berhubungan seks ini dialami oleh seorang wanita bernama Kendra Blair. Ia sama sekali tidak bisa berhubungan seks selama 12 tahun pernikahannya.

Kendra Blair dibesarkan dalam keluarga yang taat agama dan orang tua pun mengajarkan untuk tidak berhubungan seks sebelum menikah. Ini artinya malam pernikahannya pada usia 19 tahun adalah pertama kalinya dia mencoba. Sayangnya, usahanya gagal. Setiap kali ia dan pasangan mencoba berhubungan seks, Kendra merasakan sensasi terbakar yang ekstrem, yang membuatnya sangat tertekan bahkan sampai hiperventilasi.

"Kami mencoba berhubungan seks ketika kami tidur sehari setelah pernikahan kami, tetapi itu tidak terjadi," kata Kendra, dilansir Wales Online.

"Saya pikir saya hanya gugup, karena saya tidak tahu apa yang diharapkan. Saya tumbuh dalam keluarga Kristen konservatif yang sangat kuat dan seks bukanlah sesuatu yang pernah dibicarakan oleh siapa pun di keluarga saya. Tapi ketika saya mencoba berhubungan seks, rasanya ada tulang di sana yang tidak bisa dilalui suami saya," sambungnya.

Butuh waktu lima tahun sebelum Kendra didiagnosis menderita vaginismus atau pengencangan otot saat penetrasi dilakukan. Akhirnya setelah berbulan-bulan berjuang keras untuk berhubungan badan, Kendra menelepon ibunya untuk meminta nasehat.

"Dia mengira mungkin saya memiliki selaput dara yang tebal dan hanya perlu benar-benar rileks. Saya dan suami saya telah mengalami frustrasi selama berbulan-bulan dan saya tahu ada hal lain yang salah, tetapi semua orang terus menyuruh saya untuk rileks," katanya.

Akhirnya, Kendra menceritakan kepada ibu tiri suaminya, yang membawanya ke dokter kandungan. Tetapi pemeriksaan dokter memicu reaksi yang sama seperti upayanya untuk melakukan hubungan seks penetrasi.

"Reaksi otomatis saya adalah mengalami hiperventilasi, menutup kaki saya, menggeliat untuk menjauh dan mendorong dokter pergi sambil berkata, 'Jangan sentuh saya,'" ungkapnya.

Lima tahun berlalu sebelum Kendra memberanikan diri untuk menemui dokter lain, yang pada saat itu kondisinya mulai memengaruhi pernikahannya.

"Itu sangat memengaruhi hubungan kami dan kami akhirnya berpisah setelah 12 tahun," ungkapnya.

Kata Kendra, perpisahannya dengan mantan suami setelah 12 tahun menikah bukan hanya soal vaginismus yang dialaminya. Namun vaginismus itu menjadi salah satu faktor pemicunya.

"Mantan saya mulai merasa getir dan kesal terhadap saya karena itu. Tidak mengherankan, dia sangat frustrasi dan mempertanyakan apakah saya sengaja menahannya," tuturnya.

"Saya tidak ingin mencoba berhubungan seks karena itu menyebabkan rasa sakit yang sangat menyiksa dan itu tidak menyenangkan," lanjutnya.

Sementara itu, dokter kedua yang ditemui Kendra, yang juga mendiagnosis vaginismus menyuruhnya menggunakan dilator untuk meregangkan dan melatih kembali otot-otot vagina.

"Saya merasa lega ketika dia memberitahu saya apa yang saya alami, karena itu membuktikan saya tidak gila. Dia juga mengatakan kepada saya bahwa saya bukan satu-satunya yang mengalami ini," ungkapnya.

Hanya saja Kendra takut menggunakan dilator, karena memasukkan tampon saja dia tidak bisa. Meskipun kadang-kadang mantan suaminya frustasi, namun sang mantan suami tetap berusaha untuk mendukung.

"Dia berdiri di dekat saya lebih dari yang dilakukan banyak pria, mengingat kami tidak berhubungan seks selama 12 tahun. Namun, dia menjadi tidak sabar, dan mulai menentukan jadwal untuk memiliki anak. Saya mengerti frustrasinya, tapi itu terasa seperti tekanan ekstra," ujar Kendra.

Kendra berusaha untuk menggunakan dilator namun gagal. Ia tidak bisa memasukkan satu pun, bahkan yang terkecil seukuran tampon pun ia tidak bisa, karena itu terlalu menyakitkan baginya. Lagi-lagi ia gagal untuk berhubungan seks.

Putus asa, Kendra tenggelam dalam depresi. Takut dia tidak akan pernah memiliki kehidupan seks yang normal.

"Ada hari-hari ketika saya bahkan berpikir untuk mati. Saya bahkan menyuruh suami pergi dan berhubungan seks atau punya anak dengan orang lain. Saya tidak menginginkannya, tapi saya merasa sangat frustrasi," katanya.

Kendra mengakui dirinya selalu ingin menjadi seorang ibu. Namun vaginismus mencegahnya untuk hamil. Saat masalah Kendra terus berlanjut, dirinya mengalami pukulan yang luar biasa.

"Tidak bisa berhubungan seks dan hamil, hal-hal yang dianggap biasa oleh orang lain, membuat saya merasa terisolasi dan hancur. Aku merasa seperti bukan wanita sejati," ujarnya.

Namun setelah melewati momen-momen menyedihkan, Kendra berusaha bangkit. Kini dia juga sudah kembali menjalin kasih dengan seorang pria, yang menerima dirinya apa adanya.

Simak juga kiat edukasi seks sejak dini dalam video ini:

[Gambas:Video Haibunda]



(yun/kuy)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda