Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Hukum Qadha Puasa Ramadhan setelah Nisfu Syaban, Bolehkah?

ZAHARA ARRAHMA   |   HaiBunda

Senin, 26 Feb 2024 16:15 WIB

close up image .
Ilustrasi puasa/ Foto: Getty Images/iStockphoto/hayatikayhan
Daftar Isi

Nisfu Syaban adalah waktu di mana pertengahan bulan Syaban berjalan menuju akhir untuk menyambut Ramadhan. Sepanjang bulan ini, berbagai ibadah dapat ditunaikan oleh para umat Islam untuk memperkaya amalan yang diterimanya, Bunda. Nah, salah satu ibadah yang dianjurkan ditunaikan adalah berpuasa.

Pelaksanaan puasa Syaban bisa berlangsung selama beberapa hari hingga sebulan penuh. Hal tersebut dikarenakan tidak ada ketentuan pasti jumlah hari puasanya. Tetapi, haram hukumnya untuk memulai puasa Syaban setelah tanggal 15 Syaban.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا اِنْتَصَفَ شَعْبَانَ فَلَا تَصُومُوا. (رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ)

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Huraira ra, sungguh Rasulullah SAW bersabda: ‘Ketika Syaban sudah melewati separuh bulan, maka janganlah kalian berpuasa’.” (HR. Iman Lima: Ahmad, Abu Dawud, at-Tarmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah)

Dari hadis tersebut, puasa Syaban harus dimulai sejak tanggal 1 atau paling lambat tanggal 15 di bulan Syaban. Puasa yang dilakukan di pertengahan bulan Syaban disebut dengan puasa Nisfu Syaban. Nah, jika Bunda terlewat untuk melakukan puasanya, maka haram hukumnya untuk berpuasa Syaban hingga akhir bulan.

Lalu, bagaimana jika Bunda masih memiliki utang mengganti puasa dari Ramadhan yang lalu? Bolehkah membayar utang puasa tersebut selepas Nisfu Syaban datang? Apakah hukumnya berbeda atau sama haramnya seperti puasa Syaban?

Bolehkah membayar utang puasa atau qadha puasa Ramadhan setelah Nisfu Syaban?

Sebagai seorang perempuan, Bunda tentu selalu merasakan bagaimana ibadah berpuasa berjalan di Ramadhan. Suatu hal yang tak bisa dihindari seperti haid membuat kita tidak diperbolehkan puasa. Kemudian jika dalam kondisi hamil dan menyusui, kita tidak diwajibkan berpuasa. Sehingga, hal tersebut membuat kita berutang puasa, dan membayar utang puasa adalah sebuah kewajiban.

Utang puasa tersebut perlu diganti dengan puasa qadha atau membayar fidyah di kemudian hari. Pelaksanaan puasa Qadha diperbolehkan kapan saja selagi belum memasuki Ramadhan selanjutnya. Dengan begitu puasa Qadha boleh dilakukan selepas malam Nisfu Syaban hingga Syaban berakhir.

3 Ketentuan terkait pelaksanaan puasa setelah Nisfu Syaban

Berikut beberapa ketentuan yang perlu diketahui saat ingin berpuasa setelah Nisfu Syaban:

1. Melanjutkan puasa yang dilakukan di hari-hari sebelumnya, meskipun dengan puasa di tanggal 15 Syaban. Sebagai contoh, seorang muslim yang berpuasa pada tanggal 15 Syaban, lalu berpuasa pada hari selanjutnya, ia diperbolehkan melakukannya. Puasa tersebut pun hukumnya tidak haram.

2. Bersamaan dengan rutinitas puasanya. Semisal, ada seseorang yang sudah terbiasa puasa Senin-Kamis atau puasa Daud, maka meskipun sudah terlewat setengah bulan Syaban, ia tidak dilarang untuk berpuasa sesuai dengan kebiasaannya.

3. Melaksanakan puasa nazar atau mengganti utang puasa, tidak haram dilakukan. Justru puasa ini diwajibkan untuk dilakukan sebelum memasuki Ramadhan berikutnya.

Macam-macam puasa yang boleh dilakukan setelah Nisfu Syaban

Beberapa jenis puasa yang dapat dilakukan setelah memasuki separuh bulan Syaban, yaitu Nisfu Syaban.

1. Puasa Senin dan Kamis

Puasa Senin dan Kamis adalah puasa sunah yang sering ditunaikan oleh sebagian besar umat Islam dengan alasan kesehatan ataupun menghemat pengeluaran. Tetapi yang terpenting, puasa sunah satu ini adalah puasa yang disenangi oleh Rasullah SAW untuk dilakukan. Beliau selalu menunggu-nunggu datangnya waktu dalam menunaikannya. Seperti yang disampaikan oleh Aisyah RA dalam beberapa riwayat hadis:

“Rasulullah SAW selalu menunggu datangnya waktu berpuasa di hari senin dan kamis” (HR Ahmad)

“Rasulullah SAW begitu antusias dan bersungguh-sungguh dalam menunaikan puasa pada hari senin dan kamis” (HR Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, Imam Ahmad).

Dalam waktunya, puasa ini dilakukan dua kali seminggu, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Tetapi, haram dilakukan bila bertepatan dengan hari Raya dan hari Tasyrik. Oleh sebab itu, Bunda diperbolehkan untuk dilakukan setelah penanggalan Nisfu Syaban. Bagi orang yang sudah terbiasa puasa ini, dan kebetulan sudah masuk waktunya setengah terakhir bulan Syaban, tak ada larangan untuknya melanjutkan puasa tersebut.

لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُم رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ، إِلاَّ أَنْ يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَومَهُ، فَليَصُمْ ذَلِكَ اليَوْمَ

. (متفقٌ عَلَيْهِ)  

Artinya: "Janganlah seseorang di antara engkau semua itu mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari (sebelumnya), kecuali kalau seseorang itu (sudah) biasa berpuasa tepat (pada) hari puasanya, maka hendaklah ia berpuasa pada hari itu." (Muttafaq 'alaih)

2. Puasa Daud

Puasa Daud adalah puasa sunah yang diamalkan oleh Nabi Daud AS. Pelaksanaan puasa satu ini dilakukan dengan cara selang-seling, seperti sehari berpuasa dan sehari bebas puasa. Dalam sebuah riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda akan istimewanya puasa sunah Daud. Puasa ini begitu dicintai oleh Allah SWT atas keistimewaannya.

"Puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Daud, dan sholat yang paling dicintai Allah adalah sholat Daud. Ia terlelap di setengah malam dan bangun pada sepertiga malam, kemudian tidur kembali di seperenam malam, kemudian ia berpuasa satu hari dan berbuka satu hari selanjutnya." (HR Bukhari dan Muslim)

3. Puasa Nazar

Nazar secara harfiah adalah sumpah untuk kebaikan. Selain itu, nazar adalah kesanggupan seseorang untuk beribadah di luar kewajiban, baik secara mutlak ataupun dikaitkan dengan suatu hal.

Jika seseorang bernazar untuk berpuasa, maka pelaksanaannya disifatkan sebagai hal yang wajib. Dikarenakan ia sudah bersumpah. Kalau melanggar, maka ada kafarat yang perlu dibayar, Bun.

Untuk waktu pelaksanaannya, puasa nazar bisa dilakukan kapan saja, sesuai sumpahnya, asalkan tidak ditunaikan pada hari yang diharamkan melakukan puasa. Sebagai contohnya, pada Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, hari tasyrik, serta saat Bunda sedang kondisi haid atau nifas. Oleh karenanya, puasa ini diperbolehkan untuk dilakukan setelah datangnya Nisfu Syaban. Rasulullah pun pernah bersabda akan pentingnya pelaksanaan puasa Nazar:

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ

Artinya: "Siapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut. Barang siapa yang bernazar untuk bermaksiat pada Allah, maka janganlah bermaksiat kepada-Nya." (HR Bukhari).

4. Puasa Qadha

Nah, yang terakhir adalah puasa Qadha. Puasa yang dilakukan untuk mengganti utang puasa Ramadhan di waktu lalu. Hukum puasa ini wajib ditunaikan bagi umat Muslim yang memiliki utang meninggalkan kewajiban berpuasanya di bulan Ramadhan. Hal ini disebutkan dalam firman Allah SWT di dalam surah Al-Baqarah ayat 184,

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗوَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗوَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Ayyāmam ma'dụdāt, fa mang kāna mingkum marīḍan au 'alā safarin fa 'iddatum min ayyāmin ukhar, wa 'alallażīna yuṭīqụnahụ fidyatun ṭa'āmu miskīn, fa man taṭawwa'a khairan fa huwa khairul lah, wa an taṣụmụ khairul lakum ing kuntum ta'lamụn

Artinya: (yaitu) di beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Puasa Qadha Ramadhan wajib dilakukan sebelum bulan Ramadhan yang berikutnya datang. Dengan begitu, Bunda masih bisa dan diperbolehkan melakukan puasa Qadha atau beberapa puasa lainnya di atas, sepanjang pertengahan hingga akhir bulan Syaban.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(som/som)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda