Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Saat Ada Kabar Bom, Hal Ini Sebaiknya Tidak Dilakukan Orang Tua

Nurvita Indarini   |   HaiBunda

Minggu, 13 May 2018 14:05 WIB

Saat ada kabar ledakan bom, tentu kita ingin tahu detail kejadiannya.
Saat Ada Kabar Bom, Hal Ini Sebaiknya Tidak Dilakukan Orang Tua (Foto: ilustrasi/thinkstock)
Jakarta - Setiap ada peristiwa besar, wajar banget kalau kita ingin tahu lebih banyak ya, Bun. Misalnya saat peristiwa bom gereja di Surabaya pada 13 Mei 2018 ini, seolah nggak peduli ada anak atau tidak, kita buru-buru mencari kebenaran dan update kabar tersebut.

Ini sama sekali nggak salah. Tapi ada baiknya kalau kita melakukannya nggak di dekat anak ya, Bun. Jadi misalnya kita bisa permisi sebentar pada anak untuk ke kamar mandi, nah, baru deh cari beritanya sejenak di sana menggunakan handphone.

Saran ini bukan tanpa alasan. dr Claudia Gold, seorang dokter anak, spesialis kesehatan mental anak, dan penulis buku 'The Development Science of Early Childhood: Clinical Applications of Infant Mental Health Concepts From Infancy Through Adolescence' menuturkan membatasi informasi tentang hal ini pada anak yang usianya kurang dari lima tahun adalah cara terbaik meyakinkan anak tentang keamanan bagi mereka. Demikian dikutip dari CNN.

Ya, dr Claudia bilang kabar-kabar yang sifatnya tragis memang sebaiknya nggak perlu disampaikan secara gamblang pada anak yang masih kecil, apalagi jika mereka memang belum tahu kabar tersebut.



Bagaimana dengan anak yang lebih besar, misalnya berusia 6-11 tahun? Kata dr Claudia, anak usia ini membutuhkan fakta-fakta dasar dan paparan minimal terhadap hasil liputan media. Menurutnya ada studi yang menunjukkan anak-anak yang telah berulang dan berkepanjangan terpapar visual maupun audio yang mengabarkan peristiwa tragis lebih banyak mengalami kesulitan saat menghadapi kecemasan dibandingkan anak-anak dengan sedikit pemaparan.

American Academy of Pediatrics pernah menyerukan para orang tua agar hati-hati terhadap apa yang dilihat dan didengar anak dari media selepas serangan di Paris pada 2015 lalu. "Kekerasan dapat memberikan efek jangka panjang pada anak-anak, bahkan saat mereka hanya mengetahuinya melalui media," kata pernyataan itu.

Intinya kalau anak mengetahui ada tragedi massal seperti bom gereja di Surabaya, kita perlu memberikan mereka fakta dasar yang umum saja. Sebaliknya hindari merinci secara detail yang justru malah membuat anak takut, cemas, dan terbayang-bayang.

"Seorang anak akan menyimpan di memorinya berdasarkan narasi yang Anda berikan pada acara tersebut," ujar Tricia Ferrara, terapis keluarga dan penulis buku 'Parenting 2.0: Think in the Future, Act in the Now'.



Terkait dengan ledakan bom di gereja Surabaya, kita sepakat bahwa tidak takut melawan teroris dan #bersatuLawanTeroris. Nah, keberanian dan optimisme ini bisa menular pada anak untuk beraktivitas normal seperti biasa. Tapi kita juga perlu membiarkan anak mengekspresikan perasaan mereka, sehingga saat mereka nggak nyaman kita bisa membantu mereka mengatasinya.

"Kemudian yakinkan bahwa semua petugas keamanan sedang bekerja melindungi kita, dan sebenarnya peristiwa ini sangatlah jarang," ucap psikiater di New York Presbyterian Hospital/Weill-Cornell School of Medicine, dr Gail Saltz. (Nurvita Indarini)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda