Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Kisah Qabil dan Habil, Anak Nabi Adam dalam Peristiwa Tragis Pertama di Bumi

ZAHARA ARRAHMA   |   HaiBunda

Jumat, 08 Mar 2024 17:52 WIB

Ilustrasi kisah Qabil dan Habil
Ilustrasi kisah Qabil dan Habil putra Nabi Adam/ Foto: Getty Images/f9photos

Kisah Qabil dan Habil merupakan satu kisah yang banyak memberi pesan moral untuk umat Muslim. Kita diajarkan bahwa bagaimana perasaan iri dan dengki membawa manusia pada keterpurukan.

Dilansir detikcom, Qabil dan Habil adalah putra dari Nabi Adam dan Hawa yang diturunkan dari surga ke bumi secara terpisah, setelah diusir dari surga. 

Setelah hidup bertahun-tahun terpisah, Allah SWT memerintahkan Nabi Adam AS membangun Kakbah sebagai kiblat persatuan. Tanpa disangka-sangka, saat melakukannya, Nabi Adam AS bertemu dengan istri tercintanya, Hawa, di tempat yang bernama Arafah.

Nabi Adam AS dan Hawa pun kembali saling mengenal satu sama lain. Hingga akhirnya Allah karuniakan kepada mereka berdua, empat orang anak. Qabil dan saudari kembarnya, Iqlima, serta adiknya Habil dan saudari kembarnya, Labuda.

Nah, dari sinilah peristiwa tragis pertama yang dilakukan oleh manusia di muka bumi terjadi.

Kisah peristiwa tragis pertama di bumi dari Qabil dan Habil

Mengutip dari buku Kisah Para Nabi karya Ibnu Natsir, diriwayatkan bahwa Qabil, putra pertama Nabi Adam, merupakan anak yang suka bercocok tanam. Sedangkan, Habil, adiknya, ia lebih memilih untuk menggembala hewan-hewan ternak untuk diambil manfaat-manfaatnya.

Melihat hal itu, Nabi Adam pun membagi pekerjaan rumah yang berbeda bagi putra-putranya sesuai minat dan kemampuan mereka. Oleh karenanya, mereka berdua dapat membawa hasil tanam dan ternaknya untuk dikonsumsi bersama di rumah.

Hari demi hari terlewati, Qabil dan Habil pun beranjak dewasa dan tibalah waktu untuk mereka menikah.

Perlu diingat, semasa itu tidak ada manusia lain selain mereka. Sehingganya Allah SWT mengizinkan pernikahan di antara saudara kandung. Hal ini berlaku hingga jangka waktu yang lama.

Berdasarkan utusan Allah SWT, Nabi Adam pun mengumpulkan keempat anaknya untuk memberitahu pernikahan mereka satu sama lain, tetapi tidak dengan satu kembarannya. Sehingga, ditetapkanlah keputusan Qabil akan menikahi Labuda, kembarannya Habil. Kemudian, Habil akan menikahi Iqlima, saudari kembar dari Qabil.

Mendengar ucapan ayahanda, Habil yang merupakan anak penurut, langsung mengiyakan perintah tersebut. Di sisi lain, keputusan tersebut ditolak keras oleh Qabil. Hal ini beralasan karena Qabil merasa Iqlima lebih cantik parasnya dibandingkan dengan Labuda.

Ia tak rela jika harus Habil yang mendapatkan seorang istri secantik Iqlima. Qabil juga beralasan bahwa dirinya lebih pantas menikahi Iqlima dikarenakan posisinya yang sebagai saudara kembar. 

“Iqlima. Dia itu saudari kembarku. Aku lebih berhak menikahinya dibandingkan Habil!” protes Qabil.

Nabi Adam pun menjelaskan, “Justru dikarenakan Iqlima adalah saudari kembarmu, maka dilaranglah kamu untuk menikahinya, wahai putraku.”

Akan tetapi, penjelasan tersebut tidak membuat Qabil paham dan terima akan permintaan Nabi Adam dari keputusan yang diutus oleh SWT. Ia bersikeras bahwa semua ini hanyalah permainan ayahnya, bukan perintah dari Allah SWT. 

Melihat kemarahan dari perkataan putra sulungnya, Nabi Adam pun berkata, “Kalau memang kamu menganggap ini bukan perintah Allah SWT, maka pergilah kalian berdua untuk berkurban. Siapapun yang kurbannya diterima oleh-Nya, maka dialah yang berhak menikahi Iqlima.”

Qabil dan Habil pun melaksanakan perintah ayahnya untuk mencari hadiah kurban terbaik. Maka datanglah Qabil dengan beberapa tanaman sayur dan buah yang sudah mulai layu. Dalam hatinya, ia berkata, “Aku tidak peduli apa ini diterima atau tidak, hadiah kurbanku ini. Akulah yang harus menikahi Iqlima.”

Sedangkan, Habil datang dengan hasil ternak terbaik. Ia membawa daging kambing yang berkualitas sebagai hadiah kurban untuk dipersembahkan pada Allah SWT. Di dalam hatinya, ia hanya berharap ridho dan kasih sayang dari Allah SWT.

Mereka berdua pun meletakkan hadiah kurban tersebut di atas gunung. Tak lama kemudian, datanglah seberkas cahaya api turun dari langit, menghampiri daging kambing miliki Habil. Daging kurban tersebut dianggap sudah diterima oleh Allah SWT, sehingga bisa diartikan bahwa kurban Qabil lah yang ditolak oleh Yang Maha Kuasa.

Melihat hal itu, Qabil merasakan amarah di dalam dirinya. Ia pun mengatakan ancaman pada Habil, “Apa-apaan ini! Mengapa hanya hadiah kurbanmu yang diterima?  Akan kubunuh kau, tak akan kubiarkan kau menikahi saudari kembarku.”

Habil yang mendengar ancaman dari kakak tertuanya itu pun tak menyangka, ia pun menjawab, “Sesungguhnya Allah hanya menerima hadiah kurban orang-orang bertakwa. Seandainya kamu julurkan tanganmu untuk membunuhku, aku takkan menjulurkan tanganku sama sekali untuk berusaha membunuhmu. Sungguh aku takut kepada Allah, Tuhan semesta Alam.”

Hal ini diabadikan dalam Al-Quran surat Al-Ma'idah Ayat 28:

لَئِنۢ بَسَطتَ إِلَىَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِى مَآ أَنَا۠ بِبَاسِطٍ يَدِىَ إِلَيْكَ لِأَقْتُلَكَ ۖ إِنِّىٓ أَخَافُ ٱللَّهَ رَبَّ ٱلْعَٰلَمِينَ

La`im basatta ilayya yadaka litaqtulanī mā ana bibāsiṭiy yadiya ilaika li`aqtulak, innī akhāfullāha rabbal-'ālamīn

Artinya: "Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam".

Walaupun mendengar ancaman yang menakutkan, Habil tidak membalas kejahatan itu dengan hal yang sama. Ia lebih memilih dengan diam dengan keteguhan imannya. Perasaan takut akan kuasa Allah SWT membuatnya tidak berani untuk turut merusak kehidupan di muka bumi.

Beberapa hari kemudian, di suatu malam yang dingin, Habil yang kelelahan sehabis beternak, tertidur lelap di satu gubuk peternakan. Nabi Adam pun meminta Qabil menyusul Habil agar segera pulang ke rumah. Di sinilah datang setan yang menggoda Qabil untuk membunuh Habil.

Habil yang masih diliputi rasa amarah dari keputusan pernikahan dan hadiah kurban kemarin, pun terbujuk atas godaan itu. Ia pun bergegas pergi menjemput Habil dengan menggenggam batu besar di tangannya.

Sesampainya di gubuk, Qabil dengan jahatnya melemparkan batu besar tersebut ke wajah sang adik. Ia melukai Habil dengan satu batu itu hingga nyawa Habil tidak terselamatkan. Oleh sebabnya, terjadilah sudah satu peristiwa pembunuhan tragis yang pertama kali di muka bumi oleh manusia.

Selepas Habil meninggal, Qabil tidaklah langsung merasa bersalah, justru ia pulang dengan berpura-pura tak terjadi sesuatu. Ia tak memberi tahu siapapun atas peristiwa tragis tersebut. 

Nabi Adam yang bingung atas keberadaan putra bungsunya itu, mulai merasa kehilangan. Melihat kondisi ayahnya, Qabil pun mulai diliputi rasa takut dan menyesal. Kemudian, ia pun pergi meninggalkan Nabi Adam AS.

Qabil memanggul jasad Habil, dibawanya jasad itu kesana kemari. Bahkan ada beberapa ulama yang menyebutkan dalam riwayatnya, Qabil berkeliling dengan jasad Habil selama bertahun-tahun. Artinya Allah SWT rawat jasad Habil tidak busuk dimakan waktu.

Bertahun-tahun Qabil keliling dengan rasa bingung untuk melakukan apa pada jasad Habil. Sampai akhirnya Allah SWT mengirimkan dua burung gagak yang bertengkar di hadapan Qabil. Salah satu burung gagak itu berakhir mati dan gagaknya lainnya menggali lubang pada tanah untuk mengubur gagak yang sudah mati.

Melihat yang dilakukan burung gagak tersebut, Qabil pun merasa menyesal atas perilakunya selama ini, sebagaimana diceritakan dalam QS Al-Maidah ayat ke-31:

فَبَعَثَ اللّٰهُ غُرَابًا يَّبْحَثُ فِى الْاَرْضِ لِيُرِيَهٗ كَيْفَ يُوَارِيْ سَوْءَةَ اَخِيْهِ ۗ قَالَ يٰوَيْلَتٰٓى اَعَجَزْتُ اَنْ اَكُوْنَ مِثْلَ هٰذَا الْغُرَابِ فَاُوَارِيَ سَوْءَةَ اَخِيْۚ فَاَصْبَحَ مِنَ النّٰدِمِيْنَ ۛ

Fa ba‘aṡallāhu gurābay yabḥaṡu fil-arḍi liyuriyahū kaifa yuwārī sau'ata akhīh(i), qāla yā wailatā a‘ajazta an akūna miṡla hāżal-gurābi fa uwāriya sau'ata akhī, fa aṣbaḥa minan-nādimīn(a).

Artinya: Kemudian, Allah mengirim seekor burung gagak untuk menggali tanah supaya Dia memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana cara mengubur mayat saudaranya. (Qabil) berkata, “Celakalah aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini sehingga aku dapat mengubur mayat saudaraku?” Maka, jadilah dia termasuk orang-orang yang menyesal.

Dari peristiwa tragis yang terjadi antara Qabil dan Habil di atas, Qabil mendapatkan dosa jariyah yang terus mengalir hingga hari kiamat nanti tiba. Hal ini disebabkan, tiap manusia di kemudian hari yang membunuh sesamanya, akan menambah aliran dosa kepada Qabil. Sebab, ia lah yang pertama kali memberi contoh pembunuhan untuk pertama kalinya,

"Tidaklah setiap jiwa yang dibunuh secara zalim, melainkan anak Adam yang pertama (Qabil) ikut menanggung dosa pembunuhan tersebut karena dialah yang pertama kali melakukan pembunuhan." (HR. Bukhari dan Muslim, sahih).

Kemudian, berdasarkan kisah pembunuhan tragis pertama yang terjadi di muka bumi, Allah kemudian berfirman tentang larangan saling membunuh pada manusia. Tertulis dalam QS Al-Maidah ayat 32:

مِنْ اَجْلِ ذٰلِكَ ۛ كَتَبْنَا عَلٰى بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اَنَّهٗ مَنْ قَتَلَ نَفْسًاۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَآ اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًا ۗوَلَقَدْ جَاۤءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنٰتِ ثُمَّ اِنَّ كَثِيْرًا مِّنْهُمْ بَعْدَ ذٰلِكَ فِى الْاَرْضِ لَمُسْرِفُوْنَ

Min ajli żālik(a), katabnā ‘alā banī isrā'īla annahū man qatala nafsam bigairi nafsin au fasādin fil-arḍi fa ka'annamā qatalan-nāsa jamī‘ā(n), wa man aḥyāhā fa ka'annamā aḥyan-nāsa jamī‘ā(n), wa laqad jā'athum rusulunā bil-bayyināt(i), ṡumma inna kaṡīram minhum ba‘da żālika fil-arḍi lamusrifūn(a).

