MOM'S LIFE
Peneliti Sebut Krisis Iklim Bikin Pasangan Ogah Punya Anak
Annisa A | HaiBunda
Kamis, 11 Jan 2024 17:03 WIBKrisis iklim menjadi permasalahan global yang berpengaruh pada berbagai sektor, termasuk kependudukan. Fenomena ini bisa memicu manusia tak lagi mau memiliki anak.
Sebuah penelitian yang baru-baru ini dilakukan mengungkapkan bahwa banyak orang memutuskan untuk tidak memiliki anak lantaran takut terhadap kerusakan iklim, Bunda.
Penelitian ini dilakukan oleh tim akademisi di University College London, Inggris. Penelitian itu diyakini sebagai tinjauan sistematis pertama yang mengeksplorasi bagaimana dan mengapa kekhawatiran terkait perubahan iklim dapat memengaruhi pengambilan keputusan soal reproduksi.
Dari penelitian tersebut, ada 12 dari 13 riset yang mengungkapkan kekhawatiran lebih kuat terhadap kerusakan iklim terkait keinginan untuk memiliki lebih sedikit anak, bahkan tidak sama sekali.
Salah satu yang menolak untuk memiliki anak karena khawatir dengan kerusakan lingkungan adalah Emma Smart. Ia dan suaminya, Andy sudah memutuskan untuk tidak memiliki anak sejak satu dekade yang lalu. Namun, teman-teman dan keluarganya tentu tidak mengerti dengan keputusan mereka.
"Ketika mereka menanyakan alasannya dan Anda menjawab karena alasan lingkungan, hal itu sama sekali tidak pernah terdengar. Aku ingat, kakak iparku tertawa saat aku mengatakan itu," Emma bercerita.
Emma Smart meyakini bahwa krisis iklim sangat memengaruhi keputusan pasangan dalam menentukan masa depan keluarga mereka. Terutama soal memiliki anak, Bunda.
"Pertama, tanggung jawab moral adalah membawa seorang anak ke dunia di mana mereka mungkin tidak memiliki masa depan yang menyenangkan, bahkan layak untuk ditinggali," ungkap Emma, dikutip dari The Guardian.
"Tetapi ada dilema moral sekunder mengenai jenis emisi yang menyebabkan memiliki anak. Itu terdengar dingin dan lebih seperti data daripada emosi, tapi itu adalah faktor besar bagi kami," imbuhnya.
Ketidakpastian mengenai masa depan dan kekhawatiran mengenai dampak ekologis dari pertumbuhan populasi manusia juga menjadi faktor kunci yang diidentifikasi oleh penelitian, menurut Hope Dillarstone, penulis utama studi yang diterbitkan dalam jurnal PLOS Climate.
Hope Dillarstone beserta rekan-rekannya menemukan bahwa kekhawatiran seperti yang dialami oleh Emma Smart bukanlah hal yang aneh, Bunda. Selain perubahan iklim, kekhawatiran yang disebabkan oleh faktor lain juga ditemukan di berbagai pasangan di penjuru dunia.
"Ada kekhawatiran yang hanya muncul di Zambia dan Ethiopia, yaitu mengenai kemampuan sebuah keluarga untuk bertahan hidup dan memperoleh sumber daya," ungkap Dillarstone.
"Jadi masyarakat khawatir, jika mereka mempunyai terlalu banyak anak, maka hal tersebut akan mengurangi peluang anak-anak untuk bertahan hidup, pada akhirnya, karena mereka akan memiliki terlalu banyak mulut untuk diberi makan," paparnya.
Selain itu, Dillarstone juga menemukan alasan politik yang memicu pasangan tak ingin memiliki anak. Temuan ini selaras dengan kekhawatiran Emma Smart.
Emma Smart banting setir dari pekerjaannya di bidang konservasi satwa liar menjadi aktivis lingkungan hidup sejak beberapa tahun terakhir.
"Kami senang menjadi bibi dan paman dan juga bisa aktif berjuang, mengambil risiko, dan berkorban," kata Smart. "Entah itu (ditangkap) atau dipenjara, atau mengorbankan waktu kita, untuk memastikan bahwa keponakan kita memiliki masa depan yang lebih baik," ucap Emma.
Kendati demikian, Dillarstone berharap ada pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana masyarakat menentukan pilihan terkait reproduksi dalam pengetahuan tentang krisis iklim yang akan membantu membentuk kebijakan publik.
TERUSKAN MEMBACA KLIK DI SINI.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(anm/anm)