Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

15 Tanda Orang Tua Terlalu Keras pada Anak, Bisa Merusak Percaya Diri

Annisya Asri Diarta   |   HaiBunda

Sabtu, 25 May 2024 18:40 WIB

Cara mendidik anak
Dampak mendidik anak terlalu keras/ Foto: Getty Images/Prostock-Studio
Daftar Isi

Dalam mengasuh anak, ada kalanya Bunda dan Ayah bersikap terlalu keras untuk mendisiplinkan mereka. Meski niatnya baik, tetapi pendekatan ini bisa berdampak negatif pada perkembangan Si Kecil.

Pendekatan keras dalam mendidik anak sering kali didasarkan pada prinsip-prinsip ketat dan aturan-aturan yang kaku. Hukuman fisik, teriakan, dan bentuk-bentuk disiplin yang keras, diterapkan dengan harapan anak akan belajar dari kesalahan mereka.

Namun, penelitian menunjukkan bahwa pendekatan semacam ini bisa menimbulkan trauma, rasa takut, dan kebencian pada anak. Alih-alih memotivasi, sikap keras cenderung membuat anak merasa tidak dihargai dan kurang percaya diri.

Mengutip Very Well Family, pada banyak kasus, anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang terlalu tegas cenderung berbohong dalam segala hal. Mereka akan lebih sering menyembunyikan tindakan mereka, karena takut akan konsekuensi yang berat dari orang tua.

Ketakutan ini bukan hanya berdampak pada perilaku sehari-hari anak, tetapi juga dapat memengaruhi perkembangan emosional dan kepercayaan dirinya. Si Kecil yang merasa takut berbicara terbuka pada orang tua akan mengalami kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat dan terbuka di masa depan.

Tanda orang tua terlalu keras pada anak

Menilik Very Well Family, orang tua terlalu keras pada anak dapat dilihat dari tanda-tanda berikut ini. Simak selengkapnya, Bunda.

1. Membuat kebijakan tanpa toleransi

Ketika Bunda terlalu kaku dan bersikap otoriter dalam setiap situasi, Si Kecil akan mengabaikan konteks dan keadaan yang melatarbelakangi perilaku anak. Sikap yang terlalu tegas dapat menghambat perkembangan emosional anak, dan membuat mereka merasa kurang didengarkan atau dihargai.

Ketimbang menerapkan aturan secara kaku tanpa pengecualian, Bunda sebaiknya menunjukkan kesediaan untuk mengevaluasi perilaku anak dalam konteks yang lebih luas.

Misalnya, jika anak melanggar aturan karena tekanan dari teman sebaya atau masalah emosional yang sedang dihadapinya, orang tua perlu mempertimbangkan faktor-faktor ini sebelum mengambil tindakan disiplin. Pendekatan ini membantu anak merasa dipahami dan didukung, sehingga dapat memperkuat hubungan emosional antara orang tua dan anak.

2. Anak memiliki banyak batasan dari anak lainnya

Memiliki ekspektasi yang tinggi memang bisa memotivasi anak untuk mencapai potensi maksimal mereka. Namun, ketika ekspektasi tersebut menjadi tidak realistis atau terlalu berat, anak bisa merasa tertekan dan tidak mampu memenuhi harapan tersebut.

Tekanan yang berlebihan ini dapat mengakibatkan berbagai masalah seperti kecemasan, rendah diri, dan pemberontakan. Si Kecil akan merasa tidak pernah cukup baik di mata orang tua mereka, sehingga merusak hubungan anak dengan orang tua. Kondisi tersebut juga bisa mengurangi rasa percaya diri pada anak.

Sementara itu, anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang sangat ketat sering kali merasa kurang memiliki kendali atas hidup mereka sendiri. Mereka akan merasa bahwa kehidupan mereka diatur oleh orang tua, dari hal-hal kecil hingga keputusan besar.