Artinya: Oleh karena itu, Kami menetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil bahwa siapa yang membunuh seseorang bukan karena (orang yang dibunuh itu) telah membunuh orang lain atau karena telah berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia). Sebaliknya, siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, dia seakan-akan telah memelihara kehidupan semua manusia. Sungguh, rasul-rasul Kami benar-benar telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Kemudian, sesungguhnya banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi.

Kisah manusia pertama yang kurbannya ditolak Allah SWT

Dari kisah Qabil dan Habil yang di atas, diceritakanlah juga kisah dari momen manusia pertama yang mengalami penolakan atas kurbannya.

Merujuk pada al-Fiqhul Islami wa Adillatuh oleh Syekh Wahbah Az-Zuhaili, ditegaskan adanya perbedaan bentuk kurban diserahkan oleh Qabil dan Habil pada Allah SWT. Dikarenakan minat serta kemampuan di bidang yang berbeda, Qabil menyiapkan beberapa tanaman sayur mayur, sedangkan Habil menyiapkan daging hasil dari hewan yang diternak olehnya.

Walaupun Qabil adalah sisi yang menolak keras keputusan pernikahan yang diutus oleh Allah SWT, ia tidak bersungguh-sungguh dalam menyiapkan kurbannya. Bahkan ia memilih hasil sayur-mayur yang layu dan buruk kondisinya untuk diberikan pada Allah SWT. 

Di sisi lain, Habil yang turut dengan segala perintah Yang Maha Kuasa, menyiapkan hasil kurban dengan begitu niat. Ia memilih daging kambing dengan kualitas terbaik di antaranya. Bahkan di jalan menuju gunung pun, Habil masih memikirkan apakah daging yang dibawanya ini sudah pantas untuk dijadikan hadiah kurban.

Akhirnya, di saat hari pemberian kurban tiba, di antara dua pemberian kurban tersebut, daging kambing milik Habil lah yang diterima oleh Allah SWT. Hal ini ditandai dengan sambaran api yang turun mengarah pada daging tersebut. Sementara itu, kurban dari hasil panen Qabil tertolak. Ini menjadikannya sebagai sosok manusia yang pertama kali kurbannya ditolak oleh Allah SWT. 

Sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Maidah ayat ke-27:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِالْحَقِّۘ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰخَرِۗ قَالَ لَاَقْتُلَنَّكَ ۗ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ

Watlu ‘alaihim naba'abnai ādama bil-ḥaqqi iż qarrabā qurbānan fa tuqubbila min aḥadihimā wa lam yutaqabbal minal-ākhar(i), qāla la'aqtulannak(a), qāla innamā yataqabbalullāhu minal-muttaqīn(a).

Artinya: Bacakanlah (Nabi Muhammad) kepada mereka berita tentang dua putra Adam dengan sebenarnya. Ketika keduanya mempersembahkan kurban, kemudian diterima dari salah satunya (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti akan membunuhmu.” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertakwa.

Qabil tidak memikirkan ketidaksungguhannya dalam berkurban yang menyebabkan ia ditolak. Justru ia mengancam Habil dengan ancaman membunuh. Sebuah langkah yang sangat dilaknat oleh Allah SWT.

Disimpulkan, kisah perselisihan antara Qabil dan Habil, disebabkan karena masalah kedengkian yang dirasakan Qabil. Sehingganya, untuk umat Islam dapat mengambil hikmah mengenai bagaimana perasaan iri dan dengki dapat menyebabkan manusia melakukan kejahatan.

Semoga kisah di atas bisa menjadi pembelajaran untuk Bunda ceritakan pada Si Kecil, ya!

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(rap/rap)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda