HaiBunda

PARENTING

Kenali Gejala Keracunan Makanan dan Cara Mengatasinya pada Anak

Azhar Hanifah   |   HaiBunda

Jumat, 26 Sep 2025 19:00 WIB
Keracunan MBG/ Foto: Getty Images/AJ_Watt

Kasus keracunan makanan kembali menjadi perhatian publik setelah muncul dugaan ribuan anak mengalami sakit usai mengonsumsi makanan dari Program Makanan Bergizi Gratis (MBG). Mengutip dari detikcom, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat sedikitnya 6.452 kasus hingga 21 September 2025, dengan tambahan lebih dari seribu kasus hanya dalam sepekan.

Lonjakan angka ini memicu kekhawatiran di kalangan orang tua, terutama karena kasus keracunan makanan bisa menimbulkan gejala yang ringan hingga serius.

Mengingat risikonya yang tidak bisa disepelekan, penting bagi orang tua untuk mengenali gejala keracunan makanan sejak dini sekaligus memahami langkah penanganan awal yang tepat. Yuk, Bunda simak ulasan lengkap tentang gejala keracunan makanan dan cara mengatasinya di bawah ini. 


Kasus keracunan Makanan Bergizi Gratis (MBG)

Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) tengah menjadi sorotan setelah muncul dugaan ribuan kasus keracunan di sejumlah daerah. Ubaid Matraji, dalam rapat di DPR RI memaparkan bahwa jumlah kasus keracunan akibat MBG telah mencapai 6.452, termasuk tambahan 1.092 kasus per 21 September 2025.

"Laporan dari kawan-kawan yang kita sebar di beberapa provinsi. Jadi per 14 September kemarin, kami juga merilis ke media itu sudah di angka 5.360, lalu kemudian per 21 September kemarin, kita bikin PPT ini kita collect data lagi ternyata sudah tambah 1.092 kasus," kata Ubaid dalam RDPU Komisi IX DPR RI, Senin (22/9/2025).

Menurut Ubaid, angka dalam kasus tersebut sempat menurun pada Juni 2025 karena libur sekolah dan dalam masa penerimaan siswa baru, tetapi grafik kembali naik sejak Agustus.

"Itu peningkatannya bisa kelihatan pernah turun juga itu di bulan Juni karena memang sekolah bulan Juni-Juli itu masih SPMB atau PPDB ya sehingga angkanya kecil," ujarnya.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris, menyatakan kekhawatirannya. Ia menilai meningkatnya dugaan kasus keracunan bisa menimbulkan ketakutan di kalangan orang tua.

Charles juga menegaskan bahwa data dari JPPI kemungkinan belum mencakup seluruh kejadian. Ia mencontohkan kasus di Jakarta Utara yang menimpa 79 anak namun tidak terekspos media.

"Sudah pasti ini under reported karena contoh di Jakarta saja satu minggu yang lalu, ada kejadian di Jakarta Utara di Kelurahan Lagoa yang tidak muncul di media, ada 79 anak yang juga menjadi korban keracunan makanan. Dan saya yakin di tempat-tempat lain juga serupa, mungkin di kabupaten lain, provinsi lain, kejadian keracunan tapi tidak diliput media," ungkap Charles.

Lebih lanjut, Charles menilai persoalan ini bukan sekadar kesalahan teknis di lapangan, melainkan masalah sistem. Ia berharap Badan Gizi Nasional (BGN) menindaklanjuti temuan tersebut.

Apa itu keracunan makanan?

Keracunan makanan, atau foodborne illness adalah gangguan kesehatan yang muncul setelah seseorang mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi kuman, racun, parasit atau zat berbahaya. 

Mengutip dari laman Mayo Clinic, gejala umumnya mencakup sakit perut, diare, mual, muntah, hingga demam. Dalam beberapa kasus yang ringan, keluhan tersebut bisa hilang sendiri dalam beberapa hari. 

Namun, ada juga kondisi yang berkembang menjadi lebih serius dan membutuhkan perawatan medis. 

