Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Penerapan Segitiga Restitusi, Cara Mendisiplinkan Anak dengan Memperbaiki Kesalahan

Annisya Asri Diarta   |   HaiBunda

Senin, 10 Nov 2025 23:00 WIB

Segitiga restitusi
Segitiga restitusi dalam mendidik anak/ Foto: Getty Images/chinaview
Daftar Isi

Bunda, sudah pernah mendengar mengenai segitiga restitusi? Dalam menjalani kehidupan, setiap anak tentu pernah mengalami situasi yang melibatkan pilihan antara benar dan salah ya, Bunda. Hal ini juga berlaku dalam dunia pendidikan, di mana sekolah memiliki peran dalam membentuk karakter setiap anak.

Namun, pendekatan yang menekankan hukuman dan ancaman sering kali tidak menghasilkan perubahan perilaku yang berkelanjutan. Sebaliknya, hal tersebut justru dapat menciptakan jarak antara pihak yang terlibat dan menghambat proses pembelajaran nilai yang sesungguhnya.

Dari kesadaran akan pentingnya pendekatan yang lebih manusiawi, lahirlah gagasan tentang segitiga restitusi. Konsep ini memberikan cara pandang baru terhadap proses memperbaiki kesalahan sekaligus memulihkan hubungan yang sempat terganggu.

Segitiga restitusi tidak berfokus pada siapa yang bersalah, melainkan pada bagaimana seseorang dapat mengambil tanggung jawab atas tindakannya dengan tetap menjaga harga diri dan rasa percaya dirinya. Pendekatan ini berlandaskan pada keyakinan bahwa setiap individu pada dasarnya ingin menjadi orang yang baik, namun terkadang kehilangan arah dalam memenuhi kebutuhannya.

Melalui segitiga restitusi, seseorang dibimbing untuk memahami alasan di balik perilakunya serta menemukan jalan menuju keseimbangan diri. Dalam prosesnya, terdapat tiga tahapan yang merepresentasikan perjalanan dari kondisi tidak stabil menuju pemulihan dan kesadaran penuh.

Dengan begitu, segitiga restitusi tidak hanya dipandang sebagai teori manajemen perilaku, tetapi juga sebagai filosofi pendidikan yang menempatkan manusia sebagai individu yang berdaya dan mampu bertumbuh. Pendekatan ini menegaskan bahwa kesalahan bukanlah akhir dari proses belajar, melainkan sebuah kesempatan untuk memperbaiki diri, memahami nilai-nilai moral, dan membangun hubungan yang lebih sehat. 

Mengenal apa itu segitiga restitusi

Segitiga restitusi adalah cara mendidik yang menekankan pemulihan, bukan hukuman. Melalui pendekatan ini, anak akan diajak memahami akibat dari tindakannya, memperbaiki kesalahan, dan belajar mengambil keputusan yang lebih baik ke depan, yang dikutip dari buku Restitusi:“Pendekatan Restoratif Mengelola Kenakalan Siswa” oleh Rasidi, M.Pd.

Konsep restitusi merupakan pendekatan penting dalam menangani masalah perilaku siswa di sekolah. Setelah memahami prinsip dasarnya, setiap guru perlu mengenal kerangka kerja yang memudahkan penerapan konsep ini. Diane Gossen, melalui bukunya Restitution: Restructuring School Discipline, mengenalkan segitiga restitusi sebagai alat bantu sistematis bagi guru dan orang tua untuk membimbing siswa mengubah fokus dari penghukuman menjadi perbaikan diri dan tanggung jawab.

3 Langkah utama dalam segitiga restitusi

Dikutip dari buku yang sama, Bunda dapat memberikan pemahaman tentang langkah utama dalam segitiga restitusi pada Si Kecil. Simak selengkapnya.

1. Menstabilkan identitas

Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity) sebagai langkah awal dalam segitiga restitusi yang bertujuan mengubah pandangan diri anak dari rasa gagal menjadi rasa berharga. Saat anak melanggar aturan, perilaku tersebut sering kali merupakan cara untuk memenuhi kebutuhan dasar yang belum terpenuhi. Jika hanya dikritik, anak akan semakin terjebak dalam perasaan bersalah dan sulit berpikir rasional.

Tahap ini berfokus membantu anak menenangkan diri agar mampu kembali menggunakan pikirannya secara logis. Rasa bersalah yang berlebihan justru menghambat proses belajar dan mendorong anak menyalahkan orang lain. Dengan menstabilkan identitasnya, anak diarahkan untuk melihat kesalahan sebagai bagian dari proses belajar, bukan sebagai tanda kegagalan pribadi.

Pendekatan ini dilakukan melalui komunikasi yang menenangkan dan bebas penilaian, dengan menegaskan bahwa setiap orang pernah berbuat salah dan selalu ada kesempatan untuk memperbaiki diri. Saat identitas anak sudah stabil, mereka akan lebih terbuka, kooperatif, dan siap melanjutkan ke tahap berikutnya dalam penyelesaian masalah.

