Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

5 Cara Efektif Ajari Anak Menghormati dan Menghargai Orang Lain

Nurvita Indarini   |   HaiBunda

Kamis, 31 May 2018 07:10 WIB

Miris ya rasanya melihat anak berkata-kata kasar dan kotor pada orang lain. Amit-amit, jangan sampai anak kita seperti itu ya, Bun.
Foto: Thinkstock
Beberapa waktu lalu seorang saudara bercerita, anak tetangganya yang masih usia SD membentak-bentak ibunya karena keinginannya nggak dituruti. Di saat yang lain, anak itu meneriakkan kata-kata kasar dan kotor saat bermain dengan temannya.

Mendengar cerita itu, saya mengelus dada. Lalu pandangan saya beralih ke anak semata wayang saya yang umurnya baru akan 4 tahun. Nanti saat dia lebih besar, apakah dia akan tetap semanis sekarang? Apakah dia masih akan berbicara dengan intonasi dan pilihan kata yang baik juga?

Tentu kita nggak ingin anak kita tumbuh jadi anak yang seenaknya sendiri ya, Bun, yang menjadikan dirinya acuan segala macam kebenaran. Sehingga kalau nggak seperti yang dia inginkan, maka dengan mudahnya bersikap atau berbicara kasar.

Nah, berikut ini beberapa cara yang bisa kita lakukan agar anak-anak kita tumbuh jadi sosok yang selalu menghormati dan menghargai orang lain, dikutip dari berbagai sumber.

1. Tanamkan Empati

Foto: ilustrasi/thinkstock

Sulit rasanya menghormati dan menghargai orang lain jika kita tidak memiliki empati. Karena empatilah yang akan menggerakkan anak-anak menjadi orang yang toleran dan penuh belas kasih.

Dengan empati, anak akan berusaha memahami kebutuhan orang lain, sehingga cukup peduli untuk membantu orang lain yang memiliki masalah. Tanpa empati anak akan menjadi tidak peduli dan untuk menghargai orang lain pun kayaknya susah, Bun.

Badan PBB untuk isu-isu anak-anak, UNICEF, bilang empati itu perlu banget dipupuk. Memupuknya pakai hubungan yang positif dan kepedulian.

Jadi kalau suatu hari nanti kita melihat si kecil berkata kasar atau mencela orang lain, baik melalui kata-kata atau perilaku, baiknya kita mulai menjelaskan pada mereka bagaimana perasaan orang lain yang terluka karena kata-kata atau perilakunya. Ingat, Bun, fokus pada perasaan, bukan tindakan.



"Ajarkan anak-anak bahwa tidak ada anak yang harus dilecehkan atau dikecualikan karena ras, agama, kebangsaan, kelas sosial, jenis kelamin atau penampilan mereka," saran UNICEF.

Bahkan jika kelak anak-anak bertemu dengan orang yang hidup dengan disabilitas atau penyakit tertentu, kita perlu menjelaskan mereka punya tantangan hidup yang nggak mudah.

2. Menyebut Nama Orang yang Diajak Bicara

Foto: ilustrasi/thinkstock

Sepele banget, tapi little thing is matter. Kita perlu mengajarkan kepada anak pentingnya untuk menyebut nama orang yang diajak berbicara. Misalnya saat kita minta tolong pada anak bernama B untuk mengambilkan bola yang ada di dekatnya, ketimbang bilang, "Ambilkan bolanya," akan lebih enak didengar jika kita mengatakan, "B, tolong ambilkan bolanya ya,".

Pun ketika berkomunikasi melalui teks, biasakan anak untuk menyebut nama orang yang sedang dikirimi pesan olehnya. Mungkin nggak masalah kita menjawab dengan kata atau kalimat pendek seperti, "Ya", atau "Baiklah". Tapi orang yang diajak berkomunikasi umumnya lebih senang jika disebut namanya, karena bahasa teks kita menyiratkan kehangatan dan keramahan.

Saat nenek si kecil berpesan agar tidak lupa mengerjakan PR, lalu anak kita menjawab "Ya" atau "Ya, Nek", menurut Bunda mana yang lebih enak dibaca?