Perbedaan sakit perut dan keracunan makanan

Gejala sakit perut akibat virus (stomach bug) dan keracunan makanan memang mirip, seperti diare, muntah, dan demam. Namun, ada beberapa perbedaan mendasar yang bisa dikenali. Biasanya, keracunan makanan dapat sembuh lebih cepat dan gejalanya lebih parah.

Melansir laman Healthline, sakit perut biasanya disebabkan oleh virus, dengan masa inkubasi 12-48 jam setelah terpapar. Sementara itu, keracunan makanan dapat muncul lebih cepat, yakni 2-6 jam setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi, baik oleh bakteri, virus, maupun parasit.

Selain penyebabnya, tingkat keparahannya juga berbeda. Sakit perut biasanya dapat hilang dalam beberapa hari, sedangkan keracunan makanan bisa berlangsung singkat tapi lebih intens, bahkan dapat memicu komplikasi yang serius apabila tidak segera ditangani.

Penyebab keracunan makanan

Terdapat beberapa penyebab keracunan makanan, antara lain:

  • Bakteri seperti Salmonella atau E.coli
  • Virus, misalnya seperti Norovirus
  • Parasit yang dapat hidup di usus
  • Zat kimia berbahasa (toksin) yang terdapat pada makanan basi atau berjamur
  • Kontaminasi saat pengolahan makanan, misalnya karena tidak mencuci tangan dengan bersih, peralatan dapur yang kotor, atau penyimpanan makanan di suhu yang tidak sesuai.

Keracunan dapat terjadi di mana saja, mulai dari rumah, restoran, hingga saat membeli makanan kemasan. 

10 Gejala keracunan makanan

Keracunan makanan bisa dialami siapa saja dan kasusnya cukup sering terjadi. Berikut 10 gejala umum keracunan makanan:

  1. Kram perut atau usus
  2. Mudah lelah
  3. Diare
  4. Demam
  5. Badan menggigil
  6. Nyeri otot
  7. Kepala terasa sakit
  8. Berkeringat
  9. Merasa haus
  10. Hingga rasa tidak enak badan secara umum

Pada kondisi yang lebih parah, penderita bisa mengalami tinja atau muntah berdarah, kram perut yang hebat, syok, bahkan kehilangan kesadaran.

Gejala ini bisa muncul beberapa jam hingga beberapa minggu setelah terpapar, tergantung penyebabnya. Biasanya kondisi akan membaik dalam waktu sekitar dua hari.

Apakah keracunan makanan menular?

Keracunan makanan bukanlah penyakit menular, kondisi ini terjadi karena makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri, virus, atau parasit.

Meskipun begitu, ada kemungkinan penularan tidak langsung. Misalnya, jika seseorang yang terinfeksi menyentuh permukaan atau alat makan lalu digunakan orang lain, kuman masih bisa berpindah. Namun, penyebab utamanya tetap dari makanan atau minuman yang tidak higienis.

Komplikasi efek samping penyakit akibat keracunan makanan 

Keracunan makanan umumnya bisa sembuh sendiri pada orang dewasa yang sehat. Namun, pada sebagian kasus, kondisi ini dapat menimbulkan komplikasi serius.

1. Dehidrasi

Efek samping yang paling umum terjadi adalah dehidrasi akibat hilangnya cairan, garam, dan mineral yang disebabkan muntah maupun diare. Pada orang dewasa yang sehat, kondisi ini biasanya dapat dicegah dengan banyak minum.

Namun, bayi, anak-anak, lansia, serta penderita dengan daya tahan tubuh lemah berisiko lebih tinggi mengalami dehidrasi parah. Jika tidak segera ditangani, dehidrasi berat dapat menyebabkan kerusakan pada organ hingga kematian.

2. Komplikasi Penyakit Sistemik

Beberapa bakteri penyebab keracunan makanan dapat menyebar ke seluruh tubuh sehingga menimbulkan infeksi sistemik. Kondisi ini lebih sering terjadi pada lansia atau penderita penyakit tertentu.

Komplikasinya antara lain:

  • Penggumpalan darah pada ginjal, misalnya akibat E.coli, yang dapat menyebabkan gagal ginjal mendadak.
  • Bakteri dalam aliran darah (sepsis) yang memicu peradangan parah dan merusak jaringan tubuh.
  • Meningitis, yaitu peradangan pada selaput otak dan sumsum tulang belakang. 

3. Komplikasi pada Kehamilan

Infeksi Listeria saat hamil bisa berdampak serius, seperti keguguran, kematian bayi saat lahir, hingga infeksi berat (sepsis atau meningitis) pada bayi baru lahir.

4. Komplikasi Langka

Beberapa komplikasi jarang terjadi, namun tetap mungkin dialami, misalnya:

  • Artritis reaktif, yaitu nyeri atau pembengkakan sendi.
  • Irritable Bowel Syndrome (IBS) yang memicu kram dan gangguan pencernaan jangka panjang.
  • Sindrom Guillain-Barre, gangguan saraf akibat sistem imun menyerang saraf tubuh.
  • Gangguan pernapasan, terutama pada kasus botulisme, karena bakteri merusak saraf pengendali otot pernapasan.

Menurut laman CDC, komplikasi serius yang dapat muncul di antaranya adalah kerusakan ginjal, sindrom hemolitik uremik (HUS) yang bisa memicu gagal ginjal, hingga kerusakan otak dan saraf. Pada sebagian orang, masalah kesehatan ini bisa terjadi selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan tidak pernah sepenuhnya hilang

Pertolongan pertama keracunan makanan

Langkah awal yang perlu dilakukan saat mengalami keracunan makanan adalah menjaga tubuh tetap terhidrasi. Muntah dan diare bisa menyebabkan dehidrasi, sehingga minum air putih atau larutan elektrolit sangat dianjurkan.

Setelah kondisi mulai membaik, penderita dapat mengonsumsi makanan ringan dan mudah dicerna seperti nasi, roti tawar, kentang rebus, atau pisang. Pola makan ini sering disebut dengan diet BRAT (banana, rice, applesauce, toast) yang aman bagi lambung.

Selain itu, istirahat yang cukup sangat penting untuk membantu pemulihan. Jika gejala memburuk, segera hubungi tenaga medis agar mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Cara mencegah keracunan makanan

Menjaga kebersihan adalah kunci utama untuk mencegah keracunan makanan, berikut ini beberapa cara untuk mencegah keracunan makanan yang bisa Bunda terapkan di rumah.

  • Pastikan selalu mencuci tangan dengan sabun minimal 20 detik
  • Rajin untuk membersihkan peralatan dapur
  • Mencuci buah dan sayuran sebelum dikonsumsi
  • Bersihkan kulkas secara berkala agar bebas dari jamur dan bakteri yang berbahaya
  • Gunakan talenan dan pisau yang berbeda untuk bahan mentah dan matang
  • Pastikan makanan dimasak hingga suhu yang tepat, misalnya ayam minimal dengan suhu 74 derajat Celcius
  • Simpan makanan dalam wadah tertutup di kulkas
  • Dalam pengolahan, makanan mentah seperti daging, ikan, dan telur sebaiknya dipisahkan dari bahan makanan lain. 

Untuk kelompok yang rentan seperti ibu hamil, bayi, lansia, dan orang dengan imunitas rendah, beberapa makanan sebaiknya dihindari. Misalnya, susu yang tidak dipasteurisasi, keju, daging olahan yang tidak dipanaskan, hingga jus atau sari buah yang tidak dipasteurisasi.

Keracunan MBG/ Foto: Novita Riski/ HaiBunda

Berapa lama efek keracunan makanan?

Gejala keracunan makanan bisa muncul kapan saja, dalam hitungan jam, hari, atau bahkan minggu setelah mengonsumsi makanan terkontaminasi. Hal ini tergantung dari jenis penyebabnya.