2. Validasi tindakan yang salah

Validasi tindakan yang salah (Validate the Misbehavior) merupakan langkah kedua dalam segitiga restitusi yang berlandaskan Teori Kontrol. Teori ini menjelaskan bahwa setiap perilaku manusia, baik positif maupun negatif, memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Dalam tahap ini, guru diharapkan tidak sekadar merespons pelanggaran dengan hukuman, tetapi berupaya memahami alasan di balik tindakan siswa.

Validasi bukan berarti membenarkan perilaku salah, melainkan menunjukkan empati dan pengakuan terhadap motivasi yang mendasarinya. Dengan memahami kebutuhan dasar yang belum terpenuhi, guru dapat membantu anak menemukan cara yang lebih tepat untuk memenuhinya secara positif. Sikap seperti ini mendorong terjalinnya hubungan yang lebih terbuka dan saling percaya antara guru dan siswa.

Melalui pernyataan sederhana seperti “Kamu pasti punya alasan mengapa melakukan hal itu,” guru menunjukkan pemahaman tanpa menghakimi. Pendekatan ini membuat anak yang awalnya defensif menjadi lebih kooperatif dan siap mencari solusi. Dengan begitu, proses validasi membantu mengalihkan fokus dari kesalahan menuju pemahaman diri, sekaligus membuka jalan menuju perubahan perilaku yang lebih baik.

3. Menanyakan keyakinan

Langkah terakhir dari segitiga restitusi adalah menanyakan keyakinan (Seek the Belief) dilakukan setelah identitas anak distabilkan dan tindakannya divalidasi. Berdasarkan Teori Kontrol, tahap ini menekankan bahwa motivasi seseorang bersumber dari dalam diri. Tujuannya adalah menghubungkan perilaku anak dengan nilai-nilai yang mereka yakini, baik sebagai individu, anggota kelas, maupun bagian dari keluarga.

Pada tahap ini, guru akan mengajukan pertanyaan yang mengarahkan anak untuk merefleksikan nilai-nilai bersama, seperti “Apa nilai yang kita sepakati di kelas ini?” atau “Seperti apa lingkungan belajar yang ideal menurutmu?” Pertanyaan tersebut membantu anak berpikir tentang prinsip yang ingin mereka pegang dan identitas diri yang ingin mereka wujudkan.

Sebagian besar anak memiliki keinginan untuk menjadi pribadi yang baik, bertanggung jawab, dan dapat dipercaya, namun sering kali belum tahu bagaimana mencapainya. Dengan membantu mereka membayangkan diri ideal yang diinginkan, guru mengalihkan fokus dari kesalahan masa lalu menuju upaya membangun karakter positif di masa depan. Proses ini menumbuhkan kesadaran dan komitmen internal untuk berubah menjadi versi terbaik dari dirinya. 

Tujuan segitiga restitusi bagi murid di sekolah

Tujuan utama penerapan segitiga restitusi bagi anak di sekolah adalah membentuk karakter yang bertanggung jawab, mandiri, dan berorientasi pada solusi melalui motivasi dari dalam diri.

Secara lebih spesifik, penerapan ini bertujuan untuk:

  • Mengubah identitas diri yaitu membantu anak melihat kesalahan sebagai peluang untuk belajar dan memperbaiki diri.
  • Menumbuhkan kesadaran diri dengan memahami bahwa setiap perilaku, termasuk yang salah, muncul dari upaya memenuhi kebutuhan dasar tertentu.
  • Menguatkan nilai-nilai positif dengan menghubungkan tindakan anak pada keyakinan dan nilai-nilai bersama agar mereka berkomitmen untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Pada akhirnya, segitiga restitusi membantu anak secara sadar kembali menjadi bagian dari kelompok dengan semangat memperbaiki diri dan berkomitmen untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Contoh penerapan segitiga restitusi di sekolah

Berikut contoh penerapannya:

1. Menstabilkan identitas

Guru memulai dengan menenangkan Risa dan menegaskan bahwa berbuat salah merupakan hal yang wajar dan fokus utama saat ini adalah mencari solusi, bukan mencari siapa yang salah. Langkah ini bertujuan agar Risa tidak merasa gagal dan siap berpikir lebih jernih.

2. Validasi tindakan yang salah

Selanjutnya, guru menanyakan alasan Risa berteriak dan berusaha memahami bahwa tindakannya merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan kontrol atau kekuasaan. Guru memberikan validasi kebutuhan tersebut melalui pernyataan empati seperti “Kamu pasti punya alasan,” tanpa membenarkan perilakunya, lalu mengajak Risa memikirkan cara lain yang lebih tepat.

3. Menanyakan keyakinan

Setelah Risa lebih tenang, guru menghubungkan perilakunya dengan nilai-nilai kelas, seperti sopan santun, dan menanyakan, “Kamu ingin menjadi orang yang seperti apa?” Pertanyaan ini membantu Risa membuat komitmen untuk memperbaiki diri dan bertindak berdasarkan motivasi internal agar menjadi pribadi yang lebih baik dan bertanggung jawab.

Sebagai hasilnya, Risa mampu memperbaiki perilakunya dan kembali ke suasana hati yang kooperatif.

Itulah ulasan mengenai segitiga restitusi, contoh penerapan, dan tujuannya untuk murid di sekolah. Semoga bermanfaat untuk pengetahuan Si Kecil, Bunda.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(rap/rap)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda