HaiBunda

MOM'S LIFE

Pelaku Bullying Kemungkinan Besar Miliki Masalah Kesehatan Mental, Ini Hasil Penelitian

Arsitta Dwi Pramesti   |   HaiBunda

Kamis, 22 Feb 2024 21:55 WIB
Pelaku Bullying Kemungkinan Besar Miliki Masalah Kesehatan Mental, Ini Hasil Penelitian/Foto: iStock

Studi membuktikan bahwa pelaku bullying kemungkinan besar memiliki masalah kesehatan mental. Ketidakstabilan kondisi mental ini menjadi alasan utama seseorang menjadi pelaku bullying.

Baru-baru ini, bullying kembali menjadi topik hangat usai kasus yang salah satunya menyeret nama artis ternama, Vincent Rompies. Anak sulung Vincent yang bersekolah di sekolah internasional itu menjadi tersangka kasus bullying, Bunda.

Berbagai pertanyaan pun muncul. Apakah perilaku bully disebabkan oleh kegagalan orang tua?


Mengutip dari ABC News, sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa mereka yang mengalami gangguan kesehatan mental semasa kanak-kanak memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar untuk menjadi pelaku bullying.

Hal ini selaras dengan tim peneliti yang melacak dampak kesehatan mental pada pasien rawat inap dan rawat jalan poli jiwa pada sebuah rumah sakit di Finlandia. Menurut Healthline, 20 persen dari mereka yang menjadi pelaku intimidasi saat masih anak-anak memiliki masalah kesehatan mental yang memerlukan perawatan medis saat remaja atau dewasa.

Anak-anak pelaku perundungan ini, saat dewasa memiliki masalah kejiwaan yang memerlukan pengobatan pada tingkat depresi, gangguan kecemasan, skizofrenia, dan penyalahgunaan narkoba.

Pembully Miliki Masalah Kesehatan Mental

Sebuah penelitian di Brown University menganalisis jawaban survei dari orang tua terhadap hampir 64.000 anak berusia 6 hingga 17 tahun yang diidentifikasi memiliki gangguan kesehatan mental. Hasil dari Survei Nasional Kesehatan Anak ini, 15 persen dari anak-anak tersebut diidentifikasi sebagai pelaku perundungan oleh orang tuanya.

Mereka yang dianggap sebagai pelaku bullying beresiko dua kali lebih besar mengalami depresi, kecemasan, dan gangguan defisit perhatian. Pelaku bully juga enam kali lebih besar beresiko didiagnosis menderita gangguan menentang oposisi, yang ditandai dengan kemarahan dan permusuhan yang terus-menerus, terutama terhadap figur otoritas, seperti orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya.

Direktur Pusat Pengembangan Manusia di Rumah Sakit Anak Beaumont di Royal Oak, Mich, Dr. Stefani Hines, menjelaskan bahwa dengan mengetahui sisi kelam dibalik pelaku bullying, membuat kita memahami kasus bullying lebih baik. 

“Studi ini memberi kita pemahaman yang lebih baik tentang profil risiko pelaku intimidasi,” kata Dr. Stefani Hines.

Menurut Alan Hilfer, kepala psikolog di Maimonedes Medical Center di Brooklyn, N.Y., gangguan kesehatan jiwa tersebut, seringkali mengarah pada perilaku impulsif dan terkadang agresif yang umum terjadi di kalangan pelaku bullying. Hilfer juga menjelaskan bahwa para pelaku intimidasi seringkali melanjutkan siklus bullying yang mereka alami sendiri.

“Mereka bisa jadi depresi, takut, dan sering kali melampiaskan kemarahan dan frustrasinya pada orang lain,” kata Hilfer.

Pelaku Bully juga Membutuhkan Dukungan

Pada kebanyakan kasus bullying, masyarakat berupaya memberikan dukungan penuh pada korban. Padahal, melansir dari ABC News, pelaku bully dan korban harus mendapatkan dukungan yang tepat.

Peneliti mengungkapkan dukungan sering kali diberikan kepada teman-teman yang di-bully dan dianggap sebagai korban, di sisi lain pelaku intimidasi juga harus dipandang sebagai korban dan ditawari bantuan untuk mengubah perilaku mereka.

Hines menyerukan agar anak-anak yang diidentifikasi sebagai pelaku bullying diperiksa gangguan kesehatan mentalnya. Meskipun tidak semua pelaku bullying memiliki gangguan kesehatan mental, kebanyakan beberapa anak yang memiliki trauma kejiwaan berpotensi tinggi sebagai pelaku perundungan.

Banyak ahli setuju, dan menambahkan bahwa penting juga bagi orang tua, dokter, dan guru untuk mengidentifikasi akar kemarahan anak-anak, dan membantu anak-anak menyalurkan agresi mereka dengan cara yang lebih baik.

Alasan Orang menjadi Pembully

Bunda mungkin bertanya-tanya, apa saja sih alasan seseorang menjadi pelaku bullying? Sama seperti kebanyakan kasus penyimpangan perilaku sosial, pelaku bullying memiliki beberapa alasan sebagai berikut

1. Meniru perilaku orang lain

Pembully biasanya terinspirasi karena melihat kerabat atau teman mereka membully orang lain. Dengan memperhatikan contoh kasus di depan mata, mereka mungkin belajar bahwa ini adalah cara yang dapat diterima untuk memperlakukan orang lain.

ABC News mengungkapkan bahwa anak yang menonton kasus bullying kemungkinan besar menganggap perilaku tersebut sebagai salah satu cara untuk dihargai di lingkungan rumah atau sekolahnya.

Jika orang tua, pengasuh, dan orang dewasa lainnya tidak memperbaiki pandangan bullying ini, akan sulit mengubah perilaku tersebut di masa kanak-kanak dan dewasa. 

2. Ciri-ciri kepribadian

Sebuah studi dari tahun 2012 menemukan bahwa penindasan sangat terkait dengan dua jenis agresi tertentu, yaitu agresi instrumental dan agresi reaktif. Pembully cenderung memiliki kepribadian yang agresif atau dominan.

Hal ini dapat mendorong seseorang untuk menindas orang lain tanpa menyadarinya, terutama jika mereka yakin bahwa mereka mempunyai alasan lain yang sah atas perilaku mereka.

3. Pengalaman pribadi

Seperti yang sudah dijelaskan di awal, korban bullying di masa lalu cenderung melanjutkan rantai bullying di masa depan. Pembully seringkali menghadapi trauma seperti rendahnya harga diri, kecemburuan, rasa tidak aman, dan bahkan kecemasan. Ketika mereka tidak mampu mengekspresikan dan memproses emosi ini dengan cara yang sehat, mereka mungkin akan melakukan intimidasi terhadap orang lain.

Selain itu, pengalaman traumatis lainnya, seperti pengabaian atau kekerasan di rumah, juga dapat meningkatkan risiko perilaku agresif seperti perundungan. Situasi kehidupan yang penuh tekanan, seperti kesulitan keuangan, juga dapat meningkatkan risiko seseorang menjadi pelaku intimidasi.

Pada akhirnya, pelaku bullying menindas orang lain seenaknya karena penindasan membuat mereka merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(fia/fia)

Simak video di bawah ini, Bun:

5 Rempah yang Ampuh untuk Mengatasi Sakit Kepala, Ada Jahe hingga Kayu Manis

TOPIK TERKAIT

ARTIKEL TERKAIT

TERPOPULER

7 Potret Artika Sari Devi & Baim Tetap Mesra Meski Sudah 17 Tahun Menikah

Mom's Life Nadhifa Fitrina

Aline Adita Ungkap Miliki Uterus Didelphys atau Rahim Ganda hingga Akhirnya Hamil setelah 12 Th

Kehamilan Annisa Aulia Rahim

58% Orang Sering Pakai Kosakata Bahasa Inggris Ini Meski Tak Paham Arti, Cek Daftarnya!

Mom's Life Amira Salsabila

Apakah Menantu Perempuan Wajib Mengurus Mertua yang Sakit? Cek Kewajiban Menurut Islam

Mom's Life Arina Yulistara

20 Contoh Interaksi Sosial dalam Kehidupan Sehari-hari: Pengertian, Ciri, Syarat, Faktor, hingga Tujuan

Parenting Nadhifa Fitrina

REKOMENDASI
PRODUK

TERBARU DARI HAIBUNDA

7 Potret Artika Sari Devi & Baim Tetap Mesra Meski Sudah 17 Tahun Menikah

20 Contoh Interaksi Sosial dalam Kehidupan Sehari-hari: Pengertian, Ciri, Syarat, Faktor, hingga Tujuan

Apakah Menantu Perempuan Wajib Mengurus Mertua yang Sakit? Cek Kewajiban Menurut Islam

17 Contoh Kata Pengantar Makalah Beserta Struktur dan Cara Membuatnya

58% Orang Sering Pakai Kosakata Bahasa Inggris Ini Meski Tak Paham Arti, Cek Daftarnya!

FOTO

VIDEO

DETIK NETWORK