Pada beberapa kasus, gejala ringan dapat mereda dalam waktu singkat, tetapi jika penyebabnya bakteri tertentu, efeknya bisa berlangsung lebih lama dan terasa lebih berat.

Selain itu, faktor daya tahan tubuh seseorang turut memengaruhi lamanya gejala bertahan. Anak-anak, lansia, dan orang dengan imun yang lemah cenderung mengalami efek yang lebih panjang dibanding orang dewasa yang sehat.

Berapa lama keracunan makanan sembuh?

Sebagian besar kasus keracunan makanan bisa pulih dengan sendirinya dalam waktu 1-3 hari. Namun, durasi sembuhnya tetap bergantung pada penyebab dan kondisi kesehatan tubuh penderita.

Pada kasus yang ringan, istirahat, banyak minum, dan konsumsi makanan sudah cukup untuk membantu pemulihan. Tetapi, untuk kasus yang lebih parah, penderita mungkin membutuhkan perawatan medis atau bahkan rawat inap untuk mencegah komplikasi.

Kapan perlu ke dokter?

Tidak semua keracunan makanan memerlukan penanganan medis. Namun, ada kondisi tertentu yang harus segera tangani oleh dokter.

Bayi dan anak-anak

Jika bayi atau anak mengalami keracunan, segera bawa ke dokter apabila muncul gejala seperti:

  • Haus berlebihan
  • Tidak buang air kecil
  • Lemas atau perilaku yang berubah
  • Feses berdarah atau berlendir
  • Demam, terutama pada bayi di bawah dua tahun

Selain itu, apabila muncul gejala muntah dan diare dapat cepat memicu dehidrasi sehingga perlu segera mendapat penanganan medis.

Dewasa

Jika muncul ciri-ciri keracunan makanan berikut pada orang dewasa, segera periksakan diri ke dokter.

  • Demam tinggi di atas 39 derajat Celcius
  • Diare lebih dari tiga hari
  • Muntah terus-menerus hingga tidak bisa minum
  • Tanda dehidrasi (mulut kering, jarang buang air kecil, pusing saat berdiri)
  • Gejala saraf seperti lemah otot atau penglihatan kabur

Itu dia penjelasan lengkap mengenai gejala keracunan makanan dan cara untuk mengatasinya. Semoga bermanfaat ya, Bunda.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(rap/rap)

Simak video di bawah ini, Bun:

7 Pertanyaan Menyambut Anak Pulang Sekolah & Waktu Terbaik Menanyakannya

TOPIK TERKAIT

ARTIKEL TERKAIT

TERPOPULER

Steffi Zamora Bagikan Momen Jalan-jalan ke Italia Saat Hamil Anak Pertama, Intip Potretnya

Kehamilan Annisa Karnesyia

15 Latihan Otak untuk Meningkatkan Daya Ingat dan Fokus

Mom's Life Amira Salsabila

Pola Asuh Populer Ini Ternyata Tak Meredam Tantrum, Psikolog Bagikan Cara Lebih Efektif

Parenting Aisyah Khoirunnisa

Ketahui Tanda Bayi Cukup ASI dan Kenyang serta Durasi Ideal Menyusui

Menyusui Ajeng Pratiwi & Sandra Odilifia

Kisah Ibu Hamil Bayi Kembar 5, Berjuang dari Infertilitas hingga Kelahiran Prematur

Kehamilan Annisa Aulia Rahim

REKOMENDASI
PRODUK

TERBARU DARI HAIBUNDA

Kapan Waktu Mengucapkan Astagfirullah?

Steffi Zamora Bagikan Momen Jalan-jalan ke Italia Saat Hamil Anak Pertama, Intip Potretnya

15 Latihan Otak untuk Meningkatkan Daya Ingat dan Fokus

16 Film Indonesia Terbaru Oktober 2025, Tontonan Terbaik Akhir Pekan

Pola Asuh Populer Ini Ternyata Tak Meredam Tantrum, Psikolog Bagikan Cara Lebih Efektif

FOTO

VIDEO

DETIK NETWORK