Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Kapan Tantrum Anak Termasuk Gejala ADHD? Kenali Tanda Awal Disregulasi Emosional

Nazla Syafira Muharram   |   HaiBunda

Kamis, 04 Jan 2024 19:35 WIB

Attention deficit hyperactivity disorder or ADHD with stethoscope and medication.
Kapan Tantrum Anak Termasuk Gejala ADHD/ Foto: Getty Images/iStockphoto/Gam1983
Daftar Isi

ADHD atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder menjadi salah satu gangguan neurodevelopmental yang seringkali muncul pada masa anak-anak. Memahami gejala ADHD menjadi langkah penting untuk mengidentifikasi dan memberikan perawatan secara tepat, Bunda.

Seiring dengan pertumbuhan anak, penting bagi orang tua dan pendidik untuk memahami perbedaan perilaku normal dan tanda-tanda ADHD. 

Salah satu aspek krusial dalam mengenali ADHD pada anak adalah memahami gejalanya, Bunda. Bebrapa gejala umumnya melibatkan ketidakmampuan anak untuk mempertahankan perhatian, impulsifitas, dan hiperaktivitas.

Anak-anak dengan ADHD mungkin akan mengalami kesulitan untuk fokus, mudah teralihkan, serta sulit mengikuti aturan. Dengan mengetahui gejala ini, maka Bunda dapat membantu anak dan memberi dukungan yang sesuai. 

Perlu Bunda ketahui juga bahwa ADHD menjadi gangguan yang dapat mempengaruhi fungsi eksekutif otak, terutama dalam hal regulasi perhatian, kontrol impuls, dan pengelolaan energi.

Meskipun demikian, setiap anak dengan ADHD dapat menunjukkan gejala yang berbeda-beda. Beberapa anak mungkin cenderung mengalami hiperaktivitas, sementara yang lainnya memungkinkan kesulitan dalam mempertahankan perhatian. 

Dengan demikian, penting untuk Bunda memberikan perhatian khusus dan mulai mengidentifikasi ciri-ciri ADHD pada anak. Bunda juga bisa mengidentifikasinya dengan cara melibatkan serangkaian penilaian dan tes yang dilakukan oleh professional kesehatan mengenai ADHD pada anak. 

Untuk mengetahui secara lebih mendalam, di bawah ini terdapat beberapa penjelasan terkait dengan ADHD pada anak yang bisa Bunda pahami dilansir dari laman Medical News Today dan berbagai sumber. Simak penjelasan selengkapnya yuk, Bunda. 

Gejala awal ADHD pada bayi dan balita

Pada dasarnya, semua anak-anak akan mengalami perilaku tantrum atau mengamuk, namun jika perilaku yang terjadi secara ekstrem dialami oleh anak dengan tiba-tiba, kemungkinan besar hal tersebut merupakan tanda dari gejala awal ADHD, lho Bunda. Untuk memahaminya dengan tepat, berikut ini beberapa gejala awal ADHD yang terjadi pada bayi dan balita. Simak ya, Bunda. 

1. Tanda awal ADHD pada bayi: kurang tidur, menyusui, frustasi 

American Academy of Pediatrics menyatakan bahwa anak-anak kemungkinan besar akan didiagnosis menderita ADHD pada usia kurang dari 4 tahun. Namun, bukan berarti ADHD pada balita bukanlah suatu hal yang tidak nyata. Terdapat perbedaan nyata pada otak anak dengan ADHD yang sudah ada sejak lahir, Bunda. 

Menjadi hal yang sangat mudah untuk melihat anak-anak dengan gejala awal ADHD seperti, anak-anak yang sangat aktif dan bersikap spontan. Namun, perlu Bunda ketahui juga bahwa perilaku hiperaktif ini bukanlah ciri khas dari ADHD pada semua anak. Prediktor yang lebih baik untuk mengetahui perkembangan ADHD yang sebenarnya ialah kemampuan anak untuk mengatur emosinya. 

Adapun tanda awal gejala ADHD pada bayi diantaranya, bayi yang terus-menerus menangis dan kesulitan menenangkan diri, bayi yang mudah marah, rewel, dan sulit dikendalikan, bayi yang mengalami kesulitan makan, sulit tidur, dan bayi yang tidak toleran terhadap perasaan frustasi. 

2. Tanda awal ADHD pada balita: emosi intens dan tak terkendali 

Ketika emosi negatif terus berlanjut hingga memasuki masa balita, hal ini tentunya akan terlihat sangat berbeda dari beberapa amukan balita yang terjadi pada umumnya, Bunda. Anak-anak dengan ADHD menunjukkan perilaku yang lebih agresif dan intens secara emosional. 

Singkatnya, balita dengan ADHD memiliki perasaan emosi yang jauh lebih dalam dan mampu menahannya secara lebih lama dibandingkan balita lainnya yang tidak mengalami ADHD.

Mereka dapat bereaksi secara berlebihan dengan emosi positif seperti, kegembiraan. Selain itu, mereka bisa berteriak dan melompat-lompat karena hal-hal kecil. Mereka juga akan bereaksi berlebihan dengan emosi negatif seperti, kekecewaan dan frustrasi yang seringkali berujung pada kemarahan atau perilaku agresif. 

3. Tanda awal ADHD pada balita: sensitivitas dan kewalahan emosional 

Perlu Bunda ketahui bahwa balita dengan ADHD cenderung mudah merasa frustrasi, murung, hingga bersikap kasar. Mereka kemungkinan besar akan merasa khawatir secara berlebihan dalam jangka waktu yang lama terkait dengan hal-hal kecil, Bunda. Selain itu, anak dengan ADHD juga akan jauh lebih sensitif terhadap umpan balik yang bersifat korektif. 

Anak dengan ADHD juga sangat mudah merasa tersinggung, yang dapat menyebabkan mereka mudah untuk berperilaku seperti, merengek, menuntut, atau bahkan berteriak setiap kali mereka meminta suatu hal, serta rentan terhadap ledakan kemarahan dan agresi. 

4. Tanda awal ADHD pada balita: amukan yang sering dan parah 

Ketika merasa kesal, anak dengan ADHD cenderung mengamuk dengan lebih sering, intens, parah, bahkan mengganggu dibandingkan anak-anak lain seusianya. Biasanya, balita yang sedang mengalami perkembangan akan mengalami tantrum setiap minggu dan umumnya juga orang tua akan mengetahui alasan tantrum itu terjadi. 

Berbeda dengan balita penderita ADHD, perilaku tantrum akan jauh lebih sering terjadi, dapat berlangsung lebih lama, dan muncul secara begitu saja. Amukan yang dialami anak ADHD akan berlangsung selama 20 menit atau lebih, dan anak akan kesulitan untuk menenangkan diri. 

Apakah tantrum merupakan gejala awal ADHD?

Dalam beberapa batasan tertentu, tantrum termasuk ke dalam suatu perilaku normal yang secara perkembangannya terjadi pada anak-anak dengan usia yang masih sangat kecil, Bunda. Karena inilah, tantrum bukanlah suatu indikator yang dapat dikaitkan dengan gejala awal dari ADHD pada anak. 

Pada umumnya, tantrum dapat terjadi dimulai dari usia dini yakni sekiranya 12 bulan, dan sering memuncak ketika anak menginjak usia antara 2-3 tahun. Perilaku tantrum ini juga dapat berlanjut hingga usia anak 5 tahun, lho Bunda. 

Adapun pada anak-anak dengan ADHD, menjadi suatu hal yang sangat wajar bagi diri mereka apabila mudah merasa tersinggung. Kemungkinan besar anak juga akan mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi di sekolah, mengelola emosi mereka, atau mengendalikan impuls, di mana semuanya ini dapat menyebabkan kemarahan dan rasa frustrasi yang berujung pada perilaku tantrum. 

Penyebab anak tantrum

Perilaku tantrum merupakan bentuk dari ledakan secara emosional yang dialami oleh anak-anak. Adapun perilaku ini dapat terjadi pada anak dengan beberapa penyebabnya, yaitu: 

  • Perasaan takut, marah, dan sedih
  • Kesulitan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan
  • Kebutuhan fisik yang tidak terpenuhi seperti, kelaparan atau kelelahan
  • Kurangnya cara alternatif untuk mengelola emosi
  • Bentuk dukungan sebelumnya, yang terjadi pada pola asuh yang sebelumnya menyerah pada perilaku tantrum 

Pada anak-anak dengan ADHD, mereka juga dapat mengalami tantrum karena alasan yang sama dengan anak-anak lainnya, Bunda. Berikut ini beberapa gejala ADHD yang dapat memengaruhi perilaku tantrum: 

  • Hiperaktif, gejala ADHD yang satu ini dapat membuat anak-anak dengan ADHD sulit untuk diam, tenang, atau bahkan mentolerir kebosanan. 
  • Impulsif, kesulitan dalam mengendalikan impuls dapat dihubungkan juga dengan anak-anak ADHD dalam menghadapi kesulitan di sekolah jika guru atau teman sekelasnya tidak memahami perilakunya.
  • Kurang perhatian, apabila seorang anak merasa sulit untuk berkonsentrasi, mengingat sesuatu, atau berpegang teguh pada tenggat waktu tertentu, mereka mungkin akan merasa stres atau kewalahan, Bunda.
  • Efek samping obat, pada beberapa anak, pengobatan stimulan untuk ADHD dapat menyebabkan sakit kepala, sakit perut, atau kesulitan untuk tidur. Tantangan ini tentunya semakin mempersulit anak-anak dengan ADHD untuk mengelola perasaan mereka. 

Mengenal perbedaan tantrum biasa dan yang berhubungan dengan ADHD

Penting Bunda ketahui bahwa tantrum yang terjadi pada anak-anak dengan ADHD tidak selalu berbeda dengan tantrum yang pada anak-anak lainnya. Perbedaannya ialah, pada anak dengan ADHD, perilaku tantrum akan jauh lebih sering terjadi atau menyebabkan anak-anak menjadi marah, menantang, atau agresif, terutama apabila anak memiliki banyak interaksi negatif dengan orang yang lebih dewasa. 

Beberapa pola perilaku tantrum yang bisa menjadi tanda bahwa tantrum tersebut tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak, di antaranya: 

  • Tantrum yang sering terjadi lebih dari lima kali sehari
  • Anak di atas usia 5 tahun yang sering mengalami tantrum
  • Amukan yang berlangsung lebih dari 15 menit
  • Agresi ekstrem seperti, menghancurkan barang-barang rumah tangga atau agresi fisik terhadap orang lain
  • Pengasuh merasa tidak mampu menjaga anak untuk tetap aman ketika mengamuk 

Apabila Si Kecil berperilaku seperti yang telah disebutkan sebelumnya, alangkah baiknya untuk Bunda segera berkonsultasi dengan ahli atau psikolog anak untuk mendapatkan perawatan secara lebih lanjut. 

9 Tips meredakan anak tantrum

Apabila Bunda seringkali menghadapi anak tantrum, Bunda mungkin merasa kebingungan untuk mengatasinya, bukan? Nah, Bunda bisa memahami dan menerapkan beberapa tips di bawah ini untuk meredakan anak-anak yang mengalami tantrum. Simak ya, Bunda. 

1. Temukan pemicunya 

Bunda bisa mulai memperhatikan hal apa yang dapat mengaktifkan perilaku anak-anak. Selain itu, Bunda juga bisa memahami faktor yang dapat memicu kemarahan anak, sehingga dapat mengatasinya dengan cepat.

Tanyakan kondisi anak-anak ketika mengalami tantrum seperti, "Apakah lapar?", "Apakah merasa lelah?" Nah, setelah mengetahui apa penyebabnya, Bunda bisa mencoba menyelesaikannya perlahan-lahan. 

2. Ketahui konsekuensinya terlebih dahulu 

Sebelum anak mengalami tantrum, Bunda bisa berbicara secara terbuka tentang konsekuensi negatif dari perilaku anak. Bersikaplah secara spesifik ketika Bunda menjelaskan konsekuensinya kepada anak-anak agar mereka memahami apa yang memang Bunda harapkan.

Penting untuk diingat juga untuk tidak memberikan pernyataan yang bersifat membingungkan, dan menggantinya dengan penjelasan yang mudah untuk dimengerti oleh anak. 

3. Bicaralah dengan anak dan beri kesempatan untuk anak berbicara 

Dalam beberapa kasus, mungkin cara ini tidak berpengaruh pada sebagian anak. Namun, Bunda bisa mulai berbicara dengan tenang dan perlahan kepada anak serta mendorong mereka untuk bisa mengungkapkan apa yang ingin mereka bicarakan. Pastikan anak mengetahui bahwa Bunda peduli dan memahami apa yang mereka inginkan, hal ini dapat menjadikan anak merasa dirinya didengar. 

4. Alihkan perhatian anak 

Bagi anak-anak dengan usia yang balita, pengalihan perhatian mungkin akan berhasil dilakukan. Menginterupsi perilaku akan mengalihkan perhatian Si Kecil kepada hal lain, Bunda. Misalnya, apabila anak bertingkah laku buruk ketika di restoran, Bunda bisa memberikannya krayon atau permainan kecil untuk mengalihkan perhatiannya. 

5. Beri anak waktu untuk istirahat 

Perlu Bunda ketahui bahwa strategi time-out bisa menjadi cara yang sangat membantu dalam mengurangi perilaku negatif pada anak-anak dengan ADHD. Bunda bisa menjelaskan dengan tenang kepada anak bahwa mereka akan mendapatkan waktu istirahat jika perilakunya berlanjut.

Adapun sebelum menerapkan time-out, Bunda bisa menjelaskan kepada anak kapan perilaku apa yang akan menyebabkan time-out, di mana hal itu akan terjadi, dan bagaimana akan digunakan, dan katakan pula pada anak kapan time-out akan berakhir. 

6. Tidak memberikan audiensi 

Apabila Bunda memberikan perhatian ketika anak sedang mengalami tantrum, bahkan di saat anak menunjukkan perilaku negatif seperti, berteriak atau mengamuk, Bunda mungkin akan memperkuat perilaku buruk anak. Penting untuk diingat bahwa anak-anak sangat menyukai perhatian, dan tantrum seringkali menjadi cara yang mereka pilih untuk mendapatkan perhatian. 

7. Berikan pengingat 

Anak-anak dengan ADHD mengalami kesulitan akan sebuah transisi, Bunda. Apabila mereka harus secara tiba-tiba meninggalkan taman bermain atau berhenti bermain untuk makan malam, maka hal tersebut dapat menyebabkan tantrum. Oleh sebab itu, Bunda bisa memberikannya pengingat dengan interval 30, 15, dan 5 menit untuk menunjukkan waktu transisi dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya. 

8. Hadiahi anak untuk perilaku positifnya 

Tahukah Bunda bahwa anak-anak dengan ADHD dapat merespons dengan baik terhadap suatu penguatan atau penghargaan positif? Terapi perilaku, yang merupakan salah satu intervensi terapi yang digunakan untuk ADHD mendorong konsekuensi positif untuk memperkuat perilaku positif, lho Bunda. Sebuah penelitian pada tahun 2014 menemukan bahwa memanfaatkan hadiah pada anak usia sekolah dengan ADHD dapat mendorong perilaku yang baik dan mengurangi perilaku negatifnya. 

9. Minta bantuan 

Jika Si Kecil seringkali mengalami tantrum, segeralah mencari bantuan professional untuk mengatasinya, Bunda. Faktanya, sekitar 60 persen orang dengan ADHD memiliki setidaknya satu kondisi yang hidup secara berdampingan.

Mengingat ADHD dikaitkan dengan gangguan akademik dan sosial, para ahli merekomendasikan untuk mencari pengobatan dengan seorang professional perawatan kesehatan yang berspesialisasi dalam perawatan perilaku untuk ADHD. 

Bunda, itulah beberapa penjelasan terkait dengan ADHD pada anak yang bisa Bunda pahami. Semoga Bunda bisa mengatasi ADHD pada anak dengan baik, ya. 

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis! 

(rap/rap)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda