Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Mengenal Trauma Mental: Jenis, Gejala, dan Cara Mengatasinya

Jessica Elisabeth Gunawan   |   HaiBunda

Selasa, 08 Nov 2022 18:35 WIB

Anxiety disorder menopause woman, stressful depressed emotional person with mental health illness, headache and migraine sitting feeling bad sadly with back against wall on the floor in domestic home
Foto: Getty Images/iStockphoto/Chinnapong

Trauma mental atau trauma psikis merupakan respon seseorang dari sebuah kejadian yang dianggap sangat membuat stres. Seperti misal; pernah berada korban bencana alam atau kecelakaan besar. Namun, tidak semua orang yang pernah mengalami kejadian tersebut memiliki trauma mental.

American Psychological Association (APA) mendefinisikan trauma sebagai respons emosional terhadap peristiwa mengerikan seperti kecelakaan, pemerkosaan, atau bencana alam, dikutip dari Medical News Today.

Bagi sebagian orang, trauma mental dapat hilang dengan sendirinya setelah beberapa minggu. Akan tetapi, sebagian lainnya dapat menyimpan trauma lebih lama dan memiliki efek jangka panjang.

Sebuah luka yang menimbulkan trauma akan mengejutkan dan mengubah semua sistem tubuh. Mengutip Psychology Today, orang dengan luka traumatis dapat mengalami perubahan mulai dari kognitif, emosional, fisik, spiritual, hingga sosial.

Tentunya, trauma yang tidak ditangani dengan baik berpotensi mengganggu kesehatan mental. Sebuah trauma dapat menjadi post traumatic stress disorder (PTSD) jika gejala dari trauma tidak kunjung membaik.

Jenis trauma 

Mental trauma bukan hanya sekadar luka mental yang disebabkan oleh satu kejadian saja, Bun. Dirangkum dari Medical News Today, ada beberapa jenis trauma, di antaranya;

  1. Trauma akut, ini merupakan hasil dari satu peristiwa yang berbahaya atau membuat seseorang sangat stres.
  2. Trauma kronis, trauma ini dihasilkan dari paparan berulang dan berkepanjangan terhadap satu peristiwa yang sangat menegangkan. Contohnya kasus kekerasan pada anak, bullying, atau kekerasan dalam rumah tangga.
  3. Trauma kompleks yang dihasilkan dari dua atau lebih peristiwa traumatis.
  4. Trauma sekunder, seseorang tidak merasakan langsung kejadian traumatis, tetapi berhubungan erat dengan orang yang mengalaminya langsung. Trauma ini berisiko untuk keluarga, tenaga kesehatan mental, atau orang lain yang merawat seorang dengan mental trauma.

Gejala trauma 

Gejala trauma ditandai dengan beberapa perubahan emosional dan psikologis serta fisik. Akan tetapi, Bunda tidak boleh menebak-nebak sendiri gejala-gejala berikut ini sebagai trauma. Tetap diperlukan pemeriksaan oleh tenaga profesional untuk menentukan apakah seseorang memiliki trauma atau tidak.

Gejala trauma secara emosional dan psikologis

Mengutip Medical News Today, seseorang yang pernah mengalami trauma akan merasa:

  • Penyangkalan
  • Amarah
  • Takut
  • Kesedihan
  • Malu
  • Kebingungan
  • Kecemasan
  • Depresi
  • Mati rasa
  • Kesalahan
  • Keputusasaan
  • Sifat lekas marah
  • Kesulitan berkonsentrasi

Selain itu, mereka yang memiliki trauma mungkin akan mengalami ledakan emosi, sulit untuk mengatasi perasaan mereka, atau menarik diri dari orang-orang sekitarnya. Pada waktu tertentu, orang dengan trauma juga dapat menghidupkan kembali kejadian traumatis di pikirannya dengan kilas balik atau mimpi buruk.

Selain gejala emosional, seorang dengan trauma juga menunjukkan gejala fisik. Cek halaman selanjutnya, Bun.

Bunda, yuk download aplikasi digital Allo Bank di sini. Dapatkan diskon 10 persen dan cashback 5 persen.


Gejala trauma mental, efek, dan cara mengatasinya

Anxiety disorder menopause woman, stressful depressed, panic attack person with mental health illness, headache and migraine sitting with back against wall on the floor in domestic home

Foto: Getty Images/iStockphoto/Chinnapong

Gejala trauma secara fisik

Seiring dengan reaksi emosional, trauma juga dapat memengaruhi fisik, seperti:

  • Sakit kepala
  • Masalah pencernaan
  • Kelelahan
  • Jantung berdebar
  • Berkeringat
  • Merasa gelisah
  • Kesulitan tidur

Efek trauma 

Trauma memiliki efek berkepanjangan jika tidak ditangani dengan baik. Mengutip Psychology Today, efek dari trauma memengaruhi dua aspek, yaitu secara fisiologis dan psikologis.

Efek trauma secara fisiologis 

Efek trauma secara fisiologis berdampak cukup berbahaya bagi tubuh manusia. Merangkum laman Psychology Today, trauma memancing sistem respon stres utama tubuh yang membuat tubuh lebih reaktif terhadap stress. Hal ini membuat tubuh memproduksi hormon stress, yaitu kortisol. 

Hormon kortisol yang berlebihan dapat menjadi racun bagi tubuh manusia. Orang yang memiliki trauma cenderung memproduksi kortisol terus menerus. Jika tidak diatasi, kelebihan kortisol dapat mengarah pada depresi atau meningkatkan risiko penyakit jantung, dikutip dari Psychology Today. 

Demi melupakan traumanya, seseorang akan melakukan apapun. Termasuk merokok atau mengonsumsi alkohol. Kebiasaan ini secara tidak langsung dapat merusak tubuh, sekaligus mematikan emosi dan memperpanjang dampak trauma.

Efek trauma secara psikologis 

Efek dari trauma secara psikologis dirasakan terlebih dahulu karena dapat mengganggu kehidupan sehari-hari. Mulai dari depresi, kecemasan, kemarahan, ketakutan yang intens, kilas balik, hingga paranoia. 

Mengutip Psychology Today, trauma dapat mengubah persepsi seseorang dan mengubah keyakinan mereka. Dibenaknya, mereka berpikir bahwa mereka tidak aman dan orang lain itu berbahaya. Hal ini yang dapat mengarahkan trauma pada PTSD.

Menurut Anxiety and Depression Association of America, gejala PTSD tidak mungkin muncul sampai beberapa bulan atau bahkan bertahun-tahun kemudian. Pemicu efek dari trauma secara psikologis dalam jangka panjang adalah gejala traumanya yang tidak kunjung sembuh.

Cara mengatasi trauma

Untuk pulih dari luka kejadian yang membekas itu cenderung membutuhkan waktu yang lama, Bunda. Perjalanan pemulihannya pun tidak selalu indah, lurus, dan mudah. Perjalanan sembuh dari trauma akan ada tantangan, rintangan, dan hambatan yang menanti. Namun, segala gelisah, gundah, dan merana yang dirasakan dalam perjalanan ini adalah hal yang wajar.

Banner Gerakan Janin

Seperti trauma yang memiliki banyak gejala dan efek, arah pemulihan dari trauma pun bermacam-macam. Tidak ada aturan dan peta spesifik untuk sembuh dari trauma. Melansir dari Healthline, berikut 7 pengingat yang dapat membantu mengatasi trauma.

  1. Pulih dari trauma itu tidak instan, ada berbagai tahap yang akan dihadapi dan semuanya harus dilewati.
  2. Sembuh dari trauma bukan sebuah kompetisi, setiap orang berjalan sendirian untuk menghadapi traumanya. Jangan pernah merasa kecewa ketika melihat ada orang yang sudah sembuh dari traumanya lebih dulu, ya Bun.
  3. Perlu tekad bulat dari diri sendiri agar sembuh dari trauma.
  4. Ketika sudah mantap hati mau menyembuhkan luka, Bunda dapat menjadi orang yang lebih kuat dari sebelumnya.
  5. Lakukan hal-hal yang membuat Bunda senang untuk melindungi kesehatan mental.
  6. Jangan sungkan untuk meminta pertolongan orang terdekat.
  7. Jangan takut untuk mencari bantuan profesional.

Trauma bukan sesuatu yang bisa disepelekan. Sembuh dari trauma sebagai luka yang sangat membekas dalam batin tentu tidak mudah. Namun, lakukan dengan perlahan dan percaya dengan diri sendiri, ya Bunda. Semoga lekas sembuh.


(fia/fia)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda