Azhar Hanifah | HaiBunda
Minggu, 16 Nov 2025 08:00 WIBMenjadi orang tua memang penuh tantangan, Bunda. Tanpa disadari, terdapat beberapa kalimat sehari-hari yang kerap kita ucapkan dan terdengar biasa saja, namun ternyata dapat meninggalkan dampak emosional bagi anak. Kalimat yang menurut kita sepele, bisa membuat anak merasa tidak dimengerti, kurang dihargai, atau bahkan merasa tidak cukup baik.
Anak-anak masih belajar mengenali berbagai emosi. Itulah mengapa cara kita merespons perilaku mereka akan sangat memengaruhi cara mereka memandang diri sendiri. Para ahli pun sepakat bahwa komunikasi orang tua memainkan peran besar dalam perkembangan psikologis anak.
Tips agar Bunda bisa lebih berhati-hati dalam berbicara, berikut adalah beberapa kalimat yang sering dianggap "wajar", padahal dapat menyakiti hati Si Kecil. Yuk, Bunda pahami satu per satu.
Di bawah ini terdapat 9 kalimat orang tua yang sering diucapkan orang tua namun tanpa sadar dapat melukai perasaan anak dan meninggalkan luka batin.
Banyak orang tua yang tidak menyukai ketika anak menangis, marah, atau takut. Padahal, semua itu adalah emosi yang normal. Menurut psikolog klinis dan penulis buku anak, Dr. Anjali Ferguson, ungkapan seperti "Jangan cengeng", "Udah, nggak usah nangis," atau "Kok kamu sensitif banget sih?" membuat anak belajar bahwa emosi adalah sesuatu yang salah.
"Kita sebenarnya sedang mengajarkan anak untuk mengabaikan dan menyingkirkan perasaan sedih serta marah, padahal kedua emosi tersebut penting sebagai sinyal tubuh untuk memperhatikan hal-hal yang perlu diwaspadai." ujarnya.
Selain itu, ungkapan seperti "Sudah, berhenti menangis. Kamu kan harus jadi anak besar," menurut Dr. Sanam Hafeez, dapat membuat anak harus menahan emosi untuk terlihat "dewasa". Demikian juga kalimat "Anak laki-laki tidak boleh menangis," yang justru memperkuat anggapan bahwa menunjukkan perasaan adalah kelemahan, padahal itu adalah hal yang normal.
"Penting untuk mengajarkan anak laki-laki bahwa mengekspresikan emosi itu tidak apa-apa, dan kerentanan adalah sebuah kekuatan, bukan kelemahan." Ungkap Dr. Sanam Hafeez
Tahukah Bunda, walau niatnya baik, ternyata kalimat ini bisa membuat anak kehilangan kemampuan memahami sinyal lapar dan kenyang dari tubuhnya sendiri.
Dr. Sanam Hafeez menjelaskan bahwa meski penting untuk mendorong anak makan dan mencoba berbagai jenis makanan, memaksa mereka menghabiskan makanan justru dapat menyebabkan perilaku makan berlebihan dan hubungan yang tidak sehat dengan makanan.
"Sebaliknya, dorong anak untuk mendengarkan tubuh mereka dan makan sampai merasa puas, bukan memaksa mereka mengosongkan piringnya." Jelas Dr. Hafeez.
Kebiasaan memberikan peringatan berlebihan dapat menumbuhkan rasa takut dan membuat anak tidak percaya diri. Anak perlu ruang untuk mengeksplorasi lingkungan sehingga mereka bisa belajar mengambil keputusan secara mandiri.
Bunda cukup mengawasi dan memberikan batasan untuk Si Kecil tanpa menakutinya, ya.
Kalimat ini terdengar biasa saja, tetapi bisa membuat anak cemas dan takut pada orang baru. Menurut Dr. Hafeez, Bunda lebih baik mengajarkan anak cara mengenali situasi berbahaya, bagaimana meminta bantuan, dan siapa orang dewasa yang aman untuk dihubungi.
Menurut Mendi Baron, seorang LCSW (Licensed Clinical Social Worker) sekaligus CEO Moriah Behavioral Health, orang dewasa sering menggunakan ungkapan ini sebagai jawaban umum setiap kali terjadi sesuai yang tidak menyenangkan.
Penggunaan kalimat tersebut secara berulang dapat membuat anak menganggap bahwa hidup selalu dipenuhi hal-hal buruk, sehingga menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran yang tidak perlu.
Ia mengungkapkan, "Kita tidak pernah mengatakan 'ya begitulah hidup' saat sesuatu yang baik terjadi. Menjelaskan bahwa beberapa hal memang wajar terjadi itu boleh saja, tetapi kita sering kali hanya berfokus pada hal-hal negatif."
Orang tua sebenarnya wajar jika tidak mengetahui jawaban dari sebuah pertanyaan. Namun, mengatakan "Aku tidak tahu" begitu saja justru membuat percakapan berhenti dan tidak memberi ruang bagi anak untuk belajar.
Bahkan, kebiasaan ini membuat anak meniru pola yang sama, yaitu mengucapkan kalimat "tidak tahu" setiap kali mereka ingin menghindari pertanyaan.
Mendi Baron menyarankan, lebih baik Bunda merespons dengan kalimat seperti, "Wah, pertanyaan yang bagus," lalu menambahkan, "Nanti Bunda cari tahu jawabannya, ya." Dengan begitu, anak belajar bahwa tidak mengetahui sesuatu bukan masalah, selama kita mau mencari jawabannya.
Pujian ini tampaknya positif, tetapi tahukah Bunda, ternyata anak bisa merasa tertekan untuk selalu terlihat pintar dan takut untuk melakukan kesalahan. Bunda lebih baik memuji proses dan usahanya, misalnya "Kamu sudah berusaha keras, hebat!"
Terkadang, tanpa disadari, kita pernah berjanji pada anak untuk melakukan sesuatu esok hari, entah untuk melanjutkan permainan, membaca buku favoritnya, atau sekadar menghabiskan waktu bersama.
Namun kenyataannya, pekerjaan menumpuk, waktu makan malam mundur, sehingga janji tersebut tidak terlaksana. Hal ini tidak apa-apa jika terjadi sesekali, tetapi jika berlangsung terus-menerus dapat berdampak kurang baik bagi anak.
Melabeli label seperti "kamu nakal" atau "kamu anak baik atau tidak" dapat membuat anak salah memahami dirinya. Kahlon menjelaskan bahwa, "Melabeli anak dapat merusak rasa percaya diri karena mereka mulai menganggap dirinya masalah, bukan perilakunya."
Kalimat seperti "Hari ini kamu jadi anak yang baik tidak?" juga bisa membuat anak merasa kasih sayang orang tua bergantung pada perilaku mereka. Dr. Ferguson mengatakan,
"Pertanyaan ini mengabaikan bahwa anak bisa mengalami hari buruk dan suasana hati yang berubah." ujarnya. Bunda lebih baik tanyakan tentang apa yang menantang atau menyenangkan bagi mereka hari itu.
Itulah beberapa kalimat sehari-hari yang perlu Bunda hindari agar anak tidak memiliki luka batin. Semoga bermanfaat!
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!