Kadang hal yang sepele bisa membuat perbedaan yang cukup besar. Nah, ini merupakan salah satu hal kecil yang bisa ditanamkan untuk menghargai orang lain. Dengan mendorong keterampilan berbahasa yang baik kita sudah berupaya membangun karakter anak sejak dini.

3. Terapkan Disiplin

Foto: ilustrasi/thinkstock

Disiplin penting banget kita terapkan saat kita hendak mengajarkan menghargai dan menghormati orang lain. Disiplin ini berarti mengajarkan dan melatih ya, Bun, bukan menghukum.

Pernah nggak kita berusaha mendisiplinkan anak menggunakan nada keras atau acaman? Kalau ini kita lakukan, saat ini juga hentikan, Bun. Karena artinya kita menunjukkan pada anak-anak bagaimana bersikap kejam dan kasar saat mereka melakukan kesalahan. Demikian dikutip dari Huffington Post.

Coba deh, Bun, bayangkan saat kita melakukan kesalahan di kantor dan kita ditegur atasan. Kalau kita ditegur dengan cara dikatai-katai sampai kita merasa direndahkan, pasti rasanya nggak enak kan ya? Apalagi kalau 'dikata-katainya' itu disampaikan di depan umum. Duh, rasanya langsung ingin resign pastinya.

Iya, sama juga dengan anak-anak, bersikap kasar atau menggunakan hukuman justru menunjukkan pada mereka bagaimana bersikap kejam dan kasar. Bukan menghukum, tapi menetapkan batas tegas yang harus dipegang teguh, dan ada konsekuensi yang disepakati jika pelanggaran dilakukan.

4. Tidak Perlu Gengsi untuk Minta Maaf

Foto: dok.HaiBunda

Hanya karena kita lebih tua, bukan berarti kita tidak perlu minta maaf saat melakukan kesalahan. Mungkin Bunda pernah kelepasan marah dengan berteriak-teriak atau berperilaku kasar pada anak? Setelah itu, pasti rasanya sedih dan merasa bersalah ya, Bun. Hu-hu, saya pernah banget nih.

Bekerja, mengurus rumah tangga, menjadi orang tua, belum lagi kalau ada tekanan pekerjaan yang dibawa ke rumah, kayaknya bikin kepala gampang panas. Meski wajar saja kita kelepasan marah, tapi jangan jadikan ini sebagai pembenar ya, Bun.

Saat ini terjadi, baiknya kita ambil waktu sejenak untuk menenangkan diri. Setelah itu, yuk coba bicara pada anak, katakan padanya kenapa sih kita marah dan sangat kesal. Saat itu sampaikan juga bahwa kita bersalah sudah berteriak-teriak saat marah, sehingga perlu minta maaf.

Sebagai orang dewasa, kita perlu menjadi model yang baik untuk mengasihi sesama, memberi perhatian, dan hal baik lainnya agar anak meniru perilaku tersebut. Jadi saat kita berbicara dengan baik dan berperilaku penuh hormat dan sabar, maka anak mengikutinya.

5. Jangan Minta Dihormati

Foto: dok.HaiBunda

Sering kali kita pikir karena kita adalah orang tua yang sudah mengorbankan banyak hal untuk anak, seperti waktu, uang, dan tenaga, maka sudah selayaknya anak menghormati kita. Tapi di saat yang sama kita lupa untuk menghormati dan menghargai anak.

Disadari atau nggak, Bun, anak nggak pernah minta kita berkorban buatnya. Hanya saja karena kita memutuskan bertanggung jawab sebagai orang tua, kita berusaha keras memberikan yang terbaik untuknya.

Jadi ketika kita minta anak menghargai dan menghormati orang lain atau menghormati kita, tapi kita tidak pernah melakukan hal yang sama buatnya, itu semua cuma sia-sia. Yuk, Bun, kita memberi alasan pada anak untuk menghormati kita sebagai orang tuanya dengan memberinya contoh, dengan menjadi model berperilaku penuh hormat kepada semua orang, temasuk kepada anak-anak.


(Nurvita Indarini)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda