moms-life
Trauma Orang Tua Bisa Turun ke Anak, Pahami dan Cegah Itu Terjadi yuk Bun!
Rabu, 01 Feb 2023 19:30 WIB
Orang tua biasanya mewariskan segala macam sifat kepada anak-anaknya, mulai dari warna rambut, bentuk mata, dan sebagainya. Tak hanya itu, mereka yang memiliki trauma masa kecil juga bisa mewariskan itu kepada anak-anaknya, ini dinamakan intergenerational trauma.
Pengalaman hidup yang membuat seseorang trauma, seperti pelecehan, dapat berdampak buruk pada struktur dan fungsi otak. Efek dari pengalaman tersebut dapat muncul pada keturunan korban trauma.
Sebuah studi pada 2021 menemukan bahwa ibu yang mengalami pengabaian emosional saat anak-anak kemudian melahirkan bayi dengan sirkuit otak yang berubah di area yang bertanggung jawab atas respons rasa takut dan kecemasan.
Apa itu intergenerational trauma?
Intergenerational trauma adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan dampak dari pengalaman traumatis, tidak hanya pada satu generasi, tetapi pada generasi berikutnya setelah peristiwa tersebut.
Orang yang mengalami intergenerational trauma dapat mengalami gejala, reaksi, pola, dan efek emosional, serta psikologis dari trauma yang dialami oleh generasi sebelumnya, ini tidak terbatas pada orang tua atau kakek-nenek saja.
Gejala intergenerational trauma
Mereka yang terkena intergenerational trauma mungkin mengalami gejala mirip dengan post traumatic stress disorder (PTSD), termasuk kewaspadaan berlebihan, kecemasan, dan disregulasi suasana hati.
Di sisi lain, karena individu tersebut tidak secara langsung mengalami trauma itu sendiri, mereka tidak akan mengalami kilas balik atau ingatan yang mengganggunya.
Mereka mengalami gejala trauma dan respons trauma dari peristiwa yang tidak terjadi pada mereka. Sebaliknya, responnya diwariskan secara genetik.
Karena respons stres terkait dengan lebih banyak masalah kesehatan fisik, intergenerational trauma juga dapat bermanifestasi sebagai masalah medis, termasuk penyakit jantung, stroke, atau kematian dini, Bunda.
Beberapa gejala umum yang mungkin menimbulkan efek jangka panjang di antaranya:
- Disosiasi dan depersonalisasi, atau perasaan terputus dan terlepas dari tubuh dan perasaan.
- Mati rasa emosional, atau kesulitan mengalami dan mengekspresikan emosi.
- Kesulitan berhubungan dengan orang lain, membangun kepercayaan, dan membentuk hubungan.
- Perasaan terasing dan menarik diri.
- Perasaan malu, bersalah, atau rendah diri.
- Perasaan tidak berdaya atau rentan.
- Kesulitan membangun identitas pribadi.
- Kesulitan mengatur suasana hati dan emosi.
- Kecenderungan untuk menghindari orang atau tempat.
- Mimpi buruk.
- Pikiran yang mengganggu.
Penyebab intergenerational trauma
Meski penyebabnya belum diketahui dengan jelas, beberapa ahli berpendapat bahwa peristiwa traumatis awal dapat mempengaruhi keterampilan hubungan, perilaku pribadi, dan sikap serta keyakinan kerabat Bunda dengan cara yang mempengaruhi generasi keluarga di masa mendatang.
Intergenerational trauma bisa terjadi ketika efek trauma diturunkan antar generasi. Hal ini dapat terjadi jika orang tua mengalami pelecehan seksual atau Adverse Childhood Experences (ACEs), dan siklus trauma dan pelecehan berdampak pada pengasuhan mereka.
Melansir dari laman Verrywell Mind, intergenerational trauma juga bisa menjadi akibat dari penindasan, termasuk trauma rasial atau penindasan sistemik lainnya.
5 Cara mengurangi efek intergenerational trauma
Apa yang dilakukan orang tua saat ini dapat memberikan dampak yang signifikan bagi anak dan cucu mereka. Jika mengalami trauma sebagai seorang anak, berikut adalah beberapa langkah yang dapat Bunda ambil untuk meminimalkan dampak potensial pada anak:
1. Pahami bahwa itu akan mempengaruhi anak
Bunda yang mengalami intergenerational trauma perlu memahami bahwa pengalaman kehidupan orang juga dapat mempengaruhi anak. Ini dapat terjadi, bahkan jika mereka mencoba untuk melindunginya.
2. Mengidentifikasi tanda-tanda trauma
Pelajari cara mengidentifikasi tanda-tanda trauma. Ini mungkin termasuk rasa takut, mimpi buruk, penyalahgunaan zat, kehilangan ingatan, cepat marah, dan merasa tidak percaya atau selalu waspada.
Pada anak-anak dan remaja yang lebih muda, trauma dapat bermanifestasi di sekolah melalui nilai yang buruk, putus sekolah, masalah disiplin, atau menghindari sekolah.
3. Bicarakan dengan anak
Bicaralah dengan anak tentang pengalaman Bunda dengan cara yang sesuai dengan usia mereka. Ini akan membantu mereka merasa tidak terlalu sendirian. Itu juga akan melengkapi mereka untuk berbagi sejarah keluarga dengan generasi mendatang yang mungkin juga akan terkena dampaknya.
4. Saling mendukung
Menumbuhkan lingkungan rumah yang memperkaya dan mendukung. Beberapa penelitian telah menyarankan ini dapat membantu membalikkan efek negatif dari trauma tersebut.
5. Meminta bantuan terapis
Tawarkan dukungan emosional sejak dini jika Bunda melihat tanda-tanda kecemasan, depresi, atau masalah kesehatan mental lainnya pada anak. Hubungi konselor kesehatan mental atau program perawatan remaja sedini mungkin.
Ini dapat membantu anak-anak dalam mempelajari keterampilan dalam mengelola emosi dan memiliki komunikasi yang sehat. Seringkali, anak mendapat manfaat dari mengikuti terapi keluarga bersama orang tuanya, sehingga seluruh keluarga dapat sembuh bersama.
Nah, itulah beberapa hal yang perlu Bunda tahu seputar intergenerational trauma. Dengan mengidentifikasi tanda-tandanya sejak dini, Bunda dapat mengurangi efek trauma tersebut pada anak-anak. Semoga bermanfaat, ya, Bunda.
Bunda, yuk, download aplikasi digital Allo Bank di sini. Dapatkan diskon 10 persen dan cashback 5 persen.
Saksikan juga video kenali lima tanda kesehatan mental Bunda terganggu yang ada di bawah ini, ya, Bunda.
(asa)