Jakarta -
Rasanya gampang banget ya memperolok orang lain berdasar ciri tubuhnya. Kadang topik semacam ini sering dijadikan bahan bercanda dan tanpa sadar menyakiti perasaan orang lain. Nggak cuma orang dewasa, anak-anak pun melakukannya. Bagaimana seharusnya kita sebagai orang tua bersikap?
Memberi komentar negatif terhadap kondisi fisik orang disebut juga dengan istilah body shaming. Kata psikolog anak dan remaja, Ratih Zulhaqqi MPsi, body shaming ini dapat berimbas ke pertumbuhan anak ke depannya, bahkan hingga mereka dewasa. Lebih lanjut, bisa berpengaruh pada
kepercayaan diri, self concept, dan self image anak.
"Misal, anak dibilang gendut oleh teman atau keluarga. Padahal sudah kita (orang tua) jelaskan bahwa dia nggak gendut, tapi anak keukeuh bahwa tiap dia ngaca dia merasa gendut. Nah, hal ini yang membuat self image anak rusak. Ia berpikir bahwa dia gendut dan orang lain (pasti) melihat dia gendut. Ini yang namanya imaginary audience, berpikir bahwa semua orang memperhatikan dia dan tubuhnya yang gendut," tutur Ratih saat ngobrol dengan HaiBunda.
Baca juga:
Cara Agar Anak Tetap Percaya Diri Saat Namanya Dianggap AnehAnak itu mudah mengomentari hal yang menurut mereka menonjol atau yang dilihatnya unggul, termasuk yang menurut mereka aneh atau 'beda'. Tanpa penjelasan daru kita, hal-hal tersebut dapat membentuk pola diri, baik itu pola diri yang negatif maupun positif.
Lalu bagaimana jika anak kita telanjur mengalami body shaming? Tenang, selama kita mengetahui lebih cepat, masih bisa kita atasi kok, Bun. Karena itu di sini penting banget membiasakan anak terbuka ke orang tua supaya kita pun lebih cepat mengetahui masalahnya.
Beberapa hal yang perlu kita lakukan saat anak mengeluh bentuk tubuhnya menjadi olok-olokan teman-temannya adalah:
1. Jangan MenyangkalHal ini yang paling sering dilakukan oleh para orang tua dan kerap salah kaprah. Ketika anak mendapat perlakuan body shaming dari teman-temannya, kita sering banget mengatakan, 'Nggak kok, kamu nggak gendut, kamu nggak pendek, kamu nggak hitam...' dan sebagainya. Padahal respons itu kurang tepat.
"Lebih baik jelaskan apa adanya, beri juga perbandingan jadi anak juga belajar menerima tubuhnya sendiri. Misal, jika anak dikatakan pendek, kita bisa bandingkan tubuh anak memang pendek jika dibandingkan dengan pohon kelapa," papar Ratih.
Atau Ratih menambahkan, kita bisa katakan ke si kecil bahwa manusia termasuk anak kita akan tumbuh. Jadi untuk saat ini tidak apa merasa pendek karena memang pada kodratnya manusia tumbuh untuk menjadi besar nantinya.
2. Beri SolusiKetika menjelaskan belum cukup untuk si kecil, mungkin kita bisa kasih solusi. Orang tua juga rajin-rajin cari tahu ya, Bun, terkait cara agar pertumbuhan si kecil bisa lebih optimal.
Misal jika si kecil dikatakan pendek, kita bisa beri solusi untuk rajin memberinya susu, mengikutkan si kecil kursus renang jika ia ingin tumbuh tinggi, dan berbagai hal untuk mendukung si kecil agar ia tetap
percaya diri.
3. Jelaskan yang SebenarnyaSelain tidak menyangkal pada si kecil, kita juga harus menjelaskan keadaan yang sebenarnya ke si kecil. Misal, saat si kecil diledek teman-temannya karena memiliki kulit hitam, kita bisa jelaskan ke anak tentang kulit di keluarga kita.
"Misal kita bilang, 'Nih lihat, kulit bunda sama ayah berwarna gelap. Aneh kan kalau kulit kamu berwarna cerah sendirian...'" tutur Ratih.
Jika kita tahu, kita bisa beri penjelasan secara ilmiahnya dengan bahasa yang mudah dimengerti anak. Katakan pada anak, bahwa bersih nggak harus putih. Warna kulit apapun bisa kok bersih, jadi yang kita tekankan adalah bersihnya bukan warnanya ya, Bun.
Baca juga:
Menyentuh! Nasihat Penyanyi Pink pada sang Anak yang Merasa Jelek (aml)