Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Kesehatan Mental Gen Z di Era Digital, Benarkah Rentan Depresi?

Amira Salsabila   |   HaiBunda

Jumat, 08 Aug 2025 23:00 WIB

Friends group having addicted fun using mobile smart phone - Close up of people hands sharing content on social media network with smartphone - Technology concept with millenials online with cellphone
Ilustrasi kesehatan mental Gen Z di era digital/ Foto: Getty Images/iStockphoto/ViewApart
Daftar Isi
Jakarta -

Generasi Z (Gen Z) tumbuh seiring dengan meningkatnya angka pelecehan, kekerasan seksual, serta kekhawatiran perubahan iklim. Lalu bagaimana dengan kondisi kesehatan mental Gen Z di tengah era digital saat ini.

Pandemi COVID-19 diketahui sempat mengganggu kehidupan sehari-hari dan rencana jangka panjang Gen Z dan mereka semakin tidak yakin dengan kondisi keuangan, akses ke layanan kesehatan, dan bahkan pemerintahan.

Gen Z rentan mengalami depresi

Dilansir dari laman UNICEF, Gen Z sangat terlibat dengan isu-isu global, mengonsumsi berita lebih banyak daripada bentuk konten lainnya, dan bersemangat untuk membentuk masa depan.

Meskipun mereka memiliki ketahanan, kreativitas, dan tekad, kombinasi yang mengkhawatirkan dari konflik geopolitik, krisis iklim dan ekologi, ketidakpastian ekonomi, dan tantangan kesehatan mental, membuat kaum muda merasa kewalahan, tidak berdaya, dan terombang-ambing tanpa dukungan atau layanan kesehatan mental yang memadai.

Studi yang berdasarkan survei terhadap lebih dari 5.600 Gen Z berusia 14-25 tahun di seluruh dunia menemukan bahwa:

  • Generasi Z mengonsumsi berita lebih banyak daripada konten lainnya, dengan 6 dari 10 merasa kewalahan oleh peristiwa terkini.
  • 4 dari 10 orang masih merasakan stigma saat berbicara tentang kesehatan mental di sekolah dan tempat kerja.
  • Hanya separuh responden yang tahu di mana menemukan sumber daya untuk mendukung kesehatan mental mereka.
  • Hanya 55 persen yang percaya bahwa mereka memiliki mekanisme koping yang efektif untuk mendukung kesehatan mental dan kesejahteraannya.
  • Aktivitas yang berakar pada gerakan, perhatian, dan hubungan sosial, seperti berjalan, bermain, atau menghabiskan waktu bersama teman dan keluarga, dianggap paling efektif untuk mendukung kesehatan mental.
  • Meskipun menghadapi tekanan ini, 60 persen tetap berharap dan ingin berkontribusi untuk membentuk masa depan yang lebih baik.

Direktur Penggalangan Dana dan Kemitraan Swasta UNICEF, Carla Haddad Mardini, mengatakan laporan ini memberikan gambaran penting tentang keresahan kolektif yang dialami oleh Gen Z terhadap kondisi dunia saat ini.

“Dan kesenjangan yang terus-menerus dalam sumber daya yang mereka butuhkan untuk mendorong kesehatan mental dan kesejahteraan yang positif, yang berdampak negatif pada rasa tanggung jawab mereka,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan generasi muda ini memiliki harapan, keahlian, dan komitmen yang dibutuhkan untuk membangun dunia yang lebih welas asih dan tangguh, dan hal ini bergantung pada upaya kolektif pemerintah, pendidik, pelaku bisnis, yayasan, dan sektor swasta.

“Untuk bekerja sama dengan kaum muda guna memastikan dukungan yang diperlukan tersedia,” sambungnya.

Gen Z di Indonesia alami darurat kesehatan mental

Darurat kesehatan mental adalah situasi di mana perilaku seseorang menempatkan mereka pada risiko menyakiti diri sendiri atau orang lain.

Sebanyak 34,9 persen Gen Z dan Milenial di Indonesia mengalami darurat kesehatan mental. Dua kondisi psikologis yang paling sering ditemukan adalah depresi dan kecemasan (anxiety).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia pada 2021 menemukan bahwa mayoritas remaja dan dewasa muda berusia 16 hingga 24 tahun memasuki periode darurat kesehatan mental.

Hampir 96 persen remaja dan dewasa muda di Tanah Air mengalami gejala kecemasan dan 88 persen di antaranya depresi.

“Jadi, kalau kita bicara darurat itu adalah ketika si permasalahan mentalnya ini sudah mengganggu di berbagai aspek kehidupan sehari-hari, mulai dari aspek personal, karier, sampai sosial,” ujar Psikolog Indah Sundari, S.Psi, M.Psi.

Dampak media sosial bagi kesehatan mental Gen Z

Survei Gen Z Global 2022 yang dilansir dari laman McKinsey Health Institute (MHI) menanyakan lebih dari 42.000 responden di 26 negara di seluruh benua dengan pertanyaan berdasarkan empat dimensi kesehatan, yakni mental, fisik, sosial, dan spiritual.

MHI kemudian menganalisis perbedaan dan persamaan lintas generasi dan negara, dengan harapan dapat menginformasikan dialog yang lebih luas seputar kesehatan mental Gen Z.

Gen Z secara rata-rata lebih cenderung mengungkap perasaan negatif tentang media sosial dibandingkan generasi lain.

Mereka juga lebih mungkin melaporkan kesehatan mental yang buruk. Namun, korelasi bukanlah sebab akibat, dan data tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara penggunaan media sosial dan kesehatan mental itu kompleks.

Meskipun Gen Z cenderung melaporkan kesehatan mental yang lebih buruk, penyebab yang mendasarinya belum jelas.

Ada beberapa faktor spesifik usia yang dapat memengaruhi kesehatan mental Gen Z, terlepas dari kelompok generasi mereka, termasuk tahap perkembangan, tingkat keterlibatan dengan layanan kesehatan, dan sikap keluarga atau masyarakat.

Dampak negatif tampaknya paling besar dirasakan oleh generasi muda, terutama bagi Gen Z yang menghabiskan lebih dari dua jam sehari di media sosial dan Gen Z dengan kesehatan mental yang buruk.

Meskipun demikian, dampak positifnya juga dirasakan banyak orang. Lebih dari 50 persen semua kelompok menyebutkan ekspresi diri dan konektivitas sosial sebagai hal positif dari media sosial.

Cara mengelola depresi dan kecemasan

Ada berbagai cara untuk mengelola depresi dan kecemasan yang dapat Bunda lakukan. Berikut beberapa di antaranya:

1. Latihan pernapasan

Dilansir dari laman Verywell health, saat merasa stres, hormon dalam tubuh menyebabkan napas dan detak jantung menjadi lebih cepat.

Mengambil napas dalam-dalam dan perlahan dapat membantu memperlambat detak jantung dan menstabilkan tekanan darah.

2. Olahraga

Tambahkan aktivitas fisik ke dalam rutinitas harian. Penelitian menunjukkan bahwa olahraga sedang selama 30 menit saja dapat membantu melawan stres dan meningkatkan kualitas tidur.

3. Latihan yoga

Yoga adalah bentuk kebugaran pikiran-tubuh yang melibatkan latihan dan kesadaran, atau fokus pada diri sendiri dan napas.

Penelitian menunjukkan bahwa yoga membantu meningkatkan kesejahteraan, mengelola stres dan emosi negatif.

Nah, itulah penjelasan tentang generasi Z yang lebih rentan depresi hingga cara mengelolanya. Semoga bermanfaat, ya, Bunda.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar dan klik di SINI. Gratis!

(asa/som)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda