1. Bullying fisikBullying fisik adalah bentuk intimidasi yang paling jelas. Gordon bilang anak-anak tipe pembully secara fisik ini akan menggunakan tindakan fisik sebagai kekuatannya guna mengontrol korban mereka.
"Pengganggu secara fisik cenderung lebih besar, kuat, dan agresif daripada temannya yang lain. Contoh intimidasi fisik termasuk menendang, memukul, meninju, menampar, mendorong, dan serangan fisik lainnya," kata Gordon.
Bullying fisik, lanjut Gordon, termasuk yang paling mudah diidentifikasi. Selain itu, bullying fisik lebih banyak mendapat perhatian dari sekolah ketimbang jenis bullying lain.
2. Bullying verbalSesuai dengan namanya, pelaku bullying jenis ini menggunakan kata-kata, pernyataan, dan memanggil nama dengan cara hang kurang pantas untuk mengintimidasi korban.
Kata Gordon, pelaku bullying verbal umumnya akan menghina tanpa henti untuk meremehkan, merendahkan, dan melukai orang lain. Pelaku memilih target berdasarkan cara mereka melihat, bertindak, atau berperilaku. Pelaku bullying verbal umumnya menargetkan anak-anak dengan kebutuhan khusus.
 Ilustrasi bullying/ Foto: Thinkstock |
Bullying verbal ini sering sangat sulit diidentifikasi karena serangannya hampir selalu terjadi ketika orang dewasa tidak ada. Selain itu, banyak orang dewasa merasa bahwa hal-hal yang dikatakan anak-anak tidak berdampak signifikan pada orang lain.
" Akibatnya, mereka biasanya memberi tahu korban untuk mengabaikannya. Pdahal, intimidasi verbal harus ditanggapi dengan serius,” tegas Gordon.
Penelitian telah menunjukkan bahwa intimidasi verbal dan pemanggilan nama yang tidak pantas memiliki konsekuensi serius dan dapat meninggalkan bekas luka emosional yang dalam.
3. Agresi relasionalAgresi relasional ini merupakan tipe
bullying yang berbahaya. Orang tua dan guru seringkali tidak memperhatikannya. Bully jenis ini terkadang disebut dengan bully emosional. Agresi relasional erat dengan tindakan manipulasi, di mana remaja mencoba menyakiti temannya atau menyabotase status sosial mereka.
Pembully jenis ini sering mengasingkan orang lain dari suatu kelompok, menyebarkan desas-desus, memanipulasi situasi, dan merusak kepercayaan. Tujuan di balik pelaku intimidasi yang agresif adalah meningkatkan kedudukan sosial mereka sendiri dengan mengendalikan atau mengintimidasi orang lain.
“Secara umum, anak perempuan cenderung sering melakukan agresi relasional ketimbang anak laki-laki. Akibatnya, anak perempuan yang terlibat dalam agresi relasional sering disebut gadis nakal atau frenemies,” papar Gordon.
Korban agresi relasional kemungkinan akan diejek, dihina, diabaikan, dikucilkan dan diintimidasi. Agresi relasional ini umum terjadi di sekolah menengah, tapi tidak terbatas pada remaja.