Palu -
Bantuan terus mengalir untuk korban
gempa dan tsunami di Palu. Beberapa waktu lalu, Izrael, bocah korban gempa sempat viral karena ketegarannya setelah sang ibu meninggal. Lalu, baru-baru ini ada gadis cilik menjadi bahan perbincangan warganet, yakni Jihan. Bocah yang berusia tiga tahun itu sama sekali tak menitikkan air mata atas apa yang telah menimpa keluarganya.
Keberadaan Jihan ini didokumentasi oleh seorang relawan bernama Bayu Andrein lewat akun media sosialnya. Bayu membagikan sejumlah foto dan sebuah video tentang Jihan.
"Dia Jihan, si bidadari kecil yang tengah menikmati ujian dari Sang Khalik di kaki gunung Gawalise. Meski ia masih berumur 3 tahun, setitik pun air mata tak pernah keluar sebab ia takut 'Nanti Allah marah'. Darinya saya belajar bahwa 'Rasa takut kepada Allah adalah kekuatan," tulis Bayu di Facebook.
Dalam video yang diunggah di akun Instagramnya, Bayu bertanya jawab dengan Jihan. Gadis cilik itu mengaku ia rindu dengan keluarganya terutama sang bunda. Bayu juga menjelaskan bahwa ibunya Jihan berada di Arab Saudi, sementara ayahnya sedang sakit. Hingga kini, Jihan tinggal bersama sang nenek di pengungsian setelah
gempa dan tsunami Palu.
Meski begitu, Jihan tetap tersenyum dan mau menjawab beberapa pertanyaan Bayu. Satu kalimat cukup membekas yang Jihan katakan, "Jihan te (nggak) boleh menangis Om, nanti Allah marah."
Dalam postingan terpisah, Bayu mengatakan, cerita Jihan dari kaki gunung Gawalise itu bahkan terdengar sampai ke Eropa. Di media sosial, foto, dan video Jihan juga menjadi viral. Ketegaran Jihan memang membuat kita semua salut padanya ya, Bun. Jihan juga bercita-cita menjadi dokter. Semoga cita-citanya tercapai ya Jihan, doa kami semua menyertaimu.
Gempa dan tsunami di Palu dan Donggala memberikan dampak seperti anak-anak terpisah dari orang tua. Dukungan dan perawatan ekstra perlu diberikan kepada anak-anak.
Senior Branding and Communication Manager Yayasan Sayangi Tunas Cilik, Fajar Jasmin mengatakan, anak-anak telah mengalami peristiwa yang mengejutkan sekaligus menyedihkan, dan berpotensi menimbulkan trauma. Beban emosional anak-anak menjadi jauh lebih buruk karena datangnya gempa susulan kuat yang terus terjadi.
"Anak-anak mungkin telah terpisah dari keluarga mereka dan atau kehilangan teman atau anggota keluarga dan melihat rumah dan harta benda mereka hancur. Tidak diragukan mereka pasti bertanya-tanya kapan kehidupan akan kembali normal," kata Fajar, dalam rilisnya.
Menurut Fajar, sangat penting untuk memberikan dukungan dan perhatian ekstra kepada anak-anak dalam beberapa hari, minggu, dan bulan mendatang. Pihaknya perlu memastikan anak-anak dipersatukan kembali dengan keluarganya serta memastikan pemulihan emosional bagi anak-anak.
"Dukungan kepada anak-anak menjadi salah satu bagian penting dari respons kemanusiaan ini. Hal ini tidak bisa dilupakan," ucapnya.
(aci/nwy)