Jakarta -
Refluks asam umumnya dialami orang dewasa. Tapi, kondisi ini juga bisa dialami bayi. Bahkan, bukan nggak mungkin akan memengaruhi kualitas hidupnya.
Seorang bunda bernama Katie Honan punya pengalaman soal refluks pada bayi nih, Bun. Dia mengatakan anak bungsunya, Bella yang berumur 9 bulan berjuang dengan refluks sejak dia lahir. Bella lahir lewat persalinan normal di usia kandungan 38 minggu.
"Sejak hari pertama, Bella tidak tenang. Dia tidak tidur nyenyak dan ingin terus menyusu. Itu melelahkan," kata Katie.
Katie tak berpikir macam-macam. Ibu dua anak itu hanya menduga perilaku Bella normal seperti bayi baru lahir lainnya. Memang, Bun, para ahli ada yang mengatakan muntah atau gumoh pada bayi disebabkan
refluks asam. Dan ini hal yang normal pada bayi yang bersendawa, batuk atau menangis setelah minum susu. Gumoh terjadi pada separuh dari semua bayi sampai berusia 1 tahun.
Tapi, refluks yang dialami Bella membuatnya sangat rewel. Kata Katie kondisi tersebut membuat setiap hari menjadi sebuah tantangan. Si kecil Bella akan berteriak setiap kali dia terbaring telentang. Bella juga sangat gelisah sepanjang hari dan makan aja butuh perjuangan. Alhasil, setiap keluar rumah Katie cemas bayinya akan membuat kehebohan yang bisa bikin orang tuanya stres.
"Dia hanya akan tidur nyenyak saat berada di dalam gendongan bayi. Saya tahu ada yang tidak beres. Dokter memberinya obat dan kondisinya membaik sebentar. Akhirnya setelah diperiksa ke dokter ketahuan Bella mengalami Gastro-oesophageal reflux disease (GORD) dan intoleransi terhadap susu sapi," kata Katie.
Karena Bella hanya minum ASI, Katie mengubah dietnya. Ia menjalani diet ketat kedelai dan susu. Setelah enam bulan berlalu, kondisi Bella membaik. Ia tak serewel awal-awal baru lahir.
"Kami akhirnya memiliki bayi yang akan berbaring di tikar dan bermain, tidur di tempat tidurnya dan memberi kami beberapa senyuman bahagia," kata Katie.
Meski sudah melewati itu semua, Katie penasaran apa yang membuat Bella memiliki GORD dan apa kondisi tersebut bisa dicegah. Perawat neonatal anak, Marnie Szeles, mengatakan jumlah pasien refluks meningkat. Dari total ibu yang meminta bantuan, sekitar 75 persennya karena bayinya mengalami refluks.
"Secara keseluruhan saya melihat lebih banyak bayi laki-laki yang lebih rentan terhadap refluks. Bisa jadi ini adalah perubahan jangka panjang terkait bagaimana makanan diproduksi dan dijaga kualitasnya. Karena ibu dengan cemas tinggi lebih mungkin memperparah refluks bayi maka dukungan penting untuk mereka," kata Marnie.
Untuk mengetahui penyebab refluks, periset dari Western Sydney University Australia menemukan beberapa faktor yang berhubungan dengan ibu dan berpengaruh pada refluks yang dialami bayi. Refluks gastroesofagus (GOR) terjadi saat otot di kerongkongan dan perut sesaat rileks. Akibatnya, isi perut bisa kembali ke kerongkongan atau mulut karena otot belum sepenuhnya berkembang.
Tapi tenang, biasanya kondisi ini membaik dengan sendirinya saat bayi berusia balita kok, Bun. Nah, ada lagi refluks gastro-oesophageas yang lebih serius nih. Ini adalah refluks yang menyebabkan komplikasi. Gejalanya meliputi rasa sakit dan tidak nyaman di dada atau perut bagian atas, tersedak, sering muntah, penurunan berat badan yang berlebihan dan tertundanya perkembangan anak.
School of Nursing and Midwifery juga menganalisis alasan bayi dirawat di layanan penitipan anak Karitane dan Tresillian dalam 12 bulan pertama setelah kelahiran. Data tersebut dikumpulkan dari tahun 2000-2011.
Dikutip dari Nothern Daily Reader, studi yang dipublikasi di BMC Pediatrics mengungkapkan kecemasan ibu berhubungan kuat dengan bayi yang dirawat di rumah sakit dengan
refluks. Bayi-bayi yang dirawat juga lebih banyak berjenis kelamin laki-laki, anak pertama dan lahir melalui operasi caesar. Dilaporkan, kecemasan ibu meningkat ketika bayinya adalah anak pertama. Ya, karena lahirnya anak pertama bisa memberikan perubahan besar dalam keluarga.
(rdn)