Hal ini dapat menghambat kemampuan anak untuk membuat keputusan sendiri dan mengembangkan rasa tanggung jawab. Ketika mereka akhirnya menghadapi situasi di mana mereka harus mengambil keputusan tanpa panduan orang tua, mereka akan merasa bingung dan tidak siap.

3. Memberikan petunjuk arah pada anak secara terus menerus

Memilih momen yang tepat untuk memberikan instruksi juga membantu anak belajar kemandirian. Ketika anak merasa dipercaya untuk mengelola hal-hal kecil sendiri, akan mengembangkan rasa tanggung jawab dan otonomi.

Hal ini juga mendorong mereka berpikir kritis dan membuat keputusan sendiri yang penting untuk kehidupan mereka di masa depan. Selain mengurangi jumlah instruksi, cara penyampaian juga penting. Instruksi yang diberikan dengan suara yang tenang dan penuh pengertian, lebih mungkin didengar dan diikuti oleh anak-anak.

Orang tua dapat menggunakan pendekatan yang lebih kolaboratif, misalnya dengan menjelaskan alasan di balik aturan tertentu. Hal ini tidak hanya membuat anak lebih mungkin untuk mengikuti instruksi, tetapi juga membantu mereka memahami pentingnya aturan tersebut.

4. Tidak pernah menawarkan pilihan

Beberapa orang tua terlihat otoriter di mata anak-anak. Hal ini mengakibatkan anak merasa terkekang dan tidak memiliki arahan hidup. Memberikan pilihan kepada anak, akan membantu anak mengembangkan kemampuan mengambil keputusan.

Misalnya, dengan bertanya, "Apakah kamu lebih suka membereskan pakaianmu dulu atau membereskan tempat tidurmu?", orang tua memberikan ruang bagi anak untuk memilih tugas yang lebih mereka anggap lebih mudah untuk dilakukan terlebih dahulu. Ini tidak hanya membuat anak merasa dihargai, tetapi juga mengajarkan mereka cara mengelola tugas-tugas secara efektif.

5. Lebih sering memuji daripada usaha

Pujian yang hanya diberikan pada hasil akhir yang sempurna dapat membuat anak merasa tidak dihargai. Anak yang selalu dituntut untuk mencapai kesempurnaan mungkin menjadi sangat stres dan cemas tentang kegagalan.

Mereka bisa menjadi takut untuk mencoba mengambil risiko, karena khawatir tidak bisa memenuhi standar yang ditetapkan oleh orang tua. Hal ini bisa menghambat perkembangan kreativitas dan kemampuan mereka untuk belajar dari kesalahan.

6. Terlalu banyak mengomel

Anak yang terbiasa diomeli akan bergantung pada dorongan eksternal daripada mengembangkan motivasi internal. Si Kecil bisa menjadi pasif dan hanya bertindak ketika diingatkan orang tua.

Akibatnya, anak tidak belajar bagaimana mengatur waktu atau mengambil inisiatif sendiri. Hal ini bisa berdampak negatif pada kemampuan mereka untuk mengelola tanggung jawab di masa depan, baik dalam konteks akademis, profesional, maupun pribadi.

Selain itu, mengomel dapat mengurangi efektivitas komunikasi antara orang tua dan anak. Ketika anak-anak merasa terus-menerus diomeli, mereka mungkin mulai menyaring atau mengabaikan instruksi dan nasihat dari orang tua.

Alih-alih merasa termotivasi, mereka bisa merasa frustrasi dan jenuh. Hal ini dapat menyebabkan resistensi atau pemberontakan, di mana Si Kecil sengaja mengabaikan perintah sebagai bentuk protes terhadap pengawasan yang berlebihan.

7. Anak terlalu banyak berbohong

Kala Si Kecil sudah mengatakan kebenaran secara normal, tetapi Bunda terlalu keras dapat membuat Si Kecil untuk berbohong untuk menghindari hukuman.

Sikap yang terlalu keras dan aturan yang kaku dapat menciptakan lingkungan yang tidak aman secara emosional bagi anak, mereka akan terpaksa untuk berbohong demi melindungi diri dari konsekuensi yang berat.

Disiplin yang keras sering kali melibatkan hukuman fisik, ancaman yang bertujuan untuk mengendalikan perilaku anak. Namun, pendekatan ini bisa membuat anak-anak merasa takut dan cemas, sehingga mereka lebih cenderung menyembunyikan kesalahan atau mencari cara untuk menghindari hukuman.

Mengutip WebMD orang tua terlalu keras pada anak dapat dilihat dari tanda-tanda berikut ini. Simak selengkapnya, Bunda.

8. Mengancam terlalu berlebihan

Ancaman kosong atau hukuman yang tidak realistis sering kali menjadi senjata orang tua. Namun, ancaman semacam ini tidak efektif dan merusak hubungan antara orang tua dengan anak.

Ketika ancaman tidak dilaksanakan, Si Kecil belajar bahwa kata-kata orang tua tidak bisa diandalkan, sehingga merusak kepercayaan mereka. Lebih buruk lagi, ancaman yang berlebihan bisa menimbulkan ketakutan dan kebingungan, tanpa memberikan pemahaman yang jelas tentang perilaku yang diinginkan.

Sebaliknya, disiplin yang efektif memerlukan konsekuensi yang konsisten dan masuk akal. Konsekuensi yang masuk akal dapat menjadi koreksi perilaku Si Kecil yang ingin diperbaiki.

9. Tidak memperhatikan kata-kata yang disampaikan pada anak

Kata-kata yang kasar atau merendahkan, bahkan ketika diucapkan dengan tenang, dapat menyebabkan luka emosional mendalam pada anak. Mereka bisa merasa tidak dihargai, tidak dicintai, atau merasa bahwa mereka tidak berharga. Hal ini bisa berdampak negatif pada perkembangan emosional dan psikologis mereka, menyebabkan masalah kepercayaan diri dan hubungan di masa depan.

Sebaliknya, gunakan kata-kata yang membangun dan mendukung, bahkan ketika harus mendisiplinkan atau memberikan koreksi. Misalnya, alih-alih mengatakan "Kamu selalu berantakan," lebih baik mengatakan "Mari kita coba untuk lebih rapi bersama-sama." Perubahan sederhana dalam pemilihan kata ini dapat membuat anak merasa didukung dan termotivasi untuk melakukan perubahan positif tanpa merasa disalahkan atau direndahkan.

10. Tidak pernah meluangkan waktu

Mendorong anak untuk menyelesaikan tugas yang sulit atau menghadapi tantangan tanpa dukungan, dapat membuat mereka merasa kewalahan dan tidak berdaya. Pendekatan ini bisa mengakibatkan anak-anak menjadi frustrasi dan kehilangan motivasi.

Sebaliknya, ketika orang tua meluangkan waktu untuk bekerja bersama anak-anak, mereka akan merasa didukung dan lebih mampu menghadapi kesulitan. Dukungan langsung dari orang tua tidak hanya membantu anak menyelesaikan tugas, tetapi juga memperkuat ikatan emosional antara orang tua dan anak.

11. Anak meninggalkan Bunda

Ketika anak susah berbicara terbuka kepada orang tua tentang masalah atau kekhawatiran, mereka akan mencari dukungan atau pemahaman dari sumber lain, seperti teman sebaya bahkan internet.

Hal ini bisa mengarah pada pengambilan keputusan yang kurang tepat atau terpapar pada informasi yang tidak sesuai usia. Disarankan untuk Bunda dapat menciptakan lingkungan di mana anak merasa nyaman dan aman untuk berbicara tentang apa pun, tanpa takut dihakimi atau dihukum.

Selain itu, ketika anak tidak terbuka tentang perasaan atau pengalaman kepada orang tua. Secara tidak langsung, Bunda kehilangan kesempatan untuk memahami kebutuhan dan kekhawatiran anak mereka, sehingga menyebabkan kesenjangan dalam pemahaman antara orang tua dan anak dan bisa memperburuk konflik atau ketegangan dalam hubungan.

12. Cinta bersyarat

Menggunakan kata-kata yang penuh kasih dan mendukung, seperti "Aku selalu mencintaimu, tapi aku berharap kamu berperilaku seperti ini," atau "Aku tahu kamu bisa melakukan yang lebih baik," dapat membangun ikatan emosional yang positif antara orang tua dan anak.

Namun, kalimat ini juga memberikan peringatan yang kuat untuk menghindari menggunakan kata-kata yang merendahkan atau menghakimi, seperti "Kamu tidak berguna jika kamu tidak berperilaku seperti ini." Kata-kata semacam itu bisa menyakiti perasaan anak dan merusak harga diri mereka.

Saat berbicara kepada anak-anak, Bunda harus ingat bahwa mereka adalah individu yang berharga dan berharga. Bahkan ketika menegur mereka tentang perilaku yang tidak sesuai, Bunda dapat melakukannya dengan cara yang menghormati martabat mereka sebagai manusia. 

13. Anak mulai tidak mengajak teman-temannya lagi

Mengingatkan anak tentang peraturan secara terus-menerus atau mengkritik mereka di depan orang lain, dapat membuat mereka merasa malu atau tidak dihargai. Hal ini bisa merusak hubungan antara orang tua dan anak, karena anak akan merasa bahwa mereka selalu diperhatikan dari sisi negatif.

Sebaliknya, memberikan dukungan positif dan membangun hubungan yang baik dengan anak dapat membuat mereka merasa aman dan nyaman di rumah. Ketika Si Kecil merasa didukung dan dihargai, mereka lebih cenderung untuk mematuhi peraturan dan mengajak teman-teman mereka bermain di rumah.

14. Anak terlihat tetapi tidak didengar

Mendengarkan anak bukan hanya tentang memberi mereka platform untuk berbicara, tetapi juga tentang menunjukkan penghargaan atas pikiran dan perasaan mereka. Ketika orang tua memberikan kesempatan kepada anak untuk menyatakan pendapat, mereka merasa dihargai dan diperhatikan, sehingga memperkuat ikatan emosional antara orang tua dan anak.

Meski tidak selalu harus setuju dengan pendapat anak-anak, memberikan mereka waktu dan ruang untuk mengungkapkan diri adalah langkah penting dalam mendukung perkembangan pribadi dan intelektual mereka. Selain itu, langkah ini juga dapat membantu anak belajar untuk menghargai perspektif orang lain, mengembangkan keterampilan komunikasi yang baik, dan membangun kepercayaan diri dalam berekspresi diri mereka.

Banner Tanaman Herbal untuk Nyeri Otot

15. Anak hanya bekerja dan tidak bermain

Hidup tidak hanya mengejar pencapaian ataupun kesuksesan, Bunda perlu memberikan waktu senggang sesekali.

Dengan adanya waktu luang, Bunda dapat memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk merefleksikan pengalaman mereka, mengeksplorasi minat pribadi, dan mengembangkan kreativitas. Hal ini memungkinkan mereka untuk mengintegrasikan pengetahuan yang mereka peroleh dalam konteks kehidupan sehari-hari.

Selain itu, waktu luang juga penting untuk mengembangkan keterampilan sosial, emosional, dan kreatif. Anak dapat menggunakan waktu ini untuk bermain, berinteraksi dengan teman sebaya, dan mengeksplorasi minat mereka sendiri. Hal ini tidak hanya penting untuk perkembangan pribadi mereka, tetapi juga untuk kesejahteraan mental dan emosional.

Demikian tanda orang tua terlalu keras pada anak. Semoga bermanfaat sebagai pedoman Bunda dalam mengasuh Si Kecil.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

 

 

(rap/rap